28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:44 AM WIB

Ribuan Umat Hindu di Bali Melasti Ke Pantai Amed

KARANGASEM-Serangkaian pelaksanaan Karya Agung Panca Wali Krama di Pura Sad Kahyangan Lempuyang Luhur di Desa Adat Purwayu Desa Tribuana, Abang, Karangasem, Jumat (11/10), ribuan krama umat Hindu ngaturang ngayah ngiring Ida Batara melasti ke pesucian segara (Pantai) Amed, Desa Purwa Kerti, Kecamatan Abang.

Berdasarkan pantauan Jawa Pos Radar Bali,  Ida Sesuhunan mulai tedun sekitar pukul 07.00 pagi dari pura. Selanjutnya pada pukul 09.00, napak di Pasar Mangsul Desa Tista, Abang.

 

Setiba di Pasar Mangsul, ada ribuan pengiring yang telah ngantos (menunggu) Ida Batara untuk melanjutkan pengayah ngiring.

Ida Batara Lingsir Pura Lempuyang diusung dengan menggunakan Jempana yang kemudian diiring dengan berjalan kaki.

Sementara di belakangnya nampak ribuan pemedek ikut berjalan kaki sampai panjang mengular dengan pakaian adat serba putih.

Jro Mangku Roma salah satu pengayah di Pura Penataran Purwayu, Lempuyang melasti mengatakan, prosesi melasti ke segara Amed, ini dimaknai sebagai simbol penyucian Pralingga Ida Batara.

Upacara ini, menurutnya digelar setiap 10 tahun sekali.

Setiap diselenggarakan Panca Wali Krama dilakukan pemelastian. “Sebelum Ida sesuhunan ngelintang atau lewat, para pengayah dan pengiring dipercikan tirta penglukatan (air suci)  di sepanjang jalan yang akan dilintasi,” terangnya.

Sementara untuk menjaga ketertiban, lanjut Jro Mangku Roma, ratusan pecalang dari berbagai Desa Pakraman di Karangasem ikut dilibatkan.

Kemudian setelah melalui perjalanan panjang, Ida Batara tiba di Segara Amed sekitar pukul 12.00 wita.

Di Segara Amed, warga masih tumpah ruah sehingga tempat pemelastian sampai tidak mampu menampung sleuruh pengiring dan pengayah.

Bahkan banyak pengiring yang tidak sempat ngaturang bhakti kerena sesaknya pemedek. “Nggih yang penting polih ngayah ngiring (Iya, yang penting bisa ikut ngayah dan ngiring). Apalagi ini 10 tahun sekali,” Ujar Kadek Heru pengiring asal Selat, Karangasem.

 

Heru sendiri mengaku beru pertama kali ngiring Ida Batara melasti. Kali ini dia datang bersama orang tuanya Made Renga.

Di Desa Kertamandala Ida Batara disambut dengan tarian Pendet, ratusan penggayah kembali merangsak agar dapat mundut Jempana atau Linggih Ida Batara.

Sementara di Desa Kebon dan Culik, Abang Ida Batara katuran pemendak.

Bahkan warga berjubel di ruas jalan sehingga penuh sesak. Panas terik matahari seperti tidak dirasakan karena khusuknya prosesi ngayah.

Di Segara Amed saat bersamaan juga digelar upacara Segara Kertih yakni untuk pembersihan lautan secara niskala. Usai prosesi Ida Betara katuran mantuk.

Hanya saja saat mantuk Ida Batara menggunakan kendaraan yang sudah disediakan panitia.

Saat Segara Kertih seluruh Desa Pakraman di Karangasem nunas daar atau nasi tawur.

Ini diwaliki bendesa adat masing-masing. Kemudian nasi tawur tersebut dibawa pulang ke desanya.

Di Desa pakraman masing-masing warga Desa sudah menunggu untuk nunas nasi tawur tersebut.

Nasi ini kemudian diambil masing- masing kepala keluarga untuk ditebar di pekarangan rumah sebagai simbul pembersihan, kemakmuran, keselamatan dan dijauhkan dari mara bahaya

KARANGASEM-Serangkaian pelaksanaan Karya Agung Panca Wali Krama di Pura Sad Kahyangan Lempuyang Luhur di Desa Adat Purwayu Desa Tribuana, Abang, Karangasem, Jumat (11/10), ribuan krama umat Hindu ngaturang ngayah ngiring Ida Batara melasti ke pesucian segara (Pantai) Amed, Desa Purwa Kerti, Kecamatan Abang.

Berdasarkan pantauan Jawa Pos Radar Bali,  Ida Sesuhunan mulai tedun sekitar pukul 07.00 pagi dari pura. Selanjutnya pada pukul 09.00, napak di Pasar Mangsul Desa Tista, Abang.

 

Setiba di Pasar Mangsul, ada ribuan pengiring yang telah ngantos (menunggu) Ida Batara untuk melanjutkan pengayah ngiring.

Ida Batara Lingsir Pura Lempuyang diusung dengan menggunakan Jempana yang kemudian diiring dengan berjalan kaki.

Sementara di belakangnya nampak ribuan pemedek ikut berjalan kaki sampai panjang mengular dengan pakaian adat serba putih.

Jro Mangku Roma salah satu pengayah di Pura Penataran Purwayu, Lempuyang melasti mengatakan, prosesi melasti ke segara Amed, ini dimaknai sebagai simbol penyucian Pralingga Ida Batara.

Upacara ini, menurutnya digelar setiap 10 tahun sekali.

Setiap diselenggarakan Panca Wali Krama dilakukan pemelastian. “Sebelum Ida sesuhunan ngelintang atau lewat, para pengayah dan pengiring dipercikan tirta penglukatan (air suci)  di sepanjang jalan yang akan dilintasi,” terangnya.

Sementara untuk menjaga ketertiban, lanjut Jro Mangku Roma, ratusan pecalang dari berbagai Desa Pakraman di Karangasem ikut dilibatkan.

Kemudian setelah melalui perjalanan panjang, Ida Batara tiba di Segara Amed sekitar pukul 12.00 wita.

Di Segara Amed, warga masih tumpah ruah sehingga tempat pemelastian sampai tidak mampu menampung sleuruh pengiring dan pengayah.

Bahkan banyak pengiring yang tidak sempat ngaturang bhakti kerena sesaknya pemedek. “Nggih yang penting polih ngayah ngiring (Iya, yang penting bisa ikut ngayah dan ngiring). Apalagi ini 10 tahun sekali,” Ujar Kadek Heru pengiring asal Selat, Karangasem.

 

Heru sendiri mengaku beru pertama kali ngiring Ida Batara melasti. Kali ini dia datang bersama orang tuanya Made Renga.

Di Desa Kertamandala Ida Batara disambut dengan tarian Pendet, ratusan penggayah kembali merangsak agar dapat mundut Jempana atau Linggih Ida Batara.

Sementara di Desa Kebon dan Culik, Abang Ida Batara katuran pemendak.

Bahkan warga berjubel di ruas jalan sehingga penuh sesak. Panas terik matahari seperti tidak dirasakan karena khusuknya prosesi ngayah.

Di Segara Amed saat bersamaan juga digelar upacara Segara Kertih yakni untuk pembersihan lautan secara niskala. Usai prosesi Ida Betara katuran mantuk.

Hanya saja saat mantuk Ida Batara menggunakan kendaraan yang sudah disediakan panitia.

Saat Segara Kertih seluruh Desa Pakraman di Karangasem nunas daar atau nasi tawur.

Ini diwaliki bendesa adat masing-masing. Kemudian nasi tawur tersebut dibawa pulang ke desanya.

Di Desa pakraman masing-masing warga Desa sudah menunggu untuk nunas nasi tawur tersebut.

Nasi ini kemudian diambil masing- masing kepala keluarga untuk ditebar di pekarangan rumah sebagai simbul pembersihan, kemakmuran, keselamatan dan dijauhkan dari mara bahaya

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/