33.4 C
Jakarta
30 April 2024, 17:09 PM WIB

Simpan Ratusan Jenis Tanaman Rempah Untuk Edukasi Kaum Muda

Buleleng punya museum baru. Museum itu diberi nama Museum Rempah Sang Natha. Museum itu dikelola oleh perseorangan. Misinya sederhana saja. Mengenalkan bentuk tanaman rempah pada kaum muda.

 

EKA PRASETYA, Radar Bali 

 

SUASANA pagi itu begitu lembab. Hujan nampaknya baru saja turun di sekitar wilayah Desa Mengening, Desa Kubutambahan, Buleleng. Di sisi Jalan Raya Singaraja-Kintamani, deretan mobil terparkir rapi.

 

Pagi itu tengah dilangsungkan pembukaan Museum Rempah Sang Natha. Museum itu berdiri di atas lahan seluas 1,2 hektare. Tak kurang dari 130 jenis tanaman rempah, terdapat di areal ini.

 

Museum itu dikelola oleh Made Suyasa Wijaya Dwijaksara, seorang petani asal Buleleng. Selama enam tahun terakhir ia mempersiapkan proyek idealis nan ambisius itu. Hingga akhirnya Jumat (28/5), museum itu dibuka untuk umum.

 

Suyasa Wijaya mengaku awalnya ia hanya membangun rumah singgah di kawasan tersebut. Selama bertahun-tahun terakhir, ia intens mempelajari rempah. Baik itu sejarah, cara menanam, cara pengolahan, serta kegunaan dari masing-masing rempah.

 

Salah satu cerita yang membuat darahnya berdesir adalah masa penjajahan nusantara oleh bangsa Eropa. Semua itu dilakukan karena rempah-rempah tumbuh subur di seluruh Indonesia. Komoditas ini memiliki nilai ekonomi tinggi di Benua Eropa.

 

Akhirnya ia terpikir menanam rempah-rempah di lahan miliknya. Jumlahnya pun terus ditambah hingga sesuai dengan standar minimal pembangunan museum.

 

 

“Saya awalnya belajar tentang rempah-rempah. Kemudian banyak ngobrol dan diskusi dengan teman yang paham tentang rempah. Akhirnya saya putuskan mendirikan museum ini,” katanya.

 

Selain itu ia merasa prihatin dengan generasi muda kini. Banyak yang tak mengenal rempah dengan baik. Museum itu pun didedikasikan pada kaum muda, yang memang ingin belajar lebih jauh tentang rempah-rempah.

 

Museum rempah ini terbilang istimewa dengan museum lainnya. Rempah yang ada, disimpan dalam toples tersendiri. Baik itu dalam bentuk mentah, maupun dalam bentuk bubuk. Selain itu di museum ini juga dilengkapi tanaman-tanaman rempah dimaksud.

 

“Supaya tahu. Misalnya kita bicara jahe, wujudnya itu seperti apa, tanamannya bagaimana. Ini jadi sarana edukasi juga,” ujar Suyasa.

 

Sementara itu pihak pemerintah menyambut baik keberadaan Museum Rempah Sang Natha itu. Museum tersebut berpotensi menjadi destinasi unggulan baru di Bali Utara. Mengingat tak ada museum serupa di wilayah Bali.

 

“Ini akan menjadi alternatif wisata edukasi yang menjanjikan. Khususnya bagi generasi milenial,” kata Asisten Administrasi Umum Setda Buleleng, Nyoman Genep.

Buleleng punya museum baru. Museum itu diberi nama Museum Rempah Sang Natha. Museum itu dikelola oleh perseorangan. Misinya sederhana saja. Mengenalkan bentuk tanaman rempah pada kaum muda.

 

EKA PRASETYA, Radar Bali 

 

SUASANA pagi itu begitu lembab. Hujan nampaknya baru saja turun di sekitar wilayah Desa Mengening, Desa Kubutambahan, Buleleng. Di sisi Jalan Raya Singaraja-Kintamani, deretan mobil terparkir rapi.

 

Pagi itu tengah dilangsungkan pembukaan Museum Rempah Sang Natha. Museum itu berdiri di atas lahan seluas 1,2 hektare. Tak kurang dari 130 jenis tanaman rempah, terdapat di areal ini.

 

Museum itu dikelola oleh Made Suyasa Wijaya Dwijaksara, seorang petani asal Buleleng. Selama enam tahun terakhir ia mempersiapkan proyek idealis nan ambisius itu. Hingga akhirnya Jumat (28/5), museum itu dibuka untuk umum.

 

Suyasa Wijaya mengaku awalnya ia hanya membangun rumah singgah di kawasan tersebut. Selama bertahun-tahun terakhir, ia intens mempelajari rempah. Baik itu sejarah, cara menanam, cara pengolahan, serta kegunaan dari masing-masing rempah.

 

Salah satu cerita yang membuat darahnya berdesir adalah masa penjajahan nusantara oleh bangsa Eropa. Semua itu dilakukan karena rempah-rempah tumbuh subur di seluruh Indonesia. Komoditas ini memiliki nilai ekonomi tinggi di Benua Eropa.

 

Akhirnya ia terpikir menanam rempah-rempah di lahan miliknya. Jumlahnya pun terus ditambah hingga sesuai dengan standar minimal pembangunan museum.

 

 

“Saya awalnya belajar tentang rempah-rempah. Kemudian banyak ngobrol dan diskusi dengan teman yang paham tentang rempah. Akhirnya saya putuskan mendirikan museum ini,” katanya.

 

Selain itu ia merasa prihatin dengan generasi muda kini. Banyak yang tak mengenal rempah dengan baik. Museum itu pun didedikasikan pada kaum muda, yang memang ingin belajar lebih jauh tentang rempah-rempah.

 

Museum rempah ini terbilang istimewa dengan museum lainnya. Rempah yang ada, disimpan dalam toples tersendiri. Baik itu dalam bentuk mentah, maupun dalam bentuk bubuk. Selain itu di museum ini juga dilengkapi tanaman-tanaman rempah dimaksud.

 

“Supaya tahu. Misalnya kita bicara jahe, wujudnya itu seperti apa, tanamannya bagaimana. Ini jadi sarana edukasi juga,” ujar Suyasa.

 

Sementara itu pihak pemerintah menyambut baik keberadaan Museum Rempah Sang Natha itu. Museum tersebut berpotensi menjadi destinasi unggulan baru di Bali Utara. Mengingat tak ada museum serupa di wilayah Bali.

 

“Ini akan menjadi alternatif wisata edukasi yang menjanjikan. Khususnya bagi generasi milenial,” kata Asisten Administrasi Umum Setda Buleleng, Nyoman Genep.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/