25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 3:36 AM WIB

Menarik, Papan Nama Jalan di Bali Wajib Aksara Bali

DENPASAR – Kendati sudah tertinggal dengan daerah lain seperti Jogjakarta, DPRD Bali tetap mengupayakan penulisan aksara Bali pada beberapa fasilitas publik bisa dilakukan.

Mulai dari nama gedung-gedung pemerintahan hingga papan nama jalan raya. Untuk merealisasikan hal itu, dewan tengah menggodok revisi Perda No. 3 Tahun 1992 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali.

“Jalan-jalan di Bali ini selain perlu menggunakan huruf latin, juga perlu mencantumkan aksara Bali. Perda ini wajib dan pasti diikuti karena merupakan perarutan terikat,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta.

Ditegaskan Parta, pelaksanaan perda nantinya akan mengatur keterlibatan pihak swasta untuk ikut melestarikan dan mengembangkan bahasa, aksara, dan sastra Bali.

Baik itu perusahaan, hotel, maupun kegiatan usaha lainnya yang bergerak di Pulau Dewata. Di dalam perda juga akan dijelaskan

penggunaan bahasa dan aksara Bali pada produk-produk budaya yang digunakan oleh lembaga formal maupun swasta.

Perda tersebut perlu direvisi karena sudah berumur 26 tahun. Karena itu, perkembangan zaman sesuai dengan kebutuhan masa kini harus bisa melestarikan bahasa, aksara dan sastra Bali.

Tidak hanya di pemerintahan, tapi juga di masyarakat umum dan sekolah-sekolah. Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Dewa Putu Beratha, sepakat dengan rencana revisi perda.

Dijelaskan, regulasi yang sifatnya mengikat memang diperlukan dalam upaya pelestarian bahasa, aksara, dan sastra Bali.

Dalam hal ini, mengatur penggunaannya dalam keseharian masyarakat ataupun ruang publik. Upaya melestarikan bahasa Bali itu sudah dilakukan.

Misalnya dengan membuat hari khusus mabasa Bali, menggunakan bahasa Bali dalam rapat-rapat di pemerintahan, serta mewajibkan penulisan aksara Bali di gedung-gedung, fasilitas umum, perkantoran hingga hotel-hotel.

Mengingat, bahasa Bali khususnya merupakan salah satu penopang lestarinya budaya Bali yang menjadi roh pariwisata.

“Kita di Bali harus bisa melestarikan aksara dan bahasa Bali. Jepang, Korea, atau Cina saja bisa. Kenapa kita tidak, yang penting ada satu aturan yang mengharuskan penerapannya dalam keseharian,” paparnya. 

DENPASAR – Kendati sudah tertinggal dengan daerah lain seperti Jogjakarta, DPRD Bali tetap mengupayakan penulisan aksara Bali pada beberapa fasilitas publik bisa dilakukan.

Mulai dari nama gedung-gedung pemerintahan hingga papan nama jalan raya. Untuk merealisasikan hal itu, dewan tengah menggodok revisi Perda No. 3 Tahun 1992 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali.

“Jalan-jalan di Bali ini selain perlu menggunakan huruf latin, juga perlu mencantumkan aksara Bali. Perda ini wajib dan pasti diikuti karena merupakan perarutan terikat,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta.

Ditegaskan Parta, pelaksanaan perda nantinya akan mengatur keterlibatan pihak swasta untuk ikut melestarikan dan mengembangkan bahasa, aksara, dan sastra Bali.

Baik itu perusahaan, hotel, maupun kegiatan usaha lainnya yang bergerak di Pulau Dewata. Di dalam perda juga akan dijelaskan

penggunaan bahasa dan aksara Bali pada produk-produk budaya yang digunakan oleh lembaga formal maupun swasta.

Perda tersebut perlu direvisi karena sudah berumur 26 tahun. Karena itu, perkembangan zaman sesuai dengan kebutuhan masa kini harus bisa melestarikan bahasa, aksara dan sastra Bali.

Tidak hanya di pemerintahan, tapi juga di masyarakat umum dan sekolah-sekolah. Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Dewa Putu Beratha, sepakat dengan rencana revisi perda.

Dijelaskan, regulasi yang sifatnya mengikat memang diperlukan dalam upaya pelestarian bahasa, aksara, dan sastra Bali.

Dalam hal ini, mengatur penggunaannya dalam keseharian masyarakat ataupun ruang publik. Upaya melestarikan bahasa Bali itu sudah dilakukan.

Misalnya dengan membuat hari khusus mabasa Bali, menggunakan bahasa Bali dalam rapat-rapat di pemerintahan, serta mewajibkan penulisan aksara Bali di gedung-gedung, fasilitas umum, perkantoran hingga hotel-hotel.

Mengingat, bahasa Bali khususnya merupakan salah satu penopang lestarinya budaya Bali yang menjadi roh pariwisata.

“Kita di Bali harus bisa melestarikan aksara dan bahasa Bali. Jepang, Korea, atau Cina saja bisa. Kenapa kita tidak, yang penting ada satu aturan yang mengharuskan penerapannya dalam keseharian,” paparnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/