26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 4:17 AM WIB

Sisi Unik Gunung Agung dan Sinabung yang Perlu Anda Tahu

RadarBali.com – Dari 127 gunungapi aktif di Indonesia, saat ini ada 2 gunungapi status Awas (level 4)  dan 17 gunungapi status Waspada (level 2).

Lainnya adalah normal. Dua gunung status Awas tersebut adalah Gunung Agung di Karangasem, Bali yang naik status Awas sejak 22 September 2017.

Sedangkan Gunung Sinabung di Karo, Provinsi Sumatera Utara status Awas sejak 2 Juni 2015. Ada ketidakpastian dari kedua gunung tersebut.

Gunung Agung tidak dapat diprediksikan kapan akan meletus, sedangkan Gunung Sinabung tidak dapat diprediksikan kapan akan berhenti meletus.

“Itulah uniknya gunungapi. Setiap gunungapi memiliki karakter berbeda-beda sehingga penanganan dampak yang ditimbulkan dari

letusan gunung juga berbeda,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho seperti rilis yang diterima Jawa Pos Radar Bali.

Bahkan sosial dan budaya masyarakat yang terbentuk di tiap gunung pun berbeda. Ada kekhasan budaya masyarakat dalam memaknai dari gunung di sekitarnya.

Bayangkan 13 persen populasi gunungapi aktif di dunia terdapat di Indonesia dengan segala berkah dan musibah yang menyertai setiap letusannya.

Sebagai catatan, Gunung Agung hingga saat ini belum meletus. Kegempaan yang terjadi masih intensif dan mengalami fluktuatif.

Tidak ada tanda-tanda aktivitas menurun. Gempa vulkanik yang sering terjadi menunjukkan ketidakstabilan aktivitas gunungapi.

Di kawah Gunung Agung sudah terbentuk rekahan dan keluar asap putih dengan tekanan lemah. “Secara visual belum terlihat tanda-tanda Gunung Agung meletus,” katanya.

Tidak dapat dipastikan kapan akan meletus. Radius yang ditetapkan PVMBG untuk dikosongkan dari aktivitas masyarakat adalah di dalam radius 9 kilometer dan 12 kilometer di sektor utara – timur laut dan tenggara – selatan – barat daya.

Sebaliknya dengan Gunung Sinabung. Sejak status Awas, hingga saat ini hampir setiap hari meletus. Letusan disertai dengan lava pijar, gempa guguran, awan panas dan hujan abu.

Tidak dapat diprediksikan kapan letusan akan berhenti. “Sebelumnya Gunung Sinabung tidak pernah meletus selama 1.200 tahun. Tahun 2010, tiba-tiba meletus freatik hingga tahun 2011,” imbuhnya.

Berhenti sesaat, kemudian tahun 2013 meletus menerus hingga sekarang. Kawasan rawan bencana terus meluas dibandingkan dengan sebelumnya.

Radius berbahaya untuk dikosongkan dari aktivitas masyarakat adalah di dalam radius 3 km dari puncak, dan dalam jarak 7 km untuk sektor selatan-tenggara, di dalam jarak 6 km untuk sektor tenggara-timur, serta di dalam jarak 4 km untuk sektor utara-timur Gunung Sinabung.

Adanya pengosongan wilayah berkonsekuensi terjadi pengungsian. Pengungsi di Gunung Agung tercatat 141.213 jiwa di 416 titik pengungsian yang tersebar di 9 kabupaten/kota di Bali pada 4/10/2017 pukul 12.00 Wita.

Sekitar 2.600 jiwa pengungsi dari desa yang aman telah kembali ke rumahnya. “Sesungguhnya di dalam radius berbahaya hanya 28 desa dengan jumlah penduduk sekitar 70.000 jiwa yang harus mengungsi,” tandasnya.

Namun ternyata masyarakat yang mengungsi berasal dari 78 desa, dimana 50 desa adalah desa aman. Gubernur Bali telah menghimbau masyarakat yang berasal dari 50 desa aman untuk kembali ke rumahnya.

Sedangkan di Gunung Sinabung, ribuan masyarakat harus mengungsi sejak tahun 2013. Bahkan ribuan pengungsi tidak boleh kembali ke rumahnya karena harus direlokasi.

“Jadi yang ditangani adalah pengungsi sementara dan pengungsi permanen atau yang harus direlokasi. Namun tidak ada yang tahu kapan mereka boleh pulang karena Gunung Sinabung belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir letusannya,” paparnya.

Berdasarkan laporan Posko Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung tercatat 7.214 jiwa atau 2.038 KK pengungsi yang ada di 8 pos pengungsian.

BNPB terus memberikan bantuan kebutuhan dasar bagi pengungsi. BNPB telah menyalurkan bantuan dana siap pakai untuk penanganan pengungsi sejak 2013 hingga September 2017 mencapai Rp 321,6 milyar untuk bantuan anak sekolah, jaminan hidup, biaya listrik, air bersih, sewa jambur untuk tempat pengungsian, pembangunan sekolah darurat, MCK, tempat ibadah, sewa rumah, sewa lahan pertanian dan sebagainya.

Selain itu terdapat 3.331 KK yang harus direlokasi yang dibagi menjadi 3 tahap. Relokasi tahap pertama sebanyak 370 KK dari Desa Bekerah, Desa Simacem, dan Desa Sukameriah sudah selesai dilakukan.

Relokasi tahap kedua sebanyak 2.044 KK dilakukan relokasi mandiri. Direncanakan Desember 2017 mendatang relokasi mandiri selesai. Sedangkan relokasi tahap tiga sebanyak 1.098 KK masih terkendala lahan usaha tani dan administrasi lainnya.

BNPB telah menyalurkan bantuan untuk rehabilitasi dan relokasi pascaerupsi Gunung Sinabung sebesar Rp 268,5 milyar.

Jadi total dana yang telah disalurkan untuk penanganan letusan Gunung Sinabung sejak 2013 hingga September 2017 sebesar Rp 589,1 milyar.

“Penanganan pengungsi dan relokasi masyarakat sekitar Gunung Sinabung sangat komplek dan rumit. Di satu sisi gunung terus meletus tanpa ada yang tahu kapan akan meletus,” katanya.

Di sisi lain juga ribuan masyarakat harus mengungsi dan direlokasi tetapi terbatasnya lahan untuk relokasi dan usaha taninya menyebabkan penanganan belum tuntas.

 

RadarBali.com – Dari 127 gunungapi aktif di Indonesia, saat ini ada 2 gunungapi status Awas (level 4)  dan 17 gunungapi status Waspada (level 2).

Lainnya adalah normal. Dua gunung status Awas tersebut adalah Gunung Agung di Karangasem, Bali yang naik status Awas sejak 22 September 2017.

Sedangkan Gunung Sinabung di Karo, Provinsi Sumatera Utara status Awas sejak 2 Juni 2015. Ada ketidakpastian dari kedua gunung tersebut.

Gunung Agung tidak dapat diprediksikan kapan akan meletus, sedangkan Gunung Sinabung tidak dapat diprediksikan kapan akan berhenti meletus.

“Itulah uniknya gunungapi. Setiap gunungapi memiliki karakter berbeda-beda sehingga penanganan dampak yang ditimbulkan dari

letusan gunung juga berbeda,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho seperti rilis yang diterima Jawa Pos Radar Bali.

Bahkan sosial dan budaya masyarakat yang terbentuk di tiap gunung pun berbeda. Ada kekhasan budaya masyarakat dalam memaknai dari gunung di sekitarnya.

Bayangkan 13 persen populasi gunungapi aktif di dunia terdapat di Indonesia dengan segala berkah dan musibah yang menyertai setiap letusannya.

Sebagai catatan, Gunung Agung hingga saat ini belum meletus. Kegempaan yang terjadi masih intensif dan mengalami fluktuatif.

Tidak ada tanda-tanda aktivitas menurun. Gempa vulkanik yang sering terjadi menunjukkan ketidakstabilan aktivitas gunungapi.

Di kawah Gunung Agung sudah terbentuk rekahan dan keluar asap putih dengan tekanan lemah. “Secara visual belum terlihat tanda-tanda Gunung Agung meletus,” katanya.

Tidak dapat dipastikan kapan akan meletus. Radius yang ditetapkan PVMBG untuk dikosongkan dari aktivitas masyarakat adalah di dalam radius 9 kilometer dan 12 kilometer di sektor utara – timur laut dan tenggara – selatan – barat daya.

Sebaliknya dengan Gunung Sinabung. Sejak status Awas, hingga saat ini hampir setiap hari meletus. Letusan disertai dengan lava pijar, gempa guguran, awan panas dan hujan abu.

Tidak dapat diprediksikan kapan letusan akan berhenti. “Sebelumnya Gunung Sinabung tidak pernah meletus selama 1.200 tahun. Tahun 2010, tiba-tiba meletus freatik hingga tahun 2011,” imbuhnya.

Berhenti sesaat, kemudian tahun 2013 meletus menerus hingga sekarang. Kawasan rawan bencana terus meluas dibandingkan dengan sebelumnya.

Radius berbahaya untuk dikosongkan dari aktivitas masyarakat adalah di dalam radius 3 km dari puncak, dan dalam jarak 7 km untuk sektor selatan-tenggara, di dalam jarak 6 km untuk sektor tenggara-timur, serta di dalam jarak 4 km untuk sektor utara-timur Gunung Sinabung.

Adanya pengosongan wilayah berkonsekuensi terjadi pengungsian. Pengungsi di Gunung Agung tercatat 141.213 jiwa di 416 titik pengungsian yang tersebar di 9 kabupaten/kota di Bali pada 4/10/2017 pukul 12.00 Wita.

Sekitar 2.600 jiwa pengungsi dari desa yang aman telah kembali ke rumahnya. “Sesungguhnya di dalam radius berbahaya hanya 28 desa dengan jumlah penduduk sekitar 70.000 jiwa yang harus mengungsi,” tandasnya.

Namun ternyata masyarakat yang mengungsi berasal dari 78 desa, dimana 50 desa adalah desa aman. Gubernur Bali telah menghimbau masyarakat yang berasal dari 50 desa aman untuk kembali ke rumahnya.

Sedangkan di Gunung Sinabung, ribuan masyarakat harus mengungsi sejak tahun 2013. Bahkan ribuan pengungsi tidak boleh kembali ke rumahnya karena harus direlokasi.

“Jadi yang ditangani adalah pengungsi sementara dan pengungsi permanen atau yang harus direlokasi. Namun tidak ada yang tahu kapan mereka boleh pulang karena Gunung Sinabung belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir letusannya,” paparnya.

Berdasarkan laporan Posko Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung tercatat 7.214 jiwa atau 2.038 KK pengungsi yang ada di 8 pos pengungsian.

BNPB terus memberikan bantuan kebutuhan dasar bagi pengungsi. BNPB telah menyalurkan bantuan dana siap pakai untuk penanganan pengungsi sejak 2013 hingga September 2017 mencapai Rp 321,6 milyar untuk bantuan anak sekolah, jaminan hidup, biaya listrik, air bersih, sewa jambur untuk tempat pengungsian, pembangunan sekolah darurat, MCK, tempat ibadah, sewa rumah, sewa lahan pertanian dan sebagainya.

Selain itu terdapat 3.331 KK yang harus direlokasi yang dibagi menjadi 3 tahap. Relokasi tahap pertama sebanyak 370 KK dari Desa Bekerah, Desa Simacem, dan Desa Sukameriah sudah selesai dilakukan.

Relokasi tahap kedua sebanyak 2.044 KK dilakukan relokasi mandiri. Direncanakan Desember 2017 mendatang relokasi mandiri selesai. Sedangkan relokasi tahap tiga sebanyak 1.098 KK masih terkendala lahan usaha tani dan administrasi lainnya.

BNPB telah menyalurkan bantuan untuk rehabilitasi dan relokasi pascaerupsi Gunung Sinabung sebesar Rp 268,5 milyar.

Jadi total dana yang telah disalurkan untuk penanganan letusan Gunung Sinabung sejak 2013 hingga September 2017 sebesar Rp 589,1 milyar.

“Penanganan pengungsi dan relokasi masyarakat sekitar Gunung Sinabung sangat komplek dan rumit. Di satu sisi gunung terus meletus tanpa ada yang tahu kapan akan meletus,” katanya.

Di sisi lain juga ribuan masyarakat harus mengungsi dan direlokasi tetapi terbatasnya lahan untuk relokasi dan usaha taninya menyebabkan penanganan belum tuntas.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/