26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 5:41 AM WIB

Hak Buruh Diamputasi, Koalisi Rakyat Bali Tolak RUU Omnibus Law

DENPASAR – Puluhan massa aksi dari Koalisi Rakyat Bali (KIRAB) yang menolak RUU Omnibus Law kembali mendatangi kantor Gubernur Bali, Jumat (6/5).

Kedatangan elemen massa aksi mulai dari buruh, mahasiswa dan pegiat demokrasi ini merupakan lanjutan aksi yang digelar 6 Februari 2020 lalu.

Mereka hadir untuk menagih janji untuk bertemu Gubernur Bali Wayan Koster termasuk meminta ketegasan sikapnya sebagai orang nomor satu di Bali terkait RUU Omnibus Law ini.

Hal tersebut disampaikan I Dewa Made Rai Budi Darsana selaku perwakilan massa KIRAB kepada Radarbali.id saat ditemui disela-sela masaa aksi. 

“Aksi kali ini juga untuk memastikan kembali, apakah surat (penolakan RUU Omnibus Law) yang kami titipkan ke Pak Koster melalui Dinasker Provinsi Bali sudah dikirim ke Pusat atau tidak,” ujar Dewa Rai Budi Darsana.

Dalam surat yang dimaksud berisi berbagai pernyataan sikap dari KIRAB terkait dengan RUU Omnibus Law. Antaranya terkait hak buruh yang diamputasi dan dampak buruk dalam ketenagakerjaan di Bali.

Seperti hak cuti yang dihilangkan, tidak ada ikatan kerja permanen atau hanya diberlakukan sistem kontrak, termasuk pesangon yang hilang dan sebagainya.

Diketahui memang, di awal periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo dibuka dengan wacana gebrakan Omnibus Law

atau Undang-Undang yang mengatur seperangkat aturan atau yang berisikan banyak aturan dalam satu Undang-Undang.

Salah satu yang menyita perhatian adalah RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA). Menurut KIRAB, rencana penyusunan draft RUU CILAKA bertujuan

untuk mendongkrak investasi besar-besaran dan mempermudah investor yang akan segera diselesaikan dalam 100 hari kerja.

Rencana ini juga mendapat penolakan oleh Serikat Buruh, Mahasiswa dan Organisasi Masyarakat di seluruh Indonesia.

Mereka menyebut, aturan multisektoral ini mengatur soal perizinan, kehutanan, lingkungan hingga perburuhan.

RUU CILAKA berpotensi menyebabkan kerugian yang sangat besar khususnya di Bali, mengingat bali sebagai pulau percontohan investasi.

Bali saat ini berada dimensi pulau agraria dan industri pariwisata, tentunya bisa menjadi kemunduran mengingat Pemerintah Provinsi Bali baru saja mengesahkan Perda Ketenagakerjaan yang cukup berperspektif buruh.

“Sebagai masyarakat Bali, kami menolak keras RUU Omnibus Law ini. Bali tidak butuh RUU itu. RUU itu sangat tidak berkeadilan,” tegasnya.

Maka dari itu, KIRAB kembali aksi kali ini bertujuan untuk meminta komitmen Gubernur Bali dan menyatakan Bali tidak butuh RUU Omnibus Law tersebut.

DENPASAR – Puluhan massa aksi dari Koalisi Rakyat Bali (KIRAB) yang menolak RUU Omnibus Law kembali mendatangi kantor Gubernur Bali, Jumat (6/5).

Kedatangan elemen massa aksi mulai dari buruh, mahasiswa dan pegiat demokrasi ini merupakan lanjutan aksi yang digelar 6 Februari 2020 lalu.

Mereka hadir untuk menagih janji untuk bertemu Gubernur Bali Wayan Koster termasuk meminta ketegasan sikapnya sebagai orang nomor satu di Bali terkait RUU Omnibus Law ini.

Hal tersebut disampaikan I Dewa Made Rai Budi Darsana selaku perwakilan massa KIRAB kepada Radarbali.id saat ditemui disela-sela masaa aksi. 

“Aksi kali ini juga untuk memastikan kembali, apakah surat (penolakan RUU Omnibus Law) yang kami titipkan ke Pak Koster melalui Dinasker Provinsi Bali sudah dikirim ke Pusat atau tidak,” ujar Dewa Rai Budi Darsana.

Dalam surat yang dimaksud berisi berbagai pernyataan sikap dari KIRAB terkait dengan RUU Omnibus Law. Antaranya terkait hak buruh yang diamputasi dan dampak buruk dalam ketenagakerjaan di Bali.

Seperti hak cuti yang dihilangkan, tidak ada ikatan kerja permanen atau hanya diberlakukan sistem kontrak, termasuk pesangon yang hilang dan sebagainya.

Diketahui memang, di awal periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo dibuka dengan wacana gebrakan Omnibus Law

atau Undang-Undang yang mengatur seperangkat aturan atau yang berisikan banyak aturan dalam satu Undang-Undang.

Salah satu yang menyita perhatian adalah RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA). Menurut KIRAB, rencana penyusunan draft RUU CILAKA bertujuan

untuk mendongkrak investasi besar-besaran dan mempermudah investor yang akan segera diselesaikan dalam 100 hari kerja.

Rencana ini juga mendapat penolakan oleh Serikat Buruh, Mahasiswa dan Organisasi Masyarakat di seluruh Indonesia.

Mereka menyebut, aturan multisektoral ini mengatur soal perizinan, kehutanan, lingkungan hingga perburuhan.

RUU CILAKA berpotensi menyebabkan kerugian yang sangat besar khususnya di Bali, mengingat bali sebagai pulau percontohan investasi.

Bali saat ini berada dimensi pulau agraria dan industri pariwisata, tentunya bisa menjadi kemunduran mengingat Pemerintah Provinsi Bali baru saja mengesahkan Perda Ketenagakerjaan yang cukup berperspektif buruh.

“Sebagai masyarakat Bali, kami menolak keras RUU Omnibus Law ini. Bali tidak butuh RUU itu. RUU itu sangat tidak berkeadilan,” tegasnya.

Maka dari itu, KIRAB kembali aksi kali ini bertujuan untuk meminta komitmen Gubernur Bali dan menyatakan Bali tidak butuh RUU Omnibus Law tersebut.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/