DENPASAR – Pandemi Covid-19 di Indonesia makin meluas. Hingga Senin (6/4) kemarin, 2.491 orang positif terinfeksi, 209 meninggal dunia, dan 192 sembuh.
Khusus di Bali, penyebaran Coronavirus Disease 19 juga menunjukkan trend merangkak naik. 2 orang tercatat meninggal dunia,
43 orang positif, 18 sembuh, 13 dalam perawatan, 141 negatif, 15 orang dalam perawatan, dan 199 berstatus pasien dalam pengawasan (PDP).
Hal ini menjadi acuan Majelis Desa Adat (MDA) untuk bersikap. Nyipeng alias Nyepi Desa Adat serentak di semua desa adat di Bali selama 3 hari, yakni 18, 19, dan 20 April 2020 dipilih untuk memerangi virus corona.
“Gubernur (Wayan Koster, red) nanti hanya mengetahui atau sepengetahuan Gubernur Bali. Karena hal ini memang yurisdiksi Majelis Desa Adat bersama PHDI.
Majelis Desa Adat lan PHDI, diketahui oleh Gubernur akan memutuskan ” Nyipeng” atau Nyepi Desa Adat serentak di semua Desa Adat di Bali. Selama 3 hari, yaitu tgl 18, 19 dan 20 April.
Hal ini adalah upaya melengkapi upaya sekala lan niskala untuk mempercepat penanggulangan virus korona Covid19,” ucap Ketua MDA Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, Senin (6/4) malam.
Nyipeng tegasnya secara Niskala sangat berkaitan dengan menghormati Bhuta Kala sebelum Tilem Kadasa, 22 April 2020. Nyipeng ini disertai dengan upacara Bhuta Yadnya yang berskala kecil.
“Krama Adat hanya tidak boleh keluar rumah atau tinggal di rumah saja selama 3 hari sesuai anjuran pemerintah pusat, kecuali yang mempunyai tugas-tugas khusus.
Tentu mendapatkan dispensasi . Sedangkan umat yang bukan Krama Desa Adat diimbau untuk berpartisipasi,” rincinya.
Rabu (8/4) besok, imbuh Putra Sukahet MDA dan PHDI Bali akan menggelar paruman atau rapat untuk finalisasi rencana Nyepi atau Nyipeng Desa Adat tersebut.
“Setelah tanggal 8 April 2020 akan kami susul dengan surat edaran resmi,” tegasnya. Merespons pro kontra di jagat media sosial terkait Nyepi 3 hari ini, Putra Sukahet menekankan Sipeng atau Nyepi dimaksud adalah Nyepi Desa Adat Serempak.
“Hanya tidak keluar rumah saja. Yang lain-lain normal. Bandara, internet, dan lain-lain akan normal. Jadi hanya Eka Brata saja, tidak keluar rumah saja,” tegasnya.
Putra Sukahet menambahkan berdiam diri di rumah (amati lelungan) ini diiringi doa serta ikhtiar penyucian diri dimaksud secara tradisional disebut “masekeb” (mengurung diri secara lahir batin, red).
Disebut juga sebagai “ngeka-brata” (Eka Brata). “Tradisi nyipeng, nyepi, “masekeb” ini dasar sastranya Wiweka,” tutupnya.