28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 3:34 AM WIB

Agama dan Pancasila, Peletak Dasar Indonesia

DASAR negara Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sekaligus sebagai ideologi negara. Isi Pancasila mencangkup nilai-nilai yang jadi pedoman warga dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.

Karena itu, setiap tingkah laku warga Indonesia haruslah berdasar dan mencerminkan nilai Pancasila. Hal ini menegaskan bahwa setiap negara berhak mengatur tingkah laku warganya.

Apakah sesuai dengan nilai yang berlaku atau tidak. Kenapa hal ini perlu? Yang perlu diketahui, suatu Negara perlu mengatur warganya agar dapat menciptakan keharmonisan antarsesama.

Meminimalisir anarkis. Bukankah damai itu indah? Bukankah semua elemen membutuh peraturan agar tidak menimbulkan kegaduhan, kekacauan, dan menghindari dari rasa tidak adanya keadilan.

Pelangaran tiap pelanggaran yang dilakukan oleh individu atau kelompok apakah menyalahi nilai-nilai pancasila atau tidak.

Terbukti salah atau tidaknya dapat ditentukan berdasar aturan yang telah disepakati. Sebagai warga Indonesia yang katanya cinta Indonesia, yang ngakunya sebagai pewaris peradaban,

bunga bangsa, generasi emas, seharusnya setiap individu atau kelompok sadar akan pentingnya implementasian nilai-nilai Pancasila.

Mulai dari nilai Ketuhanan sila ke-1 sampai nilai Kerakyatan pada sila ke-5 apakah sudah terlaksana dengan baik atau belum?

Lalu, bagaimana yang terjadi saat ini setelah nilai-nilai pancasila mulai diabaikan oleh warganya sendiri? Apalagi oleh para pencetak generasi selanjutnya yaitu para pelajar.

Memang di sekolah-sekolah masih banyak yang masih menerapkan mata pelajaran pancasila, tapi itu semata-mata hanya formalitas belaka.

Bagaimana tidak? Ketika itu para siswa dan mahasiswa belajar akan nilai-nilai Pancasila tetapi tidak untuk diimplementasikan, sama aja nol.

Pepatah kuno mengatakan “masuk ke kuping kanan, keluar ke kuping kiri”. Ya, seperti itulah. Miris memang.

Penerapan nilai-nilai Pancasila di Indonesia haruslah dimulai sejak dini sebagai wadah bekal nanti ketika seseorang sudah dengan pendiriannya sendiri.

Yang harus diketahui, walaupun 87,18% warga Indonesia beragama Islam, tetapi indonesia bukanlah  Negara Islam dikarenakan NKRI tidak memberlakukan hukum syariat Islam kecuali di Aceh.

Ini diberlakukan setelah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk mencegah Aceh memisahkan diri dari NKRI.

Dengan adanya UU No.18 Tahun 2001, Aceh mendapat hak otonomi khusus dan dapat memberlakukan hukum syariat Islam di dalam provinsi Aceh dan diberlakukan kepada umat Agama Islam.

Indonesia menjadi suatu Negara dengan beragam perbedaan dan mampu merangkul perbedaan tersebut mulai dari suku, ras, budaya, bahkan agama.

Tapi itu semua bukan jadi penghambatadanya kesatuan karena Indonesia itu Bhineka Tunggal Ika yang berarti “walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.

Danm Negara lain telah mengakui kehebatan Indonesia yang sampai sekarang masih terjaga keutuhannya.

Kita sebagai warga Indonesia haruslah berbangga atas prestasi yang diraih bangsanya dan tugas kita semua menjaga keutuhannya.

Indonesia sangat menjunjung tinggi toleransi beragama. Perjabaran nilai sila pertama yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa akan menjadi pokok dalam dalam hal ini.

Jelas disini bahwasanya Indonesia memegang teguh nilai religius, yang menganggap Tuhan itu ada, semua yang diciptakan di dunia itu atas kehendak Tuhan.

Walaupun dalam praktiknya tiap agama berbeda, tetap kita tidak boleh saling menyalahkan karena kita umat bertoleransi.

Lalu bagaimna dengan yang atheis? Apakah Indonesia juga merangkul para atheis? Sebenarnya beragama adalah hak individu sesuai dengan keyakinannya dan tidak sepantasnya kita memaksakan keyakinan individu tersebut.

Esensi dari nilai sila pertama yaitu tauhid. La ila ha illa Alloh. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tauhid. Sila inilah yang menjadi sumber dari empat sila lainnya.

Indonesia adalah negeri berketuhanan. Maka tidak ada tempat bagi mereka yang berupaya menjadikan negeri Indonesia menjadi negeri sekuler yang jauh dari nilai-nilai keagamaan.

Bangsa ini sangat mengharapkan manusia-manusia yang mampu mencerminkan nilai keempat sila selanjutnya lewat semangat agama yang dinutnya.

Menghargai sila ke-2 yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Islam sendiri yang mengajarkan bahwa setiap insan harus bersikap adil dengan sesama tanpa melihat perbedaan, karena semua di mata Allah itu sama.  

Adab jugalah yang menjadi suatu cakrawala dimana nilai adab itu sangat tinggi bahkan melebihi di atas ilmu. Orang berilmu saja sudah dikatakan mulia.

Apalagi yang masih yang diatasnya. Betapa sangat indah adab itu, dan Pancasila mewadahi nilai tersebut. Lewat sikap tauhidnya diharapkan warga Indonesia mampu mewujudkannya.

Nilai-nilai ketuhanan pula turut menstimulus munculnya rasa kebangsaan. Yaitu rasa cinta kepada tanah air (hubbul wathon) seperti yang telah dicontohkan oleh para pejuang bangsa ini sejak zaman dulu.

Kecintaan terhadap tanah air membuat torehan tinta pada sejarah bangsa, bagaimana para pejuang dahulu dan banyaknya dari kalangan santri turut serta berperang untuk menegakan bangsanya lewat atas penderitaan yang dialaminya.

Bagaimana kondisi Indonesia dahulu yang sedang dijajah, bukan senjata canggih yang dipegangnya tapi hanya hanya sebatang bambu runcing.

Tekad yang kuat melawan musuh pemberontak, serta jeritan Allohu Akbar para pejuang bangsa  mempertahankan  wilayahnya.

Jangan sampai hak kita diambil dari yang bukan haknya itulah yang ada dalam benaknya para pejuang bangsa.

Nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa juga memberikan arahan untuk seluruh anak bangsa untuk memilih pemimpin yang hikmah,

yang amanah, yang bertanggung jawab yang dapat menjadi tuntunan bagi yang dipimpinnya sebagaimana yang tertulis dalam sila ke-4 yakni  kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawataran perwakilan.

Dan sebagai anak bangsa untuk memutuskan suatu perkara memang harus mengedepankan musyawarah dalam mufakat.

Apalagi untuk kepentingan bersama  karena tidak bisa seseorang mengambil keputusan sendiri untuk kepentingan umum. 

Pada akhirnya nilai ketuhanan membentuk jiwa Indonesia menjadi jiwa dengan sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

’Adl atau adil diseru oleh Allah kepada mahluknya agar senantiasa berlaku adil terhadap sesama mahluk. Allah menyuruh berlomba-lomba dalam kebaikan serta mengerjakan amal dan kebaikan secara bersama-sama karena keadilan ini pun harus pula dirasakan oleh setiap rakyat Indonesia.

Keadilan tanpa melihat segala aspek perbedaan baik secara fisik dan lahiriyah. Begitu pula dengan adanya perbedaan suku, ras, agama, jabatan, dan status sosial  karena sejatinya setiap warga Negara berkedudukan sama dihadapkan hukum.

Dari uraian tersebut kita tahu bahwa nilai Pancasila sila ketuhanan yang mencangkup segala aspek nilai yang lainnya maka, apakah kita harus mempertentangkan kembali Islam dengan Pancasila?

Atau bahkan mempertentangan Islam dengan NKRI? Sedangkan fakta sejarah membuktikan bahwa Pancasila dan NKRI muncul dari genersi emas kaum  muslim Indonesia yaitu para santri dengan jihadnya membela negeri.

Adanya perbedaan agama disini mungkin hal yang dipersoalkan. Tetapi bukannya islam sendiri memberi arahan bagaimana cara bersikap kita dalam perbedaan keyakinan.

Islam juga yang menyeru untuk saling memelihara sesama, selagi mereka tidak menganggu kita dalam menjalankan ajaran Islam.

Tidak salah juga jika kita berteman dengan yang bukan satu keyakinan, selama kita masih tetap dalam keyakinan dengan benar dan tidak ikut-ikutan dalam persoalan beda agama dan tidak meyalahi satu sama lain.

Nilai-nilai dalam islam menjadi salah satu dasar dalam merumuskan Pancasila. Jadi haruslah kita menjaga nilai-nilai tersebut agar tetap terjaga perdamaian di Indonesia. (chosiatunnafingah/universitas brawijaya)

 

DASAR negara Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sekaligus sebagai ideologi negara. Isi Pancasila mencangkup nilai-nilai yang jadi pedoman warga dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.

Karena itu, setiap tingkah laku warga Indonesia haruslah berdasar dan mencerminkan nilai Pancasila. Hal ini menegaskan bahwa setiap negara berhak mengatur tingkah laku warganya.

Apakah sesuai dengan nilai yang berlaku atau tidak. Kenapa hal ini perlu? Yang perlu diketahui, suatu Negara perlu mengatur warganya agar dapat menciptakan keharmonisan antarsesama.

Meminimalisir anarkis. Bukankah damai itu indah? Bukankah semua elemen membutuh peraturan agar tidak menimbulkan kegaduhan, kekacauan, dan menghindari dari rasa tidak adanya keadilan.

Pelangaran tiap pelanggaran yang dilakukan oleh individu atau kelompok apakah menyalahi nilai-nilai pancasila atau tidak.

Terbukti salah atau tidaknya dapat ditentukan berdasar aturan yang telah disepakati. Sebagai warga Indonesia yang katanya cinta Indonesia, yang ngakunya sebagai pewaris peradaban,

bunga bangsa, generasi emas, seharusnya setiap individu atau kelompok sadar akan pentingnya implementasian nilai-nilai Pancasila.

Mulai dari nilai Ketuhanan sila ke-1 sampai nilai Kerakyatan pada sila ke-5 apakah sudah terlaksana dengan baik atau belum?

Lalu, bagaimana yang terjadi saat ini setelah nilai-nilai pancasila mulai diabaikan oleh warganya sendiri? Apalagi oleh para pencetak generasi selanjutnya yaitu para pelajar.

Memang di sekolah-sekolah masih banyak yang masih menerapkan mata pelajaran pancasila, tapi itu semata-mata hanya formalitas belaka.

Bagaimana tidak? Ketika itu para siswa dan mahasiswa belajar akan nilai-nilai Pancasila tetapi tidak untuk diimplementasikan, sama aja nol.

Pepatah kuno mengatakan “masuk ke kuping kanan, keluar ke kuping kiri”. Ya, seperti itulah. Miris memang.

Penerapan nilai-nilai Pancasila di Indonesia haruslah dimulai sejak dini sebagai wadah bekal nanti ketika seseorang sudah dengan pendiriannya sendiri.

Yang harus diketahui, walaupun 87,18% warga Indonesia beragama Islam, tetapi indonesia bukanlah  Negara Islam dikarenakan NKRI tidak memberlakukan hukum syariat Islam kecuali di Aceh.

Ini diberlakukan setelah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk mencegah Aceh memisahkan diri dari NKRI.

Dengan adanya UU No.18 Tahun 2001, Aceh mendapat hak otonomi khusus dan dapat memberlakukan hukum syariat Islam di dalam provinsi Aceh dan diberlakukan kepada umat Agama Islam.

Indonesia menjadi suatu Negara dengan beragam perbedaan dan mampu merangkul perbedaan tersebut mulai dari suku, ras, budaya, bahkan agama.

Tapi itu semua bukan jadi penghambatadanya kesatuan karena Indonesia itu Bhineka Tunggal Ika yang berarti “walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.

Danm Negara lain telah mengakui kehebatan Indonesia yang sampai sekarang masih terjaga keutuhannya.

Kita sebagai warga Indonesia haruslah berbangga atas prestasi yang diraih bangsanya dan tugas kita semua menjaga keutuhannya.

Indonesia sangat menjunjung tinggi toleransi beragama. Perjabaran nilai sila pertama yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa akan menjadi pokok dalam dalam hal ini.

Jelas disini bahwasanya Indonesia memegang teguh nilai religius, yang menganggap Tuhan itu ada, semua yang diciptakan di dunia itu atas kehendak Tuhan.

Walaupun dalam praktiknya tiap agama berbeda, tetap kita tidak boleh saling menyalahkan karena kita umat bertoleransi.

Lalu bagaimna dengan yang atheis? Apakah Indonesia juga merangkul para atheis? Sebenarnya beragama adalah hak individu sesuai dengan keyakinannya dan tidak sepantasnya kita memaksakan keyakinan individu tersebut.

Esensi dari nilai sila pertama yaitu tauhid. La ila ha illa Alloh. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tauhid. Sila inilah yang menjadi sumber dari empat sila lainnya.

Indonesia adalah negeri berketuhanan. Maka tidak ada tempat bagi mereka yang berupaya menjadikan negeri Indonesia menjadi negeri sekuler yang jauh dari nilai-nilai keagamaan.

Bangsa ini sangat mengharapkan manusia-manusia yang mampu mencerminkan nilai keempat sila selanjutnya lewat semangat agama yang dinutnya.

Menghargai sila ke-2 yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Islam sendiri yang mengajarkan bahwa setiap insan harus bersikap adil dengan sesama tanpa melihat perbedaan, karena semua di mata Allah itu sama.  

Adab jugalah yang menjadi suatu cakrawala dimana nilai adab itu sangat tinggi bahkan melebihi di atas ilmu. Orang berilmu saja sudah dikatakan mulia.

Apalagi yang masih yang diatasnya. Betapa sangat indah adab itu, dan Pancasila mewadahi nilai tersebut. Lewat sikap tauhidnya diharapkan warga Indonesia mampu mewujudkannya.

Nilai-nilai ketuhanan pula turut menstimulus munculnya rasa kebangsaan. Yaitu rasa cinta kepada tanah air (hubbul wathon) seperti yang telah dicontohkan oleh para pejuang bangsa ini sejak zaman dulu.

Kecintaan terhadap tanah air membuat torehan tinta pada sejarah bangsa, bagaimana para pejuang dahulu dan banyaknya dari kalangan santri turut serta berperang untuk menegakan bangsanya lewat atas penderitaan yang dialaminya.

Bagaimana kondisi Indonesia dahulu yang sedang dijajah, bukan senjata canggih yang dipegangnya tapi hanya hanya sebatang bambu runcing.

Tekad yang kuat melawan musuh pemberontak, serta jeritan Allohu Akbar para pejuang bangsa  mempertahankan  wilayahnya.

Jangan sampai hak kita diambil dari yang bukan haknya itulah yang ada dalam benaknya para pejuang bangsa.

Nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa juga memberikan arahan untuk seluruh anak bangsa untuk memilih pemimpin yang hikmah,

yang amanah, yang bertanggung jawab yang dapat menjadi tuntunan bagi yang dipimpinnya sebagaimana yang tertulis dalam sila ke-4 yakni  kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawataran perwakilan.

Dan sebagai anak bangsa untuk memutuskan suatu perkara memang harus mengedepankan musyawarah dalam mufakat.

Apalagi untuk kepentingan bersama  karena tidak bisa seseorang mengambil keputusan sendiri untuk kepentingan umum. 

Pada akhirnya nilai ketuhanan membentuk jiwa Indonesia menjadi jiwa dengan sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

’Adl atau adil diseru oleh Allah kepada mahluknya agar senantiasa berlaku adil terhadap sesama mahluk. Allah menyuruh berlomba-lomba dalam kebaikan serta mengerjakan amal dan kebaikan secara bersama-sama karena keadilan ini pun harus pula dirasakan oleh setiap rakyat Indonesia.

Keadilan tanpa melihat segala aspek perbedaan baik secara fisik dan lahiriyah. Begitu pula dengan adanya perbedaan suku, ras, agama, jabatan, dan status sosial  karena sejatinya setiap warga Negara berkedudukan sama dihadapkan hukum.

Dari uraian tersebut kita tahu bahwa nilai Pancasila sila ketuhanan yang mencangkup segala aspek nilai yang lainnya maka, apakah kita harus mempertentangkan kembali Islam dengan Pancasila?

Atau bahkan mempertentangan Islam dengan NKRI? Sedangkan fakta sejarah membuktikan bahwa Pancasila dan NKRI muncul dari genersi emas kaum  muslim Indonesia yaitu para santri dengan jihadnya membela negeri.

Adanya perbedaan agama disini mungkin hal yang dipersoalkan. Tetapi bukannya islam sendiri memberi arahan bagaimana cara bersikap kita dalam perbedaan keyakinan.

Islam juga yang menyeru untuk saling memelihara sesama, selagi mereka tidak menganggu kita dalam menjalankan ajaran Islam.

Tidak salah juga jika kita berteman dengan yang bukan satu keyakinan, selama kita masih tetap dalam keyakinan dengan benar dan tidak ikut-ikutan dalam persoalan beda agama dan tidak meyalahi satu sama lain.

Nilai-nilai dalam islam menjadi salah satu dasar dalam merumuskan Pancasila. Jadi haruslah kita menjaga nilai-nilai tersebut agar tetap terjaga perdamaian di Indonesia. (chosiatunnafingah/universitas brawijaya)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/