28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 6:20 AM WIB

Kasus Positif Naik saat New Normal, Ini Respons Profesor Virologi Unud

DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster resmi memberlakukan new normal, Kamis (9/7) lalu. Secara umum masyarakat menengah ke bawah menyambut baik kebijakan tersebut.

Apalagi roda ekonomi harus terus berputar setelah pandemic Covid-19 tak kunjung mereda. Namun, kebijakan ini rawan jadi masalah besar kemudian hari.

Apalagi, kalau sampai masyarakat tidak menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Potensi penularan Covid-19 akan jadi besar.

Kondisi tersebut yang menjadi catatan Guru Besar Virologi dan Molekular Biologi Universitas Udayana Prof Dr Drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika.

“Saya sudah bilang new normal apakah benar saatnya sekarang? Perlu telaah, jangan keburu dibuat jadi sebuah putusan,” kata Prof Mahardika.

Menurutnya, berdasar data ada indikasi kasus masih meningkat. Apalagi, Bali dikelilingi daerah dengan risiko tinggi, yakni Jawa timur dan Makassar, Sulawesi Selatan.

Analisis ini menjadi kuat setelah kasus positif di Bali tak kunjung mereda. Angka kematian juga menunjukkan grafik peningkatan.

“Kalau Bali buka sektor pariwisata, yang harus diingat, wisatawan domestik juga berisiko tinggi, bisa saja mereka carrier,” bebernya.

Yang perlu diperhitungkan, kata dia, rumah sakit khususnya rumah sakit besar sudah dipenuhi pasien Covid-19. Tim medis juga banyak yang terpapar Covid-19.

“Pertanyaan apakah penerapan new normal sudah tepat? Perlu ditinjau kembali,” beber Prof Dr Drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika.

Justru Prof Mahardika berpandangan kebijakan new normal ini kental bernuansa politik, tidak berdasar pertimbangan scientific yang matang.

Kalau sampai kasus positif terus meningkat, dan pasien di rumah sakit membludak, kredibilitas Bali dipertaruhkan.

“Menurut analisis saya, kurang tepat memberlakukan new normal saat ini. Apalagi ada rapid test dan PCR test yang digunakan sebagai persyaratan administrasi mau keluar masuk Bali,” pungkasnya.

DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster resmi memberlakukan new normal, Kamis (9/7) lalu. Secara umum masyarakat menengah ke bawah menyambut baik kebijakan tersebut.

Apalagi roda ekonomi harus terus berputar setelah pandemic Covid-19 tak kunjung mereda. Namun, kebijakan ini rawan jadi masalah besar kemudian hari.

Apalagi, kalau sampai masyarakat tidak menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Potensi penularan Covid-19 akan jadi besar.

Kondisi tersebut yang menjadi catatan Guru Besar Virologi dan Molekular Biologi Universitas Udayana Prof Dr Drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika.

“Saya sudah bilang new normal apakah benar saatnya sekarang? Perlu telaah, jangan keburu dibuat jadi sebuah putusan,” kata Prof Mahardika.

Menurutnya, berdasar data ada indikasi kasus masih meningkat. Apalagi, Bali dikelilingi daerah dengan risiko tinggi, yakni Jawa timur dan Makassar, Sulawesi Selatan.

Analisis ini menjadi kuat setelah kasus positif di Bali tak kunjung mereda. Angka kematian juga menunjukkan grafik peningkatan.

“Kalau Bali buka sektor pariwisata, yang harus diingat, wisatawan domestik juga berisiko tinggi, bisa saja mereka carrier,” bebernya.

Yang perlu diperhitungkan, kata dia, rumah sakit khususnya rumah sakit besar sudah dipenuhi pasien Covid-19. Tim medis juga banyak yang terpapar Covid-19.

“Pertanyaan apakah penerapan new normal sudah tepat? Perlu ditinjau kembali,” beber Prof Dr Drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika.

Justru Prof Mahardika berpandangan kebijakan new normal ini kental bernuansa politik, tidak berdasar pertimbangan scientific yang matang.

Kalau sampai kasus positif terus meningkat, dan pasien di rumah sakit membludak, kredibilitas Bali dipertaruhkan.

“Menurut analisis saya, kurang tepat memberlakukan new normal saat ini. Apalagi ada rapid test dan PCR test yang digunakan sebagai persyaratan administrasi mau keluar masuk Bali,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/