JEMBRANA, Radar Bali- Pasca ground breaking Jalan Tol Jagat Kerthi Bali oleh Menteri PUPR, Basuki Hadimulyono bersama Gubernur Bali, Wayan Koster pada, Sabtu (Saniscara Wage, Prangbakat) (10/9) di Pekutatan, Jembrana apresiasi hadir dari berbagai kalangan. Karena tidak saja menjadi jalan tol pertama di Indonesia yang dilengkapi fasilitas jalur sepeda, namun tol yang dibangun di era kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster ini juga akan melalui 3 kabupaten, 13 kecamatan, dan 58 desa dengan panjang 96,21 km.
Ketua DPRD Jembrana, Ni Made Sri Sutharmi mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Koster atas pembangunan tol tersebut. “Ini sangat berdampak terhadap peningkatan perekonomian masyarakat di Jembrana. Dengan adanya Jalan Tol Jagat Kerthi Bali, kami di Jembrana akan mampu meningkatkan perekonomian dari sektor pariwisata.
Jadi infrastruktur jalan tol yang dibangun di era Bapak Gubernur Bali, Wayan Koster selain mampu mewujudkan pemerataan pembangunan di Bali Barat dengan Bali Selatan atau kabupaten/kota lainnya di Bali, Jalan Tol Jagat Kerthi Bali juga akan menjadi jalan pembuka kesejahteraan masyarakat Jembrana. Sekali lagi ini jalan sangat penting menjadi akses percepatan pelayanan industri pariwisata di Kabupaten Jembrana yang kami cintai,” ucapnya, Senin (12/9).
Senada, Ketua DPRD Tabanan, I Made Dirga menegaskan pembangunan Jalan Tol Jagat Kerthi Bali yang menghubungkan Gilimanuk-Mengwi selain mampu mengembangkan potensi pariwisata dan industry juga jadi penanda Bali Era Baru membuka akses pengembangan pariwisata di Tabanan berbasis desa wisata.
“Atas nama masyarakat Tabanan, saya Ketua DPRD Tabanan mengucapkan banyak terima kasih kepada Gubernur Bali, Bapak Wayan Koster karena sudah membangun jalan tol yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Kabupaten Tabanan. Ini terobosan yang sangat tepat dilakukan oleh Gubernur Bali kita untuk menjawab perasaan masyarakat Tabanan yang selama ini selalu dihantui oleh jalur tengkorak. Jadi Jalan Tol Jagat Kerthi Bali adalah jawaban untuk memperlancar lalu lintas masyarakat Tabanan pada khususnya, dan masyarakat Bali pada umumnya dalam berkendaraan guna terwujudnya rasa aman dan nyaman,” ujarnya.
Akademisi Universitas Udayana yang membidangi transportasi, Prof. Ir. Putu Alit Suthanaya, ST, MEngSc, PhD menilai Tol Jagat Kerthi Bali sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Bali. Dalam tataran teoritis, idealnya luas jaringan jalan sekitar 15 persen dari luas wilayah. Sebagai ilustrasi, luas jaringan jalan dibandingkan luas wilayah perkotaan Sarbagita hanya sekitar 6 persen. Artinya Bali masih kekurangan jaringan jalan. Beberapa kali dulu sudah pernah dikaji kelayakan pembangunan jalan tol tersebut, namun tak pernah kunjung terealisasi.
“Rencana-rencana trase yang sudah dibuat dulu, saat ini sudah dipenuhi bangunan. Kita patut syukuri akhirnya pembangunan jalan tol ini segera bisa diwujudkan. Pembangunan jalan merupakan upaya mengatasi masalah lalu lintas melalui aspek supply. Mengingat luas jalan masih belum ideal. Artinya bahwa kita memerlukan upaya lain untuk mengurangi beban lalu lintas, sehingga kebutuhan untuk membangun jalan dapat ditekan melalui skema demand management, yaitu dengan memindahklan sebagian pengguna jalan ke sistem angkutan umum massal,” ujar Prof. Alit.
Apakah tol ini mampu menekan angka lakalantas? Prof. Alit menyatakan Jalur Denpasar-Gilimanuk dikenal sebagai Jalur Tengkorak akibat tingginya tingkat fatalitas kecelakaan lalu lintas. Sebagai sebuah jalan nasional dengan fungsi arteri primer, kondisi geometrik jalan eksisting tidak memadai. Setelah berulangkali terjadi fatalitas kecelakaan yang tinggi kemudian baru dibuat beberapa short-cut untuk memperbaiki geometrik jalan. Seringkali dianggap bahwa faktor perilaku pengemudi sebagai penyebab utama tingginya fatalitas kecelakaan.
“Dari sini kita dapat belajar bahwa aspek geometrik jalan yang tidak memadai juga merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan. Apabila nanti jalan tol ini terbangun, maka diperkirakan akan dapat mengurangi angka kecelakaan yang terjadi. Kita bisa membuat kajian before and after study setelah nanti jalan tol ini terbangun untuk membuktikannya,” ungkapnya.
Prof. Alit menyebut jalan tol Gilimanuk-Mengwi sepanjang 96,21 km mengurangi waktu tempuh secara signifikan, baik untuk pergerakan orang maupun barang. Penurunan waktu tempuh berarti penurunan biaya transportasi yang berpengaruh pada percepatan pertumbuhan perekonomian. “Dari sisi distribusi logistik, yang perlu segera dipikirkan adalah keberadaan terminal barang, terutama untuk distribusi logistik di Bali Selatan. Demikian juga untuk keperluan distribusi logistik hasil pertanian.
Jadi keberadaan jalan tol ini akan meningkatkan kompetisi jalur distribusi logistik lintas Jawa-Lombok antara melalui darat dan melalui laut (tol laut). Namun yang masih menjadi permasalahan adalah belum teratasinya kemacetan di wilayah perkotaan Sarbagita, karena jalan tol ini baru akan dibangun sampai di Mengwi. Diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya bottle neck pada akses tol dari/ke wilayah perkotaan Sarbagita. Pergerakan orang maupun barang lintas Jawa-Lombok akan masih memasuki jaringan jalan di wilayah perkotaan Sarbagita. Idealnya wilayah perkotaan Sarbagita memiliki jalan lingkar bebas hambatan untuk mengurangi beban lalu lintas terusan memasuki jaringan jalan di wilayah perkotaan Sarbagita,” sebutnya.
Akhir kata, Prof. Alit tegaskan jalan tol yang dibangun di era Gubernur Koster memicu pemerataan ekonomi, terutama ke wilayah Bali Barat. Untuk memberikan dampak ekonomi yang signifikan dengan catatan dikembangan sentra-sentra ekonomi di wilayah sekitarnya. (adv/ken)