RadarBali.com – Penembokan pintu masuk menuju Gardu Induk 150 KV Pemecutan Kelod, Jalan Imam Bonjol Denpasar, Sabtu (14/10) kemarin mendapat reaksi keras dari PT PLN (Persero) Distribusi Bali.
Masalah inipun dilaporkan ke Polsek Denpasar Barat. Manajer Hukum, Komunikasi, dan Pertanahan PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Timur dan Bali I Surabaya,
Herry Zulkarnaen menandaskan, sejak awal pihaknya membuka peluang agar masalah ini diselesaikan lewat jalur semestinya, yakni pengadilan.
“Kalau memang tanah yang diklaim milik almarhum I Gusti Made Mentog, buktinya mana? Sampai saat ini PLN belum menemukan solusi lain di luar pengadilan,” ucapnya.
Dijelaskan, persoalan ini muncul tahun 2014. Sementara PLN telah membebaskan tanah pada Desember 2006.
“Kita membebaskan enam bidang tanah. Semua memiliki sertifikat hak milik, bukti-bukti kepemilikan,” tandas Herry.
Lanjutnya, pada 2014 pihak yang mengaku ahli waris I Gusti Made Mentog membuat laporan ke Ombusman.
Selanjutnya PLN, pelapor, dan pihak terkait berulangkali dipanggil. Setelah beberapa kali pertemuan (5-6 pertemuan red) kasus dihentikan oleh Ombusman karena bukti-bukti yang disampaikan oleh pelapor tidak mencukupi.
“Legal standing tak ada,” ungkapnya. Meski demikian musyawarah mufakat tetap digelar dan tetap tidak membuahkan hasil karena
para ahli waris kembali tidak bisa menunjukkan bukti-bukti yang menegaskan bahwa tanah itu milik almarhum I Gusti Made Mentog dan merupakan hak mereka.
“PLN dituduh mengambil tanah, tapi tak ada buktinya. Tanah-tanah yang dipagar oleh PLN merupakan tanah yang sudah dibebaskan pada 2006 oleh pemiliknya sendiri,” tandasnya.
Herry Zulkarnaen juga menyebut para ahli waris juga membuat pengaduan ke DPD (Arya Wedakarna red). Ada dua kali pertemuan.
Pada akhir pertemuan kedua, diperoleh kesimpulan bahwa ini masalah hukum. “Jadi harus diselesaikan lewat jalur hukum, yakni pengadilan.
Solusi terbaik bila mereka meyakini tanah ini miliknya adalah pengadilan. Silakan mengadu. Silakan buat laporan ke pengadilan negeri. PLN patuh hukum.
Taat hukum. Tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa PLN boleh tidak menaati hukum,” bebernya. Apapun keputusan pengadilan, imbuh Herry PLN akan laksanakan.
Pada pertemuan terakhir, Kamis (12/10) lalu, jelasnya, Kapolsek Denpasar Barat Kompol Gede Sumena yang menjadi mediator bagi kedua pihak juga menyarankan masalah diselesaikan di pengadilan agar memiliki kekuatan hukum.
Menyoal legal standing yang tak dimiliki ahli waris, Herry Zulkarnaen menyebut berkaitan dengan bukti-bukti kepemilikan atas tanah yang diklaim.
“SPPT sudah kita cek (SPPT yang dibayarkan ahli waris red). Itu bukan di tanah PLN SPPT-nya. Tidak tahu kita tanah siapa.
Tanah yang diklaim itu PLN yang membayar SPPT dan pajaknya setiap tahun,” terangnya sembari menyebut pihaknya sudah melakukan pengecekan langsung ke Dispenda.
“Ternyata tanah yang mereka klaim PLN yang membayar pajaknya,” tegasnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tanah yang oleh ahli waris ini klaim adalah tanah Gusti Pemecutan.
“Ada sertifikat hak miliknya. Itu yang kami bebaskan. Kalau mereka mengklaim itu tanah almarhum Made mentog saya tidak tahu di mana.
Ini (tanah Gusti Pemecutan red) kan ada sertifikatnya sejak dibebaskan,” jelasnya sembari menyebut tanah dibebaskan dari tangan pertama alias pemilik tanah.
Menariknya, meski enam bidang tanah tersebut sudah dibeli sejak 2006 hingga kini belum ada sertifikat secara global.
“Masih proses. Hambatannya adalah hal-hal semacam ini,” tegas Herry. Ditambahkannya, PLN tidak menganggap klaim ini sebagai suatu sengketa karenanya dia berharap proses penyertifikan yang tertunda 11 tahun oleh BPN segera dirampungkan.
“Kalau masalah klaim-mengklaim siapa saja bisa,” tantangnya. Disinggung soal penyertifikatan oleh BPN, Zulkarnaen menjawab yang resmi berisi kop BPN, ada legenda, dan tanda tangan.
“Saya tidak tahu milik mereka berisi hal-hal resmi itu atau bagaimana. Yang jelas bila ingin kepastian PLN membuka peluang masalah ini diselesaikan lewat jalur yang semestinya, yakni pengadilan,” tutupnya.