DENPASAR – Warga Desa Adat Kuta geram. Pasalnya, pekerja migran dari luar Kabupaten Badung, dikarantina di wilayah Kuta yang notabene bukan dari Badung.
Keresahan warga itu dilontarkan Bendesa Adat Kuta, Wayan Wasista, kemarin. Dia mengatakan, pihak desa adat tidak diberitahu terkait keberadaan pekerja migran dari luar Badung yang dikarantina di salah satu hotel di Kuta.
“Jadi, kemarin ada rapat yang melibatkan Pak Wakil Bupati Karangasem, tetapi saya tidak diikutsertakan kalau akan ada penempatan pekerja migran dari Karangasem.
Saya tidak diajak rembuk. Tetapi, tiba-tiba (pekerja migran) sudah ditempatkan di sana. Masyarakat tahu kenapa ada pekerja migran dari luar Badung menempatkan pekerja migran di Legian dan Kuta.
Kalau pekerja migran yang baru datang diterima provinsi setelah ada rapid test, kalau positif ditangani provinsi dan negatif diambil tanggung jawab kabupaten/kota, masyarakat tahu itu,” sesalnya
Menurutnya, warga Kuta kecewa bahwa melihat di media sosial banyak pekerja migran ditempatkan di Kuta. Masyarakat menanyakan langsung ke bendesa adat. Bahkan dengan omongan jelek-jelek.
Mereka mempertanyakan tanggung jawab kabupaten/kota terhadap pekerja migran dari daerahnya. Sedangkan Kuta ingin mempertahankan zero Covid-19.
” Masyarakat jadi bingung dan takut. Ini dia pertanyaan seperti itu tidak bisa jawab. Sekarang saya jawab. Ada yang bilang sementara
tempat transit seperti Grand Inna dan di Patra Jasa. Hanya transit ada beberapa hotel di karantina wilayah Kuta dan Legian,” ucapnya.
Sebab, dalam pengertian mereka, rapid test tidak sepenuhnya valid. Ada masa inkubasi virus selama 14 hari. Apalagi, kata Wasista, kasus positif banyak disumbangkan oleh pekerja migran.
“Belum bisa menjamin bahwa mereka negatif. Masa inkubasi 14 hari. Kasus Covid – 19 datang dari pekerja migran yang karantina individu maka disarankan di hotel yang bisa diawasi.
Janganlah dibebankan di Kuta. Sedangkan kita imbau masyarakat tidak keluar menaati seperti ini. Jadi objek masalahnya ke saya.
Saya datang ke masing-masing hotel berkomunikasi kalau bisa tanggung jawab kabupaten/kota. Yang ada komunikasi hanya Badung. Kami mempertanyakan dengan pihak manajemen minta kejelasan.
Tolong juga jaga nama Kuta jangan dibebankan wilayah kuta,” jelasnya. Kedatangannya ke pihak manajemen bersama Bendesa adat Legian, Lurah dan Camat Kuta berserta tokoh-tokoh masyarakat.