DENPASAR – Sampai saat ini wacana kereta masih terus bergulir. Gubernur Bali Wayan Koster terus berupaya untuk mewujudkan moda transportasi publik masa depan Bali.
Sikap ngotot Gubernur Bali dipicu masalah klasik; disebut-sebut jumlah kendaraan yang beredar di Bali jumlahnya hampir dengan jumlah penduduk di Bali.
“Rasio kendaraan dan kepadatan penduduk di Bali hampir satu banding satu, ya hampir 0,97 atau 0,98. Itu artinya, satu bayi yang baru lahir sudah punya kendaraan.
Kalau aktivitas ekonomi naik, jumlah kendaraan akan naik lagi,” ungkap Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali I Gede Samsi Gunartha saat diwawancarai kemarin.
Samsi menyatakan bahwa feasibility study (FS) yang pertama sudah dibuat oleh Kementerian PUPR, dan bahkan sudah berlanjut ke proses pembahasan dan dibuat DED.
Namun, secara teknis kelihatan tingkat kelayakan masih kurang. “Kita cari peluang trase yang lain. Prioritas Mengwitani- Singaraja. Prioritas KPBU prakarsa pemerintah. Kemudian dilelang,” katanya.
Diakui, berdasar hasil studi FS proyek kerata api di Bali bagus dan efektif. Sebab, angkutan darat yang ada saat ini kerap memicu macet di jalan.
“Pilihannya memperbesar kapasitas, dengan menambah jaringan atau jalan lain diperbaiki atau bikin jalan tol atau menambah angkutan massal,” bebernya.
Disinggung beberapa provinsi yang sudah dibangun kereta, tapi malah sepi penumpang, alumni ITB ini mengatakan bahwa semua system transportasi pasti membutuhkan waktu.
Kuncinya, pelayanan harus optimal dan performa harus bagus. ” Kita nggak bisa mengharapkan awal penuh. Naturenya seperti itu,” ucapnya.
Untuk alternatif kemungkinan kereta berlistrik, tinggal dilakukan verifikasi lagi. Sedangkan waktu yang dibutuhkan dari kajian sampai realisasi, tergantung pada proses penganggaran.
“Kalau waktu ngikutin prosesnya penganggaran benar-benar satu kali, lama bisa sampai tiga tahunan,” tukasnya.
Saat ditanya jumlah anggaran yang dibutuhkan, Samsi mengaku anggaran belum selesai dihitung.
Yang jelas, penganggaran akan dilakukan dengan system kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha. “Sebetulnya dibayar oleh pemerintah melalui badan usaha,” tandasnya.