MANGUPURA – Sejumlah ternak babi di sentra ternak babi di Badung dilaporkan mati mendadak.
Kematian ini masih mengundang tanda tanya. Dinas Pertanian dan Pangan Badung mengambil sampel dari ternak yang mati
sudah dibawa ke Balai Besar Veteriner Denpasar untuk dilakukan pengujian untuk mengetahui penyebab kematian.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung I Wayan Wijana yang mengakui menerima banyak laporan kematian ternak babi.
“Ya, benar ada sejumlah laporan tentang kematian ternak babi, tapi kita sudah ambil langkah-langkah, dengan menurunkan tim langsung ke peternak,” kata Wijana kemarin.
Selain membawa sampel ternak babi yang mati ke laboratorium Bali Besar Veteriner Denpasar untuk di uji, pihaknya jug telah membagikan disinfektan kepada peternak.
Disinfektan ini akan disemprotkan ke kandang, dan yang tak kalah penting menurutnya peternak agar tetap menjaga kebersihan kandang.
Begitu juga Kabid Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung I Gde Asrama menjelaskan,
laporan kematian babi terutama dari sentra-sentra peternakan babi di Kecamatan Abiansemal dan Kecamatan Mengwi.
Namun, untuk data pasti jumlah kematian, pihaknya masih melakukan perekapan dari laporan-laporan yang telah masuk.
Tujuannya untuk membandingkan antara jumlah populasi dengan tingkat kematian. “Kita masih menunggu hasil analisa sampel yang
telah kita bawa ke laboratorium Veteriner Denpasar. Semoga hasilnya bisa keluar dalam waktu dekat,” ujarnya.
Lebih lanjut, sebelum keluarnya hasil resmi dari Laboratorium Bali Besar Veteriner Denpasar pihaknya belum berani banyak berkomentar.
Akan tetapi secara umum ada tiga jenis penyakit utama yang menyerang babi. Yaitu Classical Swine Fever (CSF), dan Streptococcus Suis.
Untuk kedua penyakit ini masih bisa diobati, dengan melakukan vaksinasi. Nah, penyakit yang paling berbahaya adalah African Swine Fever, disingkat ASF.
Penyakit yang sering disebut virus Flu Babi Afrika ini ditemukan pada peternak babi di Sumatera Utara ini sampai sekarang belum ditemukan obatnya.
“Mudah-mudahan saja ASF tidak sampai masuk ke Bali, karena belum ditemukan obatnya,”ujarnya.
Sementara Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa mengakui telah memantau laporan kematian ternak babi yang terjadi di Badung.
Laporan yang masuk misalnya dari peternak di Tangeb, Bongkasa, Sedang, Jagapati dan beberapa wilayah lain.
“Kita belum bisa pastikan apakah penyebab kematian adalah ASF atau bukan, sebelum keluarnya hasil laboratorium.
Tapi yang jelas pemerintah dalam hal ini Bidang Kesehatan Hewan sudah turun ke lapangan,” terangnya.
Namun, dari pantau dan kondisi lapangan, menurutnya kemungkinan kecil terjangkit ASF.
“Sepengetahuan saya kalau terjangkit ASF, tingkat kematian bisa mencapai 100 persen. Misalkan peternak memiliki 10 ekor minimal 8 ekor yang mati dan yang 2 ekor
pasti akan mati juga. Tapi yang terjadi di peternak Badung, dari 10 ekor ternak paling yang mati 1 hingga 2 ekor,” pungkasnya.