25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:14 AM WIB

Ternyata Ini Penyebab Bandara Tidak Cocok Dibangun di Buleleng

DENPASAR – Pemprov Bali masih belum menyerah atas pembatalan megaproyek pembangunan bandara internasional di Buleleng oleh pemerintah pusat.

Gubernur Pastika menilai hasil tim survei World Bank yang dijadikan dasar pemerintah pusat tidak lengkap dan perlu dilakukan survei ulang.

Menurutnya, bandara tidak cocok di bangun di Buleleng karena mereka hanya melihat aspek bisnis saja, yaitu untung rugi.

Menurut tim studi World Bank, bandara tidak cocok di Buleleng karena penumpangnya tidak cukup. Sebab di Buleleng tidak ada yang dilihat karena pantainya berpasir hitam.

Pastika menegaskan, pertimbangan hanya dari segi fisik saja tidak fair. Buleleng tidak dilirik karena selama ini tidak ada infrastruktur memadai, sehingga orang Bali Timur, Barat, Utara semua mencari makan di Bali Selatan.

“Hanya orang-orang tua, orang miskin yang ada di sana (Buleleng). Mereka tidak menghitungkan hal seperti itu,” tandasnya.

Pembangunan bandara tidak melibatkan dana atau uang APBN karena APBN terbatas. Dana APBN banyak digunakan membangun infrastruktur di daerah pinggiran.

Tapi, ada pola lain yang bisa dipakai membiayai pembangunan bandara. Lagi pula, lanjut Pastika, sudah ada dua perusahaan

konsultan yang sudah empat tahun melakukan riset bahkan yang satu sudah menyelesaikan feasiblity studi (studi kelayakan).

Pastika berpendapat, sejatinya pemerintah pusat tinggal memilih di antara dua calon perusahaan (PT. Bibu Panji Sakti dan PT. Pembari) yang sudah melakukan studi kelayakan.

Di antara dua perusahaan yang dipilih yang nantinya akan membangunan bandara. Terkait penilaian harus dibikin jalan terlebih dahulu baru bandara, Pastika mengatakan tidak sependapat.

Katanya, untuk apa bikin jalan kalau tidak ada bandara. Karena itu semua harus dikerjakan simultan.

“Bangun bandara itu kan tidak setahun dua tahun. Tapi lebih lima tahun. Bayangkan tahun 2025 – 2030 ke depan Bandara Ngurah Rai sudah seperti apa?,” bebernya.

Bandara Ngurah Rai sulit dikembangkan karena lahannya terbatas. Kalau perluasan lagi mesti reklamasi.

Menteri kelautan tidak akan memberikan izin kalau tanpa rekomendasi pemerintah provinsi dan kabupaten. Pastika pun meminta tim studi datang kembali ke Bali melakukan survei ulang.

“Mereka akhirnya setuju datang lagi kembali ke Bali melakukan studi yang komprehensif dengan meleibatkan pemerintah, DPRD,

tokoh-tokoh masyarakat, akademisi dan LPPM Unud. Kami sedang berjuang, masyarakat tidak perlu resah,” pungkasnya.

DENPASAR – Pemprov Bali masih belum menyerah atas pembatalan megaproyek pembangunan bandara internasional di Buleleng oleh pemerintah pusat.

Gubernur Pastika menilai hasil tim survei World Bank yang dijadikan dasar pemerintah pusat tidak lengkap dan perlu dilakukan survei ulang.

Menurutnya, bandara tidak cocok di bangun di Buleleng karena mereka hanya melihat aspek bisnis saja, yaitu untung rugi.

Menurut tim studi World Bank, bandara tidak cocok di Buleleng karena penumpangnya tidak cukup. Sebab di Buleleng tidak ada yang dilihat karena pantainya berpasir hitam.

Pastika menegaskan, pertimbangan hanya dari segi fisik saja tidak fair. Buleleng tidak dilirik karena selama ini tidak ada infrastruktur memadai, sehingga orang Bali Timur, Barat, Utara semua mencari makan di Bali Selatan.

“Hanya orang-orang tua, orang miskin yang ada di sana (Buleleng). Mereka tidak menghitungkan hal seperti itu,” tandasnya.

Pembangunan bandara tidak melibatkan dana atau uang APBN karena APBN terbatas. Dana APBN banyak digunakan membangun infrastruktur di daerah pinggiran.

Tapi, ada pola lain yang bisa dipakai membiayai pembangunan bandara. Lagi pula, lanjut Pastika, sudah ada dua perusahaan

konsultan yang sudah empat tahun melakukan riset bahkan yang satu sudah menyelesaikan feasiblity studi (studi kelayakan).

Pastika berpendapat, sejatinya pemerintah pusat tinggal memilih di antara dua calon perusahaan (PT. Bibu Panji Sakti dan PT. Pembari) yang sudah melakukan studi kelayakan.

Di antara dua perusahaan yang dipilih yang nantinya akan membangunan bandara. Terkait penilaian harus dibikin jalan terlebih dahulu baru bandara, Pastika mengatakan tidak sependapat.

Katanya, untuk apa bikin jalan kalau tidak ada bandara. Karena itu semua harus dikerjakan simultan.

“Bangun bandara itu kan tidak setahun dua tahun. Tapi lebih lima tahun. Bayangkan tahun 2025 – 2030 ke depan Bandara Ngurah Rai sudah seperti apa?,” bebernya.

Bandara Ngurah Rai sulit dikembangkan karena lahannya terbatas. Kalau perluasan lagi mesti reklamasi.

Menteri kelautan tidak akan memberikan izin kalau tanpa rekomendasi pemerintah provinsi dan kabupaten. Pastika pun meminta tim studi datang kembali ke Bali melakukan survei ulang.

“Mereka akhirnya setuju datang lagi kembali ke Bali melakukan studi yang komprehensif dengan meleibatkan pemerintah, DPRD,

tokoh-tokoh masyarakat, akademisi dan LPPM Unud. Kami sedang berjuang, masyarakat tidak perlu resah,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/