DENPASAR – Upaya I Nengah Sumerta, petani muda asal Klungkung membongkar 1.527 kepalsuan dan kebohongan anggota DPD RI Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa atau AWK berlanjut.
Mirisnya, aib kedua AWK yang dibongkar Sumerta sangat sensitif. Politisi yang sempat terjun di dunia modeling dan menjadi cover boy Majalah Aneka itu mengklaim ayahnya
I Made Wedastera Suyasa adalah tokoh yang berjasa dalam memperjuangkan agama Hindu agar diakui sebagai agama resmi di Indonesia.
AWK juga dinilai dengan sengaja ingin mengaburkan sejarah dengan menyebut hanya Narendra Dev Pandit Shastri (1920-2001) seorang diri yang menyusun mantra Puja Tri Sandhya.
“Karena perjuangan bapaknya sang rajalah Hindu Bali diakui sebagai agama. Ini kebohongan ke-2. Tak ada bukti autentik almarhum Wedastra Suyasa ikut berjuang agar Hindu
diakui sebagai agama resmi di tanah air ini. Analisa saya, siapa penyusun mantra suci Puja Tri Sandhya juga hendak dikaburkan oleh AWK.
Sebab dia hanya menyebut nama Narendra Dev Pandit Shastri. Padahal tokoh Hindu Bali kala itu juga ikut terlibat melakukan penyusunan. Buktinya Puja Tri Sandhya milik kita berbeda dengan yang ada di India,” ucap Sumerta, Sabtu (25/1).
Mengutip sumber, Sumerta menegaskan mantram Tri Sandhya yang tersusun sedemikian rupa yang kita ketahui saat ini hanya ada di Indonesia.
Di India tidak ada. Rincinya, dalam mantram Tri Sandhya (6 bait) yang banyak orang kenal adalah bait pertama yaitu mantram Gayatri yang bersumber dari kitab suci Rg.Weda III.62.10.
Seperti halnya bait pertama, bait ke-2 sampai dengan bait ke-6 juga bersumber dari kitab suci Weda. Bait ke-2 bersumber dari Narayana Upanisad 2, bait ke-3 berasal dari Sivastava 3, dan bait ke 4-6 adalah sama, yaitu bersumber dari Ksamamahadevastuti 2-5.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua PHDI Provinsi Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana menegaskan mantram Puja Tri Sandhya disusun oleh I Gusti Bagus Sugriwa dan Narendra Dev Pandit Shastri.
“I Gusti Bagus Sugriwa dan Pandit Shastri. Sedangkan yang melantunkan Ida Pedanda Made Putra Tembau,” ucapnya pukul 19.40.
Ditanya apakah ada tokoh lain yang terlibat, Prof. Sudiana menjawab hanya dua nama itu yang diketahuinya.
Penelusuran Radarbali.id, AWK mengklaim bahwa ayahnya berjasa dalam memperjuangkan agama Hindu agar diakui sebagai agama resmi di Indonesia pada 9 Desember 2018 lewat akun media sosial.
“Puja Tri Sandhya yang kini dipakai 10 juta umat Hindu Nusantara ternyata disusun seorang India. Ini menyatukan Hindu Nusantara.
Kita bersyukur sekali berkat peran Pandit Shastri dan beberapa tokoh Bali seperti Shri Wedastra Suyasa, IB Mantra,
Gusti Sugriwa, (ada 7 tokoh Hindu Bali yang diakui PHDI), “petisi” akhirnya Hindu diakui jadi agama resmi Indonesia,” tulis AWK.
Menariknya, sembari bersikukuh bahwa penemu susunan mantra Puja Tri Sandhya hanya Narendra Dev Pandit Shastri, AWK “menyentil” pihak-pihak yang mempermasalahkan hubungan kerjasama Hindu Bali dan India.
“Mungkin golongan ini agak mengarah anti Hindu India alias kaum awidya. Mereka mengira susunan Tri Sandya disusun oleh pendeta asli Bali,
tapi ternyata disusun oleh saudara Hindu dari India. Bahkan Kidung Yadnya dan Weda Parikrama yang dipakai oleh banyak kalangan sulinggih Bali asli juga disusun oleh Beliau yang seorang keturunan India,” beber AWK.
Sumerta menduga AWK menyebut Tri Sandya, Kidung Yadnya, dan Weda Parikrama disusun oleh Narendra Dev Pandit Shastri hanya karena Pandit Shastri menulis buku Kidung Yadnya (1950), Tri Sandya (1950), dan Weda Parikrama (1951).
“Narendra Dev Pandit Shastri menulis mantra-mantra yang sangat terkenal di kalangan kependetaan di Bali dan Lombok dan juga Sejarah Bali Dwipa.
Lantas apakah karena menulis buku-buku tersebut Pandit Shastri bisa diklaim sebagai penyusun Kidung Yadnya dan Weda Parikrama?
Kalau Narendra Dev Pandit Shastri ikut menyusun mantram Puja Tri Sandhya itu memang benar adanya. Namun, tidak seorang diri,” tegas Sumerta.
Lebih lanjut, Sumerta menyebut pada 14 Juni 1958 Pandit Shastri juga ikut menyusun petisi yang isinya bahwa Agama Hindu Bali
tidak bertentangan dengan Pancasila dan meminta agar Agama Hindu Bali diakui menjadi Agama Resmi di Indonesia bersama sejumlah tokoh lain.
“Intinya tidak ada nama almarhum I Made Wedastra Suyasa, ayah AWK, yang entah kenapa kini tiba-tiba namanya berubah menjadi Shri Wedastra Suyasa. Mohon jangan memanipulasi sejarah,” tegasnya.