DENPASAR – Penerimaan peserta didik baru (PPDB) acap menuai keluhan orang tua. Sebab, calon peserta didik terobsesi mencari SMA/SMK negeri.
Nah, sekarang Desa Adat atau bendesa juga berwenang memasukkan siswa di SMA/SMK negeri yang sudah ada kerjasama.
Tapi di satu sisi ada kekhawatiran dari pihak sekolah yang ingin masuk lewat jalur ini akan membeludak. Terutama bila dikaitkan dengan daya tampung sekolah yang terbatas.
“Bagaimana kalau nanti di SMK kami. Salah satu contohnya untuk kompetensi keahlian akomodasi perhotelan hanya mencari 72 siswa atau 2 kelas.
Namun, yang menggunakan perjanjian ini dari desa justru melebihi dari itu. Apa yang akan kami pakai untuk merekrut,” ujar Kepala SMKN 1 Seririt, I Ketut Sutaya dalam rapat pembahasan PPDB SMA/SMK yang digelar Dinas Pendidikan Provinsi Bali, kemarin.
Kasi Pemberdayaan dan Pemanfaatan Teknologi Pendidikan, UPTD Balai Pengembangan Teknologi Pendidikan Dinas Pendidikan AA Gde Rai Sujaya mengatakan
bahwa memang menjadi kewenangan bendesa melakukan kerjasama dengah SMA yang lokasinya berada di desa adat tersebut.
Syaratnya, calon peserta didik dari Banjar/desa adat mesti mengantongi rekomendasi dari Bendesa Adat.
Oleh karena itu, pihak sekolah terlebih dulu menyampaikan kepada Bendesa Adat mengenai daya tampung sesuai dengan kompetensi keahlian yang ada.
“Daya tampung berkompetensi disana ada jumlahnya. Nanti sampaikan daya tampung ke desa adat. Nanti desa adat yang mengambil.
Anak-anak yang terdaftar di sana yang mendapatkan rekomendasi dari desa adat ada perjanjian dengan pihak sekolah.
Kita tidak tahu berapa anak-anak yang memiliki perjanjian sekolah tersebut. Nanti kita lampirkan daya tampung. Sehingga itu bapak sampaikan ke desa adat yang memiliki wewenang,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali Ketut Ngurah Boy Jayawibawa mengatakan, penerimaan peserta didik dari Banjar/Desa Adat yang memiliki ikatan perjanjian dengan sekolah merupakan salah satu bagian dari jalur zonasi.
Ada 18 desa adat di Bali yang memiliki kerjasama dengan SMA/SMK negeri. Hal ini diakui sebagai kebijakan lokal yang sudah dikonsultasikan dan juga sudah diizinkan oleh pemerintah pusat.
Mengenai kekhawatiran akan membludaknya calon peserta didik dari Banjar/Desa Adat, dinilai kasuistik. “Tidak semua sekolah mengalami hal seperti itu. Itu kasuistik dan ada solusinya,” ujarnya.
Di satu sisi, bagi siswa yang keberatan masuk swasta karena biaya, Boy menyatakan tak perlu khawatir.
Pasalnya, pemerintah daerah sudah menyiapkan bantuan operasional daerah atau disingkat BOSDA. Rencana anggaran sebesar Rp 22 miliar yang sudah digabung dengan beasiswa siswa miskin.
” Biaya ini kami siap menalangi jadi ke swasta tidak ada biaya. Bantuan operasional daerah. Sekarang swasta juga. Dianggarkan Rp 900 ribu per siswa. SMK lebih besar lagi kan ada praktiknya.
Total dengan siswa miskin Rp 22 miliar. Kita sedang rancang karena sudah berjalan nanti dianggarkan perubahan. Total SMA negeri 140, kalau ditambah semua 360an negeri dan swasta,” ucapnya.
Seperti diketahui, berdasar data dari Disdik Provinsi Bali, kuota atau daya tampung di sekolah negeri di Bali sebanyak 39.994 kursi, yakni SMA negeri sebanyak 21.439 kursi dan SMK negeri sebanyak 18.555 kursi.
Sedangkan di sekolah SMA/SMK swasta menyediakan kuota sebanyak 36.401 kursi, terdiri dari 11.132 kursi di SMA swasta dan 25.269 kursi di SMK swasta. (