33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 14:33 PM WIB

Tebar Bau Busuk, Puluhan Hektare TPA Suwung Disemprot Parfum

DENPASAR – Tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Suwung selalu dikeluhkan warga sekitar Banjar Pesanggaran, Desa Pedungan.

Tak mudah meredam baunya yang makin menyengat. Untuk meredam bau busuk di lahan seluas 22 hektare itu butuh kerja ekstra.

Untuk menghilangkan bau busuk, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar, I Ketut Wisada, menyatakan petugas eco park memberi semprotan pengharum.

 “Saat pembongkaran memang bau di sana. Sampah lama dibongkar jadi bau asam. Sekarang kami sarankan pihak pelaksana untuk memberi cairan mengurangi bau itu sudah dilaksanakan,” papar Wisada.

Diakui, petugas mulai mencampurkan bahan kimia yang mengandung pengharum dan pasti tidak berbau lagi.

Mengingat sampah yang ada di sana menggunung dan baunya bisa mencapai radius puluhan kilometer. 

Kini, klaim Wisada, masyarakat di sekitar TPA Suwung merasa nyaman. Selain itu, menurutnya bau juga akan hilang karena ada terasering-terasering yang bakal dimanfaatkan sebagai tempat untuk berekreasi.

Saat ditanyai apakah 100 persen akan hilang? Wisada tak menjawab. Dia hanya mengatakan bahwa ke depannya akan  dibuat pengolahan dengan Waste  To Energy (WTE).

Yaitu sampah dijadikan pembangkit listrik seluas 10 hektare, ditargetkan rampung 2021. Sedangkan 22  hektare untuk eco park selesai 2019 dengan  biaya cukup besar.

Pemanfaatan sampah itu sesuai Perpres 35 Tahun 2018.  Diharapkan efektif. Karena  sebanyak 1.200 ton sampah diharapkan menghasilkan listrik sebesar 10 megawatt.

“Pemanfaatan sebagai pembangkit listrik dari TPA ini juga sangat membawa nama baik Kota Denpasar. Karena dari 12 kota yang terdaftar di Indonesia, Denpasar salah satunya,” ungkap Wisada. 

Dia menuturkan bahwa sesuai Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan sampah jadi energi 

berbasis teknologi ramah lingkungan ada bantuan biaya layanan pengolahan sampah paling tinggi  sebesar Rp 500 ribu per ton sampah dari pusat.

 Kalau kurang, pemda yang membuang sampah merundingkan bersama berapa biaya operasionalnya.

“Kalau di tempat lain tipping fee seperti Jakarta sudah menerapkan Rp 500 ribu per ton. Surabaya Rp 480 ribu per ton, dan Semarang sebesar Rp 300 ribu per ton,” terang dia. 

Langkah itu juga diharapkan menjadi salah satu cara mengatasi sampah yang setiap hari selalu bertambah. Bukan berkurang.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk di Denpasar sendiri, permasalahan sampah dirasa sangat “cukup seksi” jika jadi pembicaraan.

Namun, dia juga mengharapkan masyarakat sadar akan kepedulian dengan lingkungan terhadap sampah. Sehingga tak harus menakutkan. Tapi bisa menjadi aman dan nyaman. 

“Volume sampah  di Denpasar meningkat, bahkan menjadi tren. Sudah dipandang perlu mengatasinya Karena tidak ada satu pun negara mana pun menangani sampah tanpa biaya,” imbuh Wisada. 

DENPASAR – Tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Suwung selalu dikeluhkan warga sekitar Banjar Pesanggaran, Desa Pedungan.

Tak mudah meredam baunya yang makin menyengat. Untuk meredam bau busuk di lahan seluas 22 hektare itu butuh kerja ekstra.

Untuk menghilangkan bau busuk, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar, I Ketut Wisada, menyatakan petugas eco park memberi semprotan pengharum.

 “Saat pembongkaran memang bau di sana. Sampah lama dibongkar jadi bau asam. Sekarang kami sarankan pihak pelaksana untuk memberi cairan mengurangi bau itu sudah dilaksanakan,” papar Wisada.

Diakui, petugas mulai mencampurkan bahan kimia yang mengandung pengharum dan pasti tidak berbau lagi.

Mengingat sampah yang ada di sana menggunung dan baunya bisa mencapai radius puluhan kilometer. 

Kini, klaim Wisada, masyarakat di sekitar TPA Suwung merasa nyaman. Selain itu, menurutnya bau juga akan hilang karena ada terasering-terasering yang bakal dimanfaatkan sebagai tempat untuk berekreasi.

Saat ditanyai apakah 100 persen akan hilang? Wisada tak menjawab. Dia hanya mengatakan bahwa ke depannya akan  dibuat pengolahan dengan Waste  To Energy (WTE).

Yaitu sampah dijadikan pembangkit listrik seluas 10 hektare, ditargetkan rampung 2021. Sedangkan 22  hektare untuk eco park selesai 2019 dengan  biaya cukup besar.

Pemanfaatan sampah itu sesuai Perpres 35 Tahun 2018.  Diharapkan efektif. Karena  sebanyak 1.200 ton sampah diharapkan menghasilkan listrik sebesar 10 megawatt.

“Pemanfaatan sebagai pembangkit listrik dari TPA ini juga sangat membawa nama baik Kota Denpasar. Karena dari 12 kota yang terdaftar di Indonesia, Denpasar salah satunya,” ungkap Wisada. 

Dia menuturkan bahwa sesuai Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan sampah jadi energi 

berbasis teknologi ramah lingkungan ada bantuan biaya layanan pengolahan sampah paling tinggi  sebesar Rp 500 ribu per ton sampah dari pusat.

 Kalau kurang, pemda yang membuang sampah merundingkan bersama berapa biaya operasionalnya.

“Kalau di tempat lain tipping fee seperti Jakarta sudah menerapkan Rp 500 ribu per ton. Surabaya Rp 480 ribu per ton, dan Semarang sebesar Rp 300 ribu per ton,” terang dia. 

Langkah itu juga diharapkan menjadi salah satu cara mengatasi sampah yang setiap hari selalu bertambah. Bukan berkurang.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk di Denpasar sendiri, permasalahan sampah dirasa sangat “cukup seksi” jika jadi pembicaraan.

Namun, dia juga mengharapkan masyarakat sadar akan kepedulian dengan lingkungan terhadap sampah. Sehingga tak harus menakutkan. Tapi bisa menjadi aman dan nyaman. 

“Volume sampah  di Denpasar meningkat, bahkan menjadi tren. Sudah dipandang perlu mengatasinya Karena tidak ada satu pun negara mana pun menangani sampah tanpa biaya,” imbuh Wisada. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/