30.1 C
Jakarta
27 April 2024, 17:58 PM WIB

Punya Duit Banyak, Digital Nomad Mulai Dilirik Pemerintah Bali

DENPASAR – Digital nomad atau pengembara digital, yakni mereka yang memilih bekerja dari jarak jauh memang menjadi pilihan sebagian para turis yang datang di Bali. Bahkan, keberadaannya pun sudah cukup lama namun kurang dikembangkan dengan baik.

 

Nah, masa pandemi ini ternyata lebih mengenalkan kita pada kehidupan digital. Selama ini pariwisata Bali hanya mengandal pada wisatawan leisure kemudian kita kembangkan pariwisata MICE Saat ini kedua potensi itu tidak bisa berjalan karena pandemi Covid-19 melarang terjadinya kerumunan banyak orang malarang orang untuk bepergian.

 

Maka dari itu salah satu potensi wisatawan yang perlu mendapat perhatian adalah “Digital Nomad” ini. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi, Putu Astawa saat melakukan pemantauan terhadap kegiatan para Digital Nomad di Dojo Bali Coworking, Canggu, Kuta Utara, Kamis (27/5).

 

Astawa yang saat itu didampingi oleh para kelompok ahli pembangunan Provinsi Bali bidang Pariwisata juga menyampaikan bahwa Bali akan serius menangani pariwisata Digital Nomad ini. Untuk itu diperlukan banyak informasi yang berkaitan dengan kegiatan para Digital Nomad di Bali.

 

“Jadi dalam rangka menggali informasi itulah saya dan rombongan melakukan pemantauan dan menggali informasi dari pemilik Dojo Bali Coworking, Michael Craig, sehingga ke depan bisa dibuatkan kebijakan terkait para Digital Nomad ini”, pungkasnya.

 

Menurut Michael Craig, bule asal Asutralia yang sudah hampir 10 tahun di Bali bahwa Digital Nomad memiliki potensi yang sangat bagus dikembangkan di Bali. 

 

“Digital Nomad adalah orang-orang kelas menengah ke atas, jadi mereka adalah orang-orang berduit,” jelas Craig.

 

Mereka, lanjut dia, tinggal di Bali dalam jangka waktu yang cukup lama minimal setahun. Jadi masa tinggal yang lama akan berdampak pada ekonomi masyarakat di Bali dari akomodasi, makan minum dan kebutuhan lainnya.

 

“Selama masa pandemi, Bali adalah tempat yang dianggap paling aman bagi para digital nomad untuk tinggal dan bekerja,” imbuhnya.

 

Dengan berkembangnya pariwisata Digital Nomad, maka juga akan berdampak pada pendapatan pemerintah dari sektor pajak, pungkasnya.

 

Ketua PHRI Badung, yang juga anggota Kelompok Ahli Pembangunan bidang Pariwisata, IGAN Rai Suryawijaya juga sangat mendukung pengembangan pariwisata di sektor ini.

 

Dengan adanya wisatawan ini akan bisa memberi peluang juga pada akomodasi2 masyarakat seperti homestay, villa maupun akomodasi milik masyarakat lainnya.

 

“Tentunya ini perlu mendapat perhatian khusus pemerintah, maka dari itu perlu dibuat Focus Group Discussion untuk memberi masukan kepada pemerintah terkait kebijakan yang harus dikeluarkan nanti,” tutupnya.

DENPASAR – Digital nomad atau pengembara digital, yakni mereka yang memilih bekerja dari jarak jauh memang menjadi pilihan sebagian para turis yang datang di Bali. Bahkan, keberadaannya pun sudah cukup lama namun kurang dikembangkan dengan baik.

 

Nah, masa pandemi ini ternyata lebih mengenalkan kita pada kehidupan digital. Selama ini pariwisata Bali hanya mengandal pada wisatawan leisure kemudian kita kembangkan pariwisata MICE Saat ini kedua potensi itu tidak bisa berjalan karena pandemi Covid-19 melarang terjadinya kerumunan banyak orang malarang orang untuk bepergian.

 

Maka dari itu salah satu potensi wisatawan yang perlu mendapat perhatian adalah “Digital Nomad” ini. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi, Putu Astawa saat melakukan pemantauan terhadap kegiatan para Digital Nomad di Dojo Bali Coworking, Canggu, Kuta Utara, Kamis (27/5).

 

Astawa yang saat itu didampingi oleh para kelompok ahli pembangunan Provinsi Bali bidang Pariwisata juga menyampaikan bahwa Bali akan serius menangani pariwisata Digital Nomad ini. Untuk itu diperlukan banyak informasi yang berkaitan dengan kegiatan para Digital Nomad di Bali.

 

“Jadi dalam rangka menggali informasi itulah saya dan rombongan melakukan pemantauan dan menggali informasi dari pemilik Dojo Bali Coworking, Michael Craig, sehingga ke depan bisa dibuatkan kebijakan terkait para Digital Nomad ini”, pungkasnya.

 

Menurut Michael Craig, bule asal Asutralia yang sudah hampir 10 tahun di Bali bahwa Digital Nomad memiliki potensi yang sangat bagus dikembangkan di Bali. 

 

“Digital Nomad adalah orang-orang kelas menengah ke atas, jadi mereka adalah orang-orang berduit,” jelas Craig.

 

Mereka, lanjut dia, tinggal di Bali dalam jangka waktu yang cukup lama minimal setahun. Jadi masa tinggal yang lama akan berdampak pada ekonomi masyarakat di Bali dari akomodasi, makan minum dan kebutuhan lainnya.

 

“Selama masa pandemi, Bali adalah tempat yang dianggap paling aman bagi para digital nomad untuk tinggal dan bekerja,” imbuhnya.

 

Dengan berkembangnya pariwisata Digital Nomad, maka juga akan berdampak pada pendapatan pemerintah dari sektor pajak, pungkasnya.

 

Ketua PHRI Badung, yang juga anggota Kelompok Ahli Pembangunan bidang Pariwisata, IGAN Rai Suryawijaya juga sangat mendukung pengembangan pariwisata di sektor ini.

 

Dengan adanya wisatawan ini akan bisa memberi peluang juga pada akomodasi2 masyarakat seperti homestay, villa maupun akomodasi milik masyarakat lainnya.

 

“Tentunya ini perlu mendapat perhatian khusus pemerintah, maka dari itu perlu dibuat Focus Group Discussion untuk memberi masukan kepada pemerintah terkait kebijakan yang harus dikeluarkan nanti,” tutupnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/