DENPASAR – Tingkat kesembuhan di Bali memang cukup tinggi. Bahkan jika dipersentase, angkanya mencapai 91,38 persen sebagaimana data yang disampaikan Satgas Covid-19 Bali per 26 Desember 2020 kemarin.
Tak dapat dipungkiri, data juga menyebut angka kematian karena terkonfirmasi positif di Bali pun cukup tinggi, dimana hingga kemarin sudah tembus diangka 501 orang atau jika dipersentase, mencapai 2,94 persen.
Sejumlah teknik penyembuhan pernah dilakukan oleh sejumlah rumah sakit di Bali yang menangani pasien Covid 19. Salah satu yang dianggap baik adalah melakukan Terapi Plasma Konvalesen (TPK).
Terapi ini dilakukan dengan memberikan plasma, yaitu bagian dari darah yang mengandung antibodi dari orang-orang yang telah sembuh dari Covid-19.
Terapi ini sudah lama dilakukan untuk pengobatan pada wabah penyakit seperti flu babi, Ebola, SARS maupun MERS.
Di Bali sendiri, rumah sakit yang baru melakukan terapi ini ada di RS PTN Unud, RS Sanglah dan RS Wangaya.
Sedangkan RS Bali Mandara saat ini masih sedang dalam proses untuk bisa melakukan TPK ini. Lalu apakah terapi ini benar-benar efektif?
Kepala Pelayanan Medik dan Keperawatan RS PTN Universitas Udayana dr. Arya Biantara mengungkap, saat ini pihaknya baru melakukan TPK terhadap 22 pasien saja.
“Di RS Unud sudah total 22 pasien, namun yang setting penelitian multi center dengan Litbangkes baru 3 sampel. Sebelumnya (19 pasien) pemberian lewat hak otonomi pasien,” ujar dr. Arya Biantara kepada
Apakah ada penurunan tingkat kematian bila pakai TPK, atau ada peningkatan kesembuhan bila pakai TPK?
“Sejauh ini belum bisa ditentukan karena penelitian belum selesai, jadi belum bisa disimpulkan. Beberapa pasien yang diberikan TPK menunjukkan hasil yang bagus,
namun ada juga yang tidak berhasil, mungkin terkait dengan severitas (beratnya) kondisi pasien dan timing pemberian,” jawabnya.
Berdasar data yang disampaikan, dari 22 orang yang dilakukan TPK tersebut, juga tak sepenuhnya sembuh. Bahkan, ada yang yang meninggal dunia.
Memang, ada sejumlah faktor agar TPK ini dapat berhasil. Apa saja? “Titer antibodi pendonor, timing pemberian dan severitas (seberapa berat kondisi pasien dan seberapa banyak komorbid yang ada),” pungkasnya.