DENPASAR – Unun Hadinansi Neno, 34, mantan pekerja Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Maranatha Denpasar menuntut haknya setelah diputus hubungan kerja (PHK) sejak Agustus 2019. Unun Neno bersama pengacaranya Aldabert Iwan Viktor Neno dan Marthen Boiliu melakukan mediasi di Disnaker, Kamis (28/1).
Marthen Boiliu menjelaskan bahwa Unun tidak mendapatkan haknya setelah di-PHK dari Gereja Maranatha. Marthen mengatakan, sebelum mediasi di Disnaker, beberapa bulan yang lalu pihaknya sudah bersurat ke gereja, terkait hak Unun sebagai pekerja yang diatur Undang-Undang (UU).
“Unun kerja sejak Oktober 2015 sampai Agustus 2019 dan diputus hub kerja. Tentu ada konsekuensinya, hak–hak Unun perlu dibayar oleh gereja. Kita sudah bersurat untuk perundingan namun tidak ditanggapi. Maka sesuai UU, apabila salah satu pihak menolak, maka mencacatkan ke Disnaker. Dan proses demi proses berjalan. Mediasi sudah dua kali beberapa bulan lalu. Hari ini (kemarin) kita sampaikan sikap dan pendirian pekerja,” kata Marthen.
Pertama, terkait hak Unun berupa dana pensiun ini tiap bulan dipotong sebagian oleh pihak gereja dari gaji dan sebagian disetor ke badan pensiuan yang dikelola GPIB. Nah, nilainya sudah disampaikan ke pihak gereja maupun mediator. Sekitar Rp 19 juta lebih.
Kedua, lanjutnya, pihak gereja tidak pernah mengikutsertakan Unun dalam program jaminan sosial tenaga kerja atau BPJS Ketenagakerjaan yang oleh undang-undang wajib.
“Tentu Unun rugi dong, karena (pihak gereja) tidak melaksanakan itu. Nah, karena itu Unun meminta bayar dong. Karena UU sudah melekatkan hak kepada pekerja buruh, pihak gereja tak melaksanakan itu. Sehingga kami mengajukan ke gereja, sekitar Rp 5 juta. Jadi totalnya Rp 24 juta lebih yang harus dibayar,” timpal Iwan.
Sebelumnya, kata Marthen, pihak gereja sudah menyampaikan kepada mediator bahwa Unun harus menunggu sampai usia 45 yahun baru bisa menerima haknya.
“Coba buka berbagai putusan pengadilan. Setiap putusan pengadilan industrial, setelah putus, tidak digantungkan lagi, itu harus dilaksanakan. Tidak harus menunggu sampai masa pensiun. Tidak ada itu. Supaya tahu bahwa ini hak dari pekerja, dan saya kira mereka itu paham,” tegasnya.
Lebih lanjut, kata dia, dalam deklarasi human right PBB ada item yang mengatur di situ, terus UU 39 tahun 1999 tentang HAM itu juga mengatur lalu datang lagi putusan MK nomor 100 tahun 13 September 2013, diatur bahwa hak pekerja, buruh yang bekerja pada perusahaan adalah ibarat hak milik. Dan hak milik itu tidak boleh diambil secara sewenang-wenang.
“Jadi tidak ada alasan bagi pihak gereja apalagi berlindung di balik aturan tata gereja, kita harus tahu gereja juga harus tunduk pada aturan lebih tinggi. Kita tunggu respons dari pihak gereja,” tandasnya.
Menurut dia, kalau pun pihak gereja tidak bersedia, pihak pekerja terbuka untuk dialog mencari win-win solution penyelesaian. “Contohnya, dari Rp 24 juta lebih itu pastinya berapa, selesai berapa. Kita terbuka. Tapi, jika gereja mempersilakan lanjut, lebih bagus lagi biar kita uji secara hukum di pengadilan,” tambah Iwan Neno.
Dikonfirmasi terpisah, Fredrik Billy selaku pengacara dari pihak GPIB Maranatha menyatakan sampai saat ini masih mengkaji tuntutan dari Unun. Dikatakan, pihaknya masih pelajari dan akan disampaikan pada mediasi selanjutnya pada 9 Februari mendatang.
“Artinya apakah memang ada hak kami kasih sesuai UU Ketenagakerjaan. Jadi kami lihat tuntutan bersangkutan, kami pelajari hak karyawan. Apalagi dia mengundurkan diri,” ucapnya.
Namun, pernyataan pihak gereja berbeda. Fredrik tegas menyatakan Unun mengundurkan dir, bukan dipecat.