27.1 C
Jakarta
1 Mei 2024, 8:14 AM WIB

Ngenes! Kehabisan Dana, Museum Kerang Dibiarkan Mangkrak, Padahal…

DENPASAR – Kondisi museum kerang yang berada di Jalan Penataran, Desa Serangan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya sebuah musem.

Bangunan yang belum ada tiga tahun ini sudah mengalami kerusakan di sana sini karena tidak dikelola dengan baik.

Persoalan muncul lantaran Pemkot Denpasar hanya memberikan bangunan tanpa sarana seperti rak maupun biaya operasional.

Ada kesan Pemkot Denpasar setengah-setengah membuat museum kerrang ini. Pantauan Jawa Pos Radar Bali, kerrang-kerang orisinil itu diletakkan begitu saja di lantai.

Bukan di rak kaca untuk melindungi dari kerusakan. Ironinya lagi, karena tidak dikelola dengan baik, museum tersebut jadi sarang burung walet. Mirip seperti bangunan tua yang tidak diurus.

Ketua Kelompok Pengrajin Kerang King Saguna Jaya, I Made Kanan Jaya, mengatakan, museum kerang tersebut dibuat karena ada kelompk pengrajin kerang yang berdiri sejak 2007.

Dari sana, tiga tahun lalu Pemkot Denpasar membangun museum kerang di samping kantor King Saguna Jaya.

Sayangnya, hanya bangunan saja diberikan tanpa sarana di dalamnya, seperti rak untuk tempat kerang dan sebagainya. Alhasil museum itu mangkrak.

“Seharusnya bukan hanya bangunan yang diberikan, tapi juga rak untuk tempat memajang kerang. Ibaratnya, kita dikasih bor, tapi mata bor nggak ada. Ya, nggak bisa kerja,” kata warga Banjar Kawan, Serangan ini.

Menurut Made Kanan, ide awal museum ini dibangun untuk menarik wisatawan dan juga menjadi ikon Desa Serangan.

Tapi, dengan keadaan museum yang  plafonnya rusak sehingga terus ditutup. Padahal, menurutnya kerang-kerang itu sangat diburu oleh wisatawan Tiongkok, Australia, Jepang, maupun Eropa.

 “Kami memasarkan di Hotel  Grand Hyatt, tamu mereka dari Eropa,  Tiongkok,  Jepang, Australia. Mereka suka membeli produk kita. Lampu kerang, kalung dan lain-lain,” imbuhnya.

Sedangkan pasaran untuk masyarakat lokal ada keben dengan kerang dan tempat buah. “Kelompok pengrajin kami sangat produktif. Apalagi, mayoritas warga di sana bekerja di sector nelayan,” bebernya.

“Kami tidak ada biaya untuk mengisi sarana museum. Biaya operasional tidak diberikan. Kami saja tempat ini (kantor kelompok pengrajin kerang,Red) mendapat dana dari pusat.

Sampai seisi-isinya. Biaya listrik kami juga dikasih. Tapi beda dengan  museum itu hanya dikasih bangunan saja sama Pemkot,” paparnya.

Lurah Serangan I Wayan Karma mengaku museum itu mangkrak karena pihak kelompok pengrajin kerang tidak mengajukan dana ke pemerintah.

“Itu tidak berjalan karena tidak ada diajukan,” katanya. Saat ditanya apakah tidak diberitahu, Karma mengaku sudah sering kali memberitahu pihak kelompok pengrajin kerang agar mengajukan untuk mendapatkan dana.

DENPASAR – Kondisi museum kerang yang berada di Jalan Penataran, Desa Serangan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya sebuah musem.

Bangunan yang belum ada tiga tahun ini sudah mengalami kerusakan di sana sini karena tidak dikelola dengan baik.

Persoalan muncul lantaran Pemkot Denpasar hanya memberikan bangunan tanpa sarana seperti rak maupun biaya operasional.

Ada kesan Pemkot Denpasar setengah-setengah membuat museum kerrang ini. Pantauan Jawa Pos Radar Bali, kerrang-kerang orisinil itu diletakkan begitu saja di lantai.

Bukan di rak kaca untuk melindungi dari kerusakan. Ironinya lagi, karena tidak dikelola dengan baik, museum tersebut jadi sarang burung walet. Mirip seperti bangunan tua yang tidak diurus.

Ketua Kelompok Pengrajin Kerang King Saguna Jaya, I Made Kanan Jaya, mengatakan, museum kerang tersebut dibuat karena ada kelompk pengrajin kerang yang berdiri sejak 2007.

Dari sana, tiga tahun lalu Pemkot Denpasar membangun museum kerang di samping kantor King Saguna Jaya.

Sayangnya, hanya bangunan saja diberikan tanpa sarana di dalamnya, seperti rak untuk tempat kerang dan sebagainya. Alhasil museum itu mangkrak.

“Seharusnya bukan hanya bangunan yang diberikan, tapi juga rak untuk tempat memajang kerang. Ibaratnya, kita dikasih bor, tapi mata bor nggak ada. Ya, nggak bisa kerja,” kata warga Banjar Kawan, Serangan ini.

Menurut Made Kanan, ide awal museum ini dibangun untuk menarik wisatawan dan juga menjadi ikon Desa Serangan.

Tapi, dengan keadaan museum yang  plafonnya rusak sehingga terus ditutup. Padahal, menurutnya kerang-kerang itu sangat diburu oleh wisatawan Tiongkok, Australia, Jepang, maupun Eropa.

 “Kami memasarkan di Hotel  Grand Hyatt, tamu mereka dari Eropa,  Tiongkok,  Jepang, Australia. Mereka suka membeli produk kita. Lampu kerang, kalung dan lain-lain,” imbuhnya.

Sedangkan pasaran untuk masyarakat lokal ada keben dengan kerang dan tempat buah. “Kelompok pengrajin kami sangat produktif. Apalagi, mayoritas warga di sana bekerja di sector nelayan,” bebernya.

“Kami tidak ada biaya untuk mengisi sarana museum. Biaya operasional tidak diberikan. Kami saja tempat ini (kantor kelompok pengrajin kerang,Red) mendapat dana dari pusat.

Sampai seisi-isinya. Biaya listrik kami juga dikasih. Tapi beda dengan  museum itu hanya dikasih bangunan saja sama Pemkot,” paparnya.

Lurah Serangan I Wayan Karma mengaku museum itu mangkrak karena pihak kelompok pengrajin kerang tidak mengajukan dana ke pemerintah.

“Itu tidak berjalan karena tidak ada diajukan,” katanya. Saat ditanya apakah tidak diberitahu, Karma mengaku sudah sering kali memberitahu pihak kelompok pengrajin kerang agar mengajukan untuk mendapatkan dana.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/