34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 13:04 PM WIB

Adik Paling Bungsu Tegas Menolak Ngepah Karang

  

DEWA Putu Raka Adnyana, 57, ternyata belum mau berdamai dengan kedua kakaknya. Dia menolak ngepah karang, kendati sebelumnya sudah ada hasil keputusan MDA Bali No. 059/MDA-Prov Bali/I/2022 tertanggal 28 Desember 2021.

 

Pembagian saat itu pun disaksikan Camat Blahbatuh, Perbekel Bedulu, kepolisian dan TNI. Saat Ngepah Karang, ketiga putra dari almarhum I Dewa Putu Alit yang kini berselisih hadir. Di antaranya Dewa Putu Tilem, 71, Dewa Nyoman Samba, 62, dan Dewa Raka Adnyana.

 

Namun usai acara, adik bungsu Dewa Raka Adnyana mengaku menolak dengan telah melayangkan surat penolakan kepada MDA Bali.

 

Pihak bendesa juga mengaku jika Ngepah Karang di Desa Tegallinggah sudah berlangsung beberapa kali. Bukan hal baru. Bedanya, kasus di keluarga lain tidak sampai ke tingkat MDA atau yang lebih tinggi. Justru upaya Ngepah Karang di keluarga yang lain mendamaikan mereka

 

Diberitakan sebelumnya, pada Sabtu lalu (26/2), desa adat Tegallinggah Ngepah Karang untuk tiga putra dari mendiang I Dewa Putu Alit.

 

Ngepah Karang tersebut menggunakan patok beton pendek. Bagian paling timur diberikan kepada kakak tertua Dewa Putu Tilem, 71, yang memiliki anak perempuan. Bagian selatan untuk adik kedua Dewa Nyoman Samba, 62, yang tidak memiliki anak. Bagian utara untuk adik bungsu, Dewa Putu Raka Adnyana, 57.

 

Di tempat terpisah, kakak tertua Dewa Putu Tilem, 71, dan adiknya Dewa Nyoman Samba, 62, mengucapkan terima kasih kepada desa adat dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali sudah membagi tanah tersebut menjadi tiga bagian.

 

“Saya sebagai pemohon Ngepah Karang bersama adik, Dewa Nyoman Samba mengucapkan terima kasih atas upaya desa adat,” ujar Dewa Putu Tilem, Senin (28/2).

 

Pensiunan Camat di Kabupaten Jembrana itu menyatakan, upaya tersebut sudah sesuai prosedur. Mulai dari permohonan hingga upaya sampai tingkat Majelis Desa Adat Kabupaten dan Provinsi Bali. “Kami mengucapkan penghargaan kepada desa adat,” ujarnya.

 

Sejumlah perselisihan terus terjadi dan tidak pernah menemui titik temu. Hingga akhirnya, Dewa Tilem dan Dewa Samba melayangkan surat ke desa adat. “Atas dasar surat inilah diadakan Ngepah Karang. Sejumlah alasan kami tuangkan dalam surat permohonan,” terang Dewa Tilem.

 

  

DEWA Putu Raka Adnyana, 57, ternyata belum mau berdamai dengan kedua kakaknya. Dia menolak ngepah karang, kendati sebelumnya sudah ada hasil keputusan MDA Bali No. 059/MDA-Prov Bali/I/2022 tertanggal 28 Desember 2021.

 

Pembagian saat itu pun disaksikan Camat Blahbatuh, Perbekel Bedulu, kepolisian dan TNI. Saat Ngepah Karang, ketiga putra dari almarhum I Dewa Putu Alit yang kini berselisih hadir. Di antaranya Dewa Putu Tilem, 71, Dewa Nyoman Samba, 62, dan Dewa Raka Adnyana.

 

Namun usai acara, adik bungsu Dewa Raka Adnyana mengaku menolak dengan telah melayangkan surat penolakan kepada MDA Bali.

 

Pihak bendesa juga mengaku jika Ngepah Karang di Desa Tegallinggah sudah berlangsung beberapa kali. Bukan hal baru. Bedanya, kasus di keluarga lain tidak sampai ke tingkat MDA atau yang lebih tinggi. Justru upaya Ngepah Karang di keluarga yang lain mendamaikan mereka

 

Diberitakan sebelumnya, pada Sabtu lalu (26/2), desa adat Tegallinggah Ngepah Karang untuk tiga putra dari mendiang I Dewa Putu Alit.

 

Ngepah Karang tersebut menggunakan patok beton pendek. Bagian paling timur diberikan kepada kakak tertua Dewa Putu Tilem, 71, yang memiliki anak perempuan. Bagian selatan untuk adik kedua Dewa Nyoman Samba, 62, yang tidak memiliki anak. Bagian utara untuk adik bungsu, Dewa Putu Raka Adnyana, 57.

 

Di tempat terpisah, kakak tertua Dewa Putu Tilem, 71, dan adiknya Dewa Nyoman Samba, 62, mengucapkan terima kasih kepada desa adat dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali sudah membagi tanah tersebut menjadi tiga bagian.

 

“Saya sebagai pemohon Ngepah Karang bersama adik, Dewa Nyoman Samba mengucapkan terima kasih atas upaya desa adat,” ujar Dewa Putu Tilem, Senin (28/2).

 

Pensiunan Camat di Kabupaten Jembrana itu menyatakan, upaya tersebut sudah sesuai prosedur. Mulai dari permohonan hingga upaya sampai tingkat Majelis Desa Adat Kabupaten dan Provinsi Bali. “Kami mengucapkan penghargaan kepada desa adat,” ujarnya.

 

Sejumlah perselisihan terus terjadi dan tidak pernah menemui titik temu. Hingga akhirnya, Dewa Tilem dan Dewa Samba melayangkan surat ke desa adat. “Atas dasar surat inilah diadakan Ngepah Karang. Sejumlah alasan kami tuangkan dalam surat permohonan,” terang Dewa Tilem.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/