28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 3:46 AM WIB

Dampak Penutupan Bandara Ngurah Rai, Pengusaha Logistik Menjerit

RadarBali.com – Penutupan bandara Ngurah Rai dua setengah hari beberapa hari lalu membuat sejumlah sektor terkena dampak.

Salah satunya ekspor barang asal Bali yang kerap menggunakan jalur udara menjadi macet. Bahkan, dalam satu hari terdapat puluhan ton barang yang gagal ekspor.

Kondisi ini membuat puluhan pengusaha kehilangan pendapatan. Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bali I Gusti Nyoman Rai mengatakan,

dalam satu hari ekspor barang asal Bali antara 50 sampai 60 ton barang yang diekspor menggunakan jalur udara.

Untuk ongkos jasa logistik ALFI menghitung rata-rata USD 3 untuk semua tujuan. Jika dikonversi nilai kurs saat ini yang mencapai Rp 13.500 per dolar, maka untuk satu kilogram barang memiliki nilai Rp 40.500.

“Kalau dikalikan 50 ton atau 50 ribu kilogram totalnya mencapai Rp 2 miliar lebih lost revenue atau kehilangan pendapatan dari 28 perusahaan jasa logistik yang bergerak di bidang transportasi udara,” ujar I Gusti Nyoman Rai.

Untuk ongkos jasa logistik bervariasi, tergantung negara tujuan. Untuk barang ekspor asal Bali paling banyak negara tujuannya Amerika dan Eropa.

Namun, untuk barang umum masih bisa disimpan digudang logistik dan diberangkatkan ketika bandara mulai dibuka.

Dalam kondisi saat ini, yang paling terkena imbas yakni mereka para eksportir barang hidup seperti ikan hias atau lainnya. Di mana untuk oksigen seperti ikan hias tersebut hanya bertahan dalam waktu 40 jam saja.

“Saat ini eksportir ikan hias menunggu hingga normal. Karena takutnya saat di packing bandara tutup lagi. Jadi butuh kepastian,” jelas Rai.

Dia berharap, imbas erupsi Gunung Agung ini tidak sampai parah dengan dampak penutupan bandara dalam jangka waktu yang panjang.

Dalam kondisi penutupan bandara, para pengusaha jasa logistik dan juga eksportir asal Bali akan kehilangan pendapatan dalam jumlah banyak.

“Jika ini dalam jangka waktu yang panjang, kemungkinan bisa saja diserobot negara lain. Tapi, semoga saja itu tidak terjadi,” tuturnya.

Satu-satunya jalan ketika dampak erupsi berkepanjangan yang berakibat pada penutupan bandara adalah jalur alternatif.

Hanya saja, dari estimasi waktu sangat jauh. Rata-rata untuk satu kali pengiriman melalui udara dengan tujuan negara Amerika hanya membutuhkan waktu 30 jam.

Sedangkan jika melalui laut akan membutuhkan waktu hingga 30 hari. “Jadi perbandingannya itu, satu hari berbanding 30 jam.

Dan, barang hidup serta barang ikan, buah dan lainnya tidak bisa bertahan dalam waktu 30 hari. Bisa membusuk,” bebernya.

Dia pun mengakui, tahun ini eksportir barang asal Bali menurun jika dibanding tahun 2016 lalu. Tingkat penurunan mencapai 10 persen.

RadarBali.com – Penutupan bandara Ngurah Rai dua setengah hari beberapa hari lalu membuat sejumlah sektor terkena dampak.

Salah satunya ekspor barang asal Bali yang kerap menggunakan jalur udara menjadi macet. Bahkan, dalam satu hari terdapat puluhan ton barang yang gagal ekspor.

Kondisi ini membuat puluhan pengusaha kehilangan pendapatan. Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bali I Gusti Nyoman Rai mengatakan,

dalam satu hari ekspor barang asal Bali antara 50 sampai 60 ton barang yang diekspor menggunakan jalur udara.

Untuk ongkos jasa logistik ALFI menghitung rata-rata USD 3 untuk semua tujuan. Jika dikonversi nilai kurs saat ini yang mencapai Rp 13.500 per dolar, maka untuk satu kilogram barang memiliki nilai Rp 40.500.

“Kalau dikalikan 50 ton atau 50 ribu kilogram totalnya mencapai Rp 2 miliar lebih lost revenue atau kehilangan pendapatan dari 28 perusahaan jasa logistik yang bergerak di bidang transportasi udara,” ujar I Gusti Nyoman Rai.

Untuk ongkos jasa logistik bervariasi, tergantung negara tujuan. Untuk barang ekspor asal Bali paling banyak negara tujuannya Amerika dan Eropa.

Namun, untuk barang umum masih bisa disimpan digudang logistik dan diberangkatkan ketika bandara mulai dibuka.

Dalam kondisi saat ini, yang paling terkena imbas yakni mereka para eksportir barang hidup seperti ikan hias atau lainnya. Di mana untuk oksigen seperti ikan hias tersebut hanya bertahan dalam waktu 40 jam saja.

“Saat ini eksportir ikan hias menunggu hingga normal. Karena takutnya saat di packing bandara tutup lagi. Jadi butuh kepastian,” jelas Rai.

Dia berharap, imbas erupsi Gunung Agung ini tidak sampai parah dengan dampak penutupan bandara dalam jangka waktu yang panjang.

Dalam kondisi penutupan bandara, para pengusaha jasa logistik dan juga eksportir asal Bali akan kehilangan pendapatan dalam jumlah banyak.

“Jika ini dalam jangka waktu yang panjang, kemungkinan bisa saja diserobot negara lain. Tapi, semoga saja itu tidak terjadi,” tuturnya.

Satu-satunya jalan ketika dampak erupsi berkepanjangan yang berakibat pada penutupan bandara adalah jalur alternatif.

Hanya saja, dari estimasi waktu sangat jauh. Rata-rata untuk satu kali pengiriman melalui udara dengan tujuan negara Amerika hanya membutuhkan waktu 30 jam.

Sedangkan jika melalui laut akan membutuhkan waktu hingga 30 hari. “Jadi perbandingannya itu, satu hari berbanding 30 jam.

Dan, barang hidup serta barang ikan, buah dan lainnya tidak bisa bertahan dalam waktu 30 hari. Bisa membusuk,” bebernya.

Dia pun mengakui, tahun ini eksportir barang asal Bali menurun jika dibanding tahun 2016 lalu. Tingkat penurunan mencapai 10 persen.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/