28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:27 AM WIB

Ratusan Ribu Babi Mati akibat ASF, Peternak Merugi Triliunan Rupiah

DENPASAR –  Wabah flu babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) yang dimulai pada Desember 2019 ternyata mengakibatkan kerugian yang amat besar bagi para peternak babi di Bali. Sebab, virus itu sedikitnya mengakibatkan kematian 292 ribu ekor babi di Bali. Kerugian mencapai triliunan rupiah.

 

Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali IB Wisnuardhana saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II DPRD Bali, Senin (15/2). Raker yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna Budi itu membahas masalah penyelundupan daging babi ke wilayah Bali yang terindikasi suspect ASF.  Selain Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Raker itu juga dihadiri Balai Karantina Hewan dan Perkumpulan Peternak Hewan Monogastrik Indonesia (PHMI).

Jika dihitung dari harga jual babi Rp3 juta per ekor menurut Sekretaris PHMI Putu Ria Wijayanti menyebut kerugian peternak hampir Rp 1 Triliun. “Kalau datanya 292.000 ekor (babi mati) kerugian berkisar Rp876 miliar. Itu baru data yang tercatat di Dinas, belum yang tidak tercatat yaitu kematian babi pada peternak rumahan atau rumah tangga,” kata Ria.

Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna Budi bahkan memperkirakan kerugian peternak mencapai Rp3 Triliun. “Dilihat dari jumlah ternak yang mati 292 ribu, hampir 300 ribu, kalau dikalikan dengan harga sekarang ini, itu di angka material saja (kerugian) sekitar Rp1,5 triliun, belum imaterialnya, cakupan 3 triliun itu benar adanya. Jadi berdasarkan data jumlah ternak yang mati,” kata Kresna Budi.

Untuk mencegah virus, diminta perketat masuknya daging babi ilegal ke Bali. Hal itu untuk memutus penularan virus ASF. Upaya yang dilakukan dengan pengawasan yang ketat di pintu-pintu masuk Pulau Dewata.

 

“Kami berharap pemerintah paham bahwa ancaman virus ASF ini belum berakhir. Salah satu penyebarannya bisa lewat lintas ternak maupun daging antardaerah. Jadi pengawasan harap diperketat. Sampai saat ini tidak ada obat yang secara pasti dapat mengatasi virus ASF,” kata Sekretaris PHMI Putu Ria Wijayanti.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali IB Wisnuardhana mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan instansi terkait untuk perketat pengawasan di pintu-pintu masuk Bali. “Kita perketat pengawasan makanya hari ini (Balai) Karantina ikut. Karantina ini yang punya kewenangan untuk menjaga lalu lintas ternak di pintu-pintu masuk,” katanya.

Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna juga menegaskan perlunya koordinasi di pintu-pintu masuk untuk mencegah masuknya daging babi ilegal ke Bali. “Koordinasi di pintu-pintu masuk tempat masuknya daging-daging maupun hewan ke Bali,” kata Politikus Golkar ini.

Sementara itu Eka Putra dari Balai Karantina Padangbai mengatakan, pihaknya tak bisa menyimpulkan daging babi yang masuk ke Bali itu suspect ASF, karena belum dilakukan pemeriksaan. “Kalau terindikasi kan kita belum melakukan pemeriksaan. Karena tidak kita temukan saya tidak berani mengindikasikan (suspect ASF). Yang jelas kalau dia tanpa melalui tindakan karantina, tanpa disertifikasi tidak dijamin kesehatannya. Itu prinsipnya,” tegasnya.

Ia mengatakan, daging ternak yang masuk ke Pulau dewata sesuai prosedur pasti akan diperiksa Balai Karantina. Pihaknya tentu tidak bisa melakukan pemeriksaan daging ternak yang masuk ke Bali secara ilegal.

 

“Kalau melalui prosedur kita melakukan pemeriksaan. Tapi ini kan tidak melalui prosedur, penyelundupan, kita tidak dapat melakukan pemeriksaan. Yang tidak melalui karantina kita tidak menjamin kesehatannya,” katanya.

 

Di sisi lain, akibat wabah virus ASF dan kematiann ratusan ribu babi, para pemotong babi kesulitan mendapatkan ternak babi. Sebab, ternak babi menjadi langka di Bali. Akibat berikutnya adalah melonjaknya harga daging babi di pasaran. 

DENPASAR –  Wabah flu babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) yang dimulai pada Desember 2019 ternyata mengakibatkan kerugian yang amat besar bagi para peternak babi di Bali. Sebab, virus itu sedikitnya mengakibatkan kematian 292 ribu ekor babi di Bali. Kerugian mencapai triliunan rupiah.

 

Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali IB Wisnuardhana saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II DPRD Bali, Senin (15/2). Raker yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna Budi itu membahas masalah penyelundupan daging babi ke wilayah Bali yang terindikasi suspect ASF.  Selain Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Raker itu juga dihadiri Balai Karantina Hewan dan Perkumpulan Peternak Hewan Monogastrik Indonesia (PHMI).

Jika dihitung dari harga jual babi Rp3 juta per ekor menurut Sekretaris PHMI Putu Ria Wijayanti menyebut kerugian peternak hampir Rp 1 Triliun. “Kalau datanya 292.000 ekor (babi mati) kerugian berkisar Rp876 miliar. Itu baru data yang tercatat di Dinas, belum yang tidak tercatat yaitu kematian babi pada peternak rumahan atau rumah tangga,” kata Ria.

Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna Budi bahkan memperkirakan kerugian peternak mencapai Rp3 Triliun. “Dilihat dari jumlah ternak yang mati 292 ribu, hampir 300 ribu, kalau dikalikan dengan harga sekarang ini, itu di angka material saja (kerugian) sekitar Rp1,5 triliun, belum imaterialnya, cakupan 3 triliun itu benar adanya. Jadi berdasarkan data jumlah ternak yang mati,” kata Kresna Budi.

Untuk mencegah virus, diminta perketat masuknya daging babi ilegal ke Bali. Hal itu untuk memutus penularan virus ASF. Upaya yang dilakukan dengan pengawasan yang ketat di pintu-pintu masuk Pulau Dewata.

 

“Kami berharap pemerintah paham bahwa ancaman virus ASF ini belum berakhir. Salah satu penyebarannya bisa lewat lintas ternak maupun daging antardaerah. Jadi pengawasan harap diperketat. Sampai saat ini tidak ada obat yang secara pasti dapat mengatasi virus ASF,” kata Sekretaris PHMI Putu Ria Wijayanti.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali IB Wisnuardhana mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan instansi terkait untuk perketat pengawasan di pintu-pintu masuk Bali. “Kita perketat pengawasan makanya hari ini (Balai) Karantina ikut. Karantina ini yang punya kewenangan untuk menjaga lalu lintas ternak di pintu-pintu masuk,” katanya.

Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna juga menegaskan perlunya koordinasi di pintu-pintu masuk untuk mencegah masuknya daging babi ilegal ke Bali. “Koordinasi di pintu-pintu masuk tempat masuknya daging-daging maupun hewan ke Bali,” kata Politikus Golkar ini.

Sementara itu Eka Putra dari Balai Karantina Padangbai mengatakan, pihaknya tak bisa menyimpulkan daging babi yang masuk ke Bali itu suspect ASF, karena belum dilakukan pemeriksaan. “Kalau terindikasi kan kita belum melakukan pemeriksaan. Karena tidak kita temukan saya tidak berani mengindikasikan (suspect ASF). Yang jelas kalau dia tanpa melalui tindakan karantina, tanpa disertifikasi tidak dijamin kesehatannya. Itu prinsipnya,” tegasnya.

Ia mengatakan, daging ternak yang masuk ke Pulau dewata sesuai prosedur pasti akan diperiksa Balai Karantina. Pihaknya tentu tidak bisa melakukan pemeriksaan daging ternak yang masuk ke Bali secara ilegal.

 

“Kalau melalui prosedur kita melakukan pemeriksaan. Tapi ini kan tidak melalui prosedur, penyelundupan, kita tidak dapat melakukan pemeriksaan. Yang tidak melalui karantina kita tidak menjamin kesehatannya,” katanya.

 

Di sisi lain, akibat wabah virus ASF dan kematiann ratusan ribu babi, para pemotong babi kesulitan mendapatkan ternak babi. Sebab, ternak babi menjadi langka di Bali. Akibat berikutnya adalah melonjaknya harga daging babi di pasaran. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/