27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 8:52 AM WIB

Kemendikbud Wajibkan Seniman Bersertifikat, Erick EST: Buang Waktu

DENPASAR – Rencana penerapan sertifikasi terhadap para seniman yang diberlakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020 mendatang mendapat penolakan dari berbagai genre seniman Bali.

Filmmaker Bali Erick EST menolak keras penerapan sertifikasi tersebut. Ketidaksetujuan Erick terkait penerapan sertifikasi bagi seniman menurutnya buang-buang waktu.

Kata dia, untuk pelaku seni tidak perlu dilakukan sertifikasi, cukup karya saja yang dijaga melalui perlindungan hak cipta yang sudah berjalan selama ini.

“Buat apa pemerintah repot-repot memberlakukan sertifikasi untuk seniman. Untuk karya-karya seniman juga selama ini

karya mereka tidak dijaga dengan baik, masih banyak yang menggunakan karya seniman dengan bebas,” jelas Erick.

Pria berdarah Batak ini menambahkan, sertifikasi untuk seniman khususnya film justru tidak ada gunanya.

Erick mengaku beberapa kali diundang untuk memberikan workshop film di luar negeri tidak ditanyakan mengenai sertifikasi tersebut.

“Mereka menghargai karya kita karena sudah memantau, jadi tidak ditanyakan lagi sertifikasi. Aku menolak itu (sertifikasi),” tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh vokalis band melodic core, Scared of Bums (SOB) BoCare. Menurutnya, seni itu luas tidak batasan dalam berkarya.

Menurutnya, pemberlakuan sertifikasi terhadap seniman ini tidak cocok untuk diterapkan.

Misalnya di ranah seni musik, beberapa musisi berkembang secara otodidak, hal ini kata dia masih menjadi kerancuan tentang tolak ukur bagi tim penguji.

“Saya nggak setuju pemberlakuan sertifikasi untuk seniman, terlebih di ranah musik ya. Musik itu tidak monoton, tidak kaku, dan nggak ada batasan.

Kompeten nggak yang ngetes itu. Selama ini saya sempat manggung di luar negeri hanya masalah administrasi saja.

Ada yang menjamin nggak di negara tempat kita main. Sponsor juga, penyelenggara evennya juga jelas. Kalau sertifikasi belum pernah ditanyakan,” akunya.

Pengamat musik, Rudolf Dethu mengaku pemberlakuan sertifikasi untuk seniman tidak menjadi masalah.

Dalam artian, sertifikasi untuk musisi di sektor tertentu. Misalnya musik klasik. Justru dengan sertifikasi itu, lebih menjamin ketika musisi klasik ini mengantongi sertifikasi.

“Karena kan nggak sembarangan bisa main di luar negeri, ketika main diundang di luar negeri maupun menawarkan diri, di luar negeri, mungkin ditanyakan sertifikasi,” bebernya.

Namun untuk musisi indie pemberlakukan sertifikasi ini kata dia akan sangat sulit diberlakukan.

Dari tim penguji juga belum tentu sesuai dengan keinginan seniman atau musik yang dibawakan.

“Juga tim pengujinya nggak bagus-bagus amat. Pemberlakuan sertifikasi ini tidak masalah sih, toh tidak wajib juga,” tandas pria yang juga sebagai manajer band The Hydrant ini. 

DENPASAR – Rencana penerapan sertifikasi terhadap para seniman yang diberlakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020 mendatang mendapat penolakan dari berbagai genre seniman Bali.

Filmmaker Bali Erick EST menolak keras penerapan sertifikasi tersebut. Ketidaksetujuan Erick terkait penerapan sertifikasi bagi seniman menurutnya buang-buang waktu.

Kata dia, untuk pelaku seni tidak perlu dilakukan sertifikasi, cukup karya saja yang dijaga melalui perlindungan hak cipta yang sudah berjalan selama ini.

“Buat apa pemerintah repot-repot memberlakukan sertifikasi untuk seniman. Untuk karya-karya seniman juga selama ini

karya mereka tidak dijaga dengan baik, masih banyak yang menggunakan karya seniman dengan bebas,” jelas Erick.

Pria berdarah Batak ini menambahkan, sertifikasi untuk seniman khususnya film justru tidak ada gunanya.

Erick mengaku beberapa kali diundang untuk memberikan workshop film di luar negeri tidak ditanyakan mengenai sertifikasi tersebut.

“Mereka menghargai karya kita karena sudah memantau, jadi tidak ditanyakan lagi sertifikasi. Aku menolak itu (sertifikasi),” tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh vokalis band melodic core, Scared of Bums (SOB) BoCare. Menurutnya, seni itu luas tidak batasan dalam berkarya.

Menurutnya, pemberlakuan sertifikasi terhadap seniman ini tidak cocok untuk diterapkan.

Misalnya di ranah seni musik, beberapa musisi berkembang secara otodidak, hal ini kata dia masih menjadi kerancuan tentang tolak ukur bagi tim penguji.

“Saya nggak setuju pemberlakuan sertifikasi untuk seniman, terlebih di ranah musik ya. Musik itu tidak monoton, tidak kaku, dan nggak ada batasan.

Kompeten nggak yang ngetes itu. Selama ini saya sempat manggung di luar negeri hanya masalah administrasi saja.

Ada yang menjamin nggak di negara tempat kita main. Sponsor juga, penyelenggara evennya juga jelas. Kalau sertifikasi belum pernah ditanyakan,” akunya.

Pengamat musik, Rudolf Dethu mengaku pemberlakuan sertifikasi untuk seniman tidak menjadi masalah.

Dalam artian, sertifikasi untuk musisi di sektor tertentu. Misalnya musik klasik. Justru dengan sertifikasi itu, lebih menjamin ketika musisi klasik ini mengantongi sertifikasi.

“Karena kan nggak sembarangan bisa main di luar negeri, ketika main diundang di luar negeri maupun menawarkan diri, di luar negeri, mungkin ditanyakan sertifikasi,” bebernya.

Namun untuk musisi indie pemberlakukan sertifikasi ini kata dia akan sangat sulit diberlakukan.

Dari tim penguji juga belum tentu sesuai dengan keinginan seniman atau musik yang dibawakan.

“Juga tim pengujinya nggak bagus-bagus amat. Pemberlakuan sertifikasi ini tidak masalah sih, toh tidak wajib juga,” tandas pria yang juga sebagai manajer band The Hydrant ini. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/