29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:15 AM WIB

Jika Head to Head, Calon Petahana dari PDIP Wajib Tekan Tombol Bahaya

NEGARA – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jembrana tahun 2020, sudah dimulai dengan tahapan penjaringan bakal calon di masing-masing partai politik.

PDIP Jembrana lebih dulu membuka pendaftaran bakal calon karena tidak perlu memikirkan untuk berkoalisi untuk mengusung calon bupati dan wakil bupati sendiri lantaran sudah mengantongi perolehan kursi 50 persen DPRD Jembrana.

Berbeda dengan partai politik yang masih belum memenuhi syarat perolehan kursi untuk mengusung calon sendiri.

Enam partai politik yang memiliki kursi di DPRD Jembrana, harus berkoalisi untuk mengusung calon bupati dan wakil bupati.

Selain untuk memenuhi syarat pencalonan, koalisi partai politik tersebut sebagai kekuatan besar untuk melawan dominasi PDIP.

Perolehan kursi partai politik di legislatif sebagai salah syarat pencalonan bupati dan wakil bupati, terdapat tujuh partai politik yang berhasil masuk legislatif dengan perolehan kursi masing-masing partai berbeda.

Dari 35 kursi DPRD Jembrana, PDIP mendapat kursi terbanyak yakni 18 kursi, perolehan kursi Partai Golkar 6 kursi, Partai Gerindra 4 kursi, Partai Demokrat 3 kursi, PKB 2 kursi, PPP dan Partai Hanura masing-masing 1 kursi.

Melihat perolehan kursi tersebut, PDIP Jembrana sudah dipastikan bisa mengusung calon sendiri karena sudah melebihi 20 persen kursi yang menjadi syarat utama bagi partai politik yang akan mengusung calon.

Karena itu, pendaftaran bakal calon dari internal sudah lebih dulu dibuka dengan pendaftar hanya tiga orang kader.

Kader PDIP yang mendaftar sebagai calon bupati terdapat nama I Made Kembang Hartawan dan Ida Bagus Susrama.

Sedangkan pendaftar untuk calon wakil bupati hanya I Dewa Putu Mertayasa. Tiga nama tersebut sudah melalui proses penjaringan di tingkat DPC, DPD dan terakhir tingkat DPP.

Tiga nama kader yang sudah mendaftar tersebut belum tentu mendapat rekomendasi sebagai calon bupati dan wakil bupati.

Karena masih ada tahapan survei oleh tingkat DPP PDIP mengenai elektabilitas kader yang mendaftar, maupun kader lain yang berpeluang masuk dalam daftar calon meski tidak mendaftar seleksi internal.

Belakangan muncul nama I Ketut Sugiasa, mantan ketua DPRD Jembrana yang saat ini sebagai anggota DPRD Provinsi Bali dari daerah pemilihan Jembrana sebagai bakal calon wakil bupati.

Padahal pada saat pendaftaran, Sugiasa tidak mendaftar baik sebagai bakal calon bupati maupun wakil bupati.

“Calon bupatinya Ketua DPC PDIP I Made Kembang Hartawan harga mati. Pendampingnya sementara Pak Sugi (Ketut Sugiasa).

Tinggal tunggu rekomendasi dari DPP,” jelas Sekretaris DPC PDIP Jembrana Ni Made Sri Sutharmi, beberapa waktu lalu.

Karena sudah hampir pasti Kembang-Sugiasa sebagai calon bupati dan wakil bupati Jembrana, partai politik lain mulai membentuk koalisi agar bisa mengusung calon dan melakukan penjaringan bakal calon.

Partai Golkar, Gerindra dan Nasdem, memastikan berkoalisi untuk mengusung calon bupati dan wakil bupati.

Partai Demokrat meski belum memastikan ikut bergabung dalam koalisi, dipastikan bergabung dalam koalisi untuk mengusulkan nama I Nengah Tamba sebagai bakal calon bupati.

Meski masing-masing partai politik melakukan penjaringan calon bupati dan wakil bupati, untuk kemudian diusulkan pada koalisi sudah muncul nama yang akan menjadi penantang dari PDIP.

Yaitu I Nengah Tamba dan I Ketut Widastra, dua nama tersebut pada saat hari ulang tahun Partai Golkar menjadi “primadona”.

Nama I Nengah Tamba sebagai politisi Partai Demokrat Sudah tidak asing lagi, sempat menjadi anggota DPRD Provinsi dapil Jembrana.

Begitu juga dengan I Ketut Widastra yang pernah menjadi anggota DPRD Jembrana. Pada pemilihan legislatif April 2019 lalu, keduanya gagal masuk menjadi anggota dewan Bali.

Akan tetapi, pada Pilkada 2020 mendatang, keduanya digadang-gadang akan dipaketkan untuk menjadi calon bupati dan wakil bupati Jembrana yang akan diusung Partai Golkar, Gerindra, Demokrat dan Nasdem.

Jika bisa mengajak PKB, PPP, dan partai Hanura serta partai lain yang tidak memiliki kursi di DPRD Jembrana, maka akan menjadi koalisi besar mengeroyok calon dari PDIP.

Hanya tersisa tiga partai yang belum memastikan untuk berkoalisi. Di antaranya, Partai Hanura, PPP dan PKB.

Walaupun tiga partai ini berkoalisi, tetap tidak bisa mengusung calon karena hanya ada 4 kursi di DPRD Jembrana, artinya kurang 20 persen.

Karena itu, pilihannya adalah berkoalisi dengan koalisi partai yang terbentuk atau dengan PDIP untuk menambah kekuatan di legislatif menggaet pemilih dari masing-masing partai politik.

Dua partai seperti PKB dan PPP, menjadi partai yang “seksi” untuk dilirik semua partai pengusung. Karena kedua partai ini, meski hanya tiga kursi di DPRD Jembrana,

memiliki basis massa yang kuat karena keduanya merupakan partai yang lahir dari Nahdlatul Ulama, dimana sebagai mayoritas dari umat Islam di Jembrana.

PKS meski tidak memiliki kursi di DPRD Jembrana, tetapi memiliki masa simpatisan dan anggota partai yang aktif.

Dengan calon yang hanya dua pasang, posisi PDIP yang mengusung Kembang-Sugiasa, dimana Kembang merupakan calon petahana karena saat ini sebagai wakil bupati akan menghadapi pasang calon yang berat untuk dikalahkan.

Tidak sedikit yang memprediksi, jika head to head, maka siapapun yang menang, hanya menang tipis. Bahkan diprediksi, calon petahana tumbang.

Hal tersebut berkaca pada hasil Pilkada 2015, dimana PDIP mengusung I Putu Artha dan I Made Kembang Hartawan untuk periode keduanya,

hanya menang 65 persen dari lawannya Komang Sinatra dan I Gusti Agung Ketut Sudanayasa yang memperoleh 34 persen.

Perolehan suara ini dianggap tidak normal karena petahana melawan pasangan calon yang baru dan sebelumnya tidak diunggulkan, karena hanya diusung oleh PKB, Nasdem dan Hanura.

Sedangkan Artha-Kembang, diusung PDIP dan didukung Partai Demokrat. Pengalaman PDIP pada Pilkada 2015, Pilgub Bali, Pilpres dan Pileg harus menjadi pelajaran agar mampu memenangkan Pilkada 2020 mendatang.

Pilkada Jembrana merupakan peluang besar bagi siapa saja yang dipilih dan dipercaya masyarakat.

Pemilihan yang akan dilaksanakan 23 September 2020, hanya untuk menentukan satu pemenang untuk menjadi pemimpin yang melayani Jembrana lima tahun kedepan. (*)

NEGARA – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jembrana tahun 2020, sudah dimulai dengan tahapan penjaringan bakal calon di masing-masing partai politik.

PDIP Jembrana lebih dulu membuka pendaftaran bakal calon karena tidak perlu memikirkan untuk berkoalisi untuk mengusung calon bupati dan wakil bupati sendiri lantaran sudah mengantongi perolehan kursi 50 persen DPRD Jembrana.

Berbeda dengan partai politik yang masih belum memenuhi syarat perolehan kursi untuk mengusung calon sendiri.

Enam partai politik yang memiliki kursi di DPRD Jembrana, harus berkoalisi untuk mengusung calon bupati dan wakil bupati.

Selain untuk memenuhi syarat pencalonan, koalisi partai politik tersebut sebagai kekuatan besar untuk melawan dominasi PDIP.

Perolehan kursi partai politik di legislatif sebagai salah syarat pencalonan bupati dan wakil bupati, terdapat tujuh partai politik yang berhasil masuk legislatif dengan perolehan kursi masing-masing partai berbeda.

Dari 35 kursi DPRD Jembrana, PDIP mendapat kursi terbanyak yakni 18 kursi, perolehan kursi Partai Golkar 6 kursi, Partai Gerindra 4 kursi, Partai Demokrat 3 kursi, PKB 2 kursi, PPP dan Partai Hanura masing-masing 1 kursi.

Melihat perolehan kursi tersebut, PDIP Jembrana sudah dipastikan bisa mengusung calon sendiri karena sudah melebihi 20 persen kursi yang menjadi syarat utama bagi partai politik yang akan mengusung calon.

Karena itu, pendaftaran bakal calon dari internal sudah lebih dulu dibuka dengan pendaftar hanya tiga orang kader.

Kader PDIP yang mendaftar sebagai calon bupati terdapat nama I Made Kembang Hartawan dan Ida Bagus Susrama.

Sedangkan pendaftar untuk calon wakil bupati hanya I Dewa Putu Mertayasa. Tiga nama tersebut sudah melalui proses penjaringan di tingkat DPC, DPD dan terakhir tingkat DPP.

Tiga nama kader yang sudah mendaftar tersebut belum tentu mendapat rekomendasi sebagai calon bupati dan wakil bupati.

Karena masih ada tahapan survei oleh tingkat DPP PDIP mengenai elektabilitas kader yang mendaftar, maupun kader lain yang berpeluang masuk dalam daftar calon meski tidak mendaftar seleksi internal.

Belakangan muncul nama I Ketut Sugiasa, mantan ketua DPRD Jembrana yang saat ini sebagai anggota DPRD Provinsi Bali dari daerah pemilihan Jembrana sebagai bakal calon wakil bupati.

Padahal pada saat pendaftaran, Sugiasa tidak mendaftar baik sebagai bakal calon bupati maupun wakil bupati.

“Calon bupatinya Ketua DPC PDIP I Made Kembang Hartawan harga mati. Pendampingnya sementara Pak Sugi (Ketut Sugiasa).

Tinggal tunggu rekomendasi dari DPP,” jelas Sekretaris DPC PDIP Jembrana Ni Made Sri Sutharmi, beberapa waktu lalu.

Karena sudah hampir pasti Kembang-Sugiasa sebagai calon bupati dan wakil bupati Jembrana, partai politik lain mulai membentuk koalisi agar bisa mengusung calon dan melakukan penjaringan bakal calon.

Partai Golkar, Gerindra dan Nasdem, memastikan berkoalisi untuk mengusung calon bupati dan wakil bupati.

Partai Demokrat meski belum memastikan ikut bergabung dalam koalisi, dipastikan bergabung dalam koalisi untuk mengusulkan nama I Nengah Tamba sebagai bakal calon bupati.

Meski masing-masing partai politik melakukan penjaringan calon bupati dan wakil bupati, untuk kemudian diusulkan pada koalisi sudah muncul nama yang akan menjadi penantang dari PDIP.

Yaitu I Nengah Tamba dan I Ketut Widastra, dua nama tersebut pada saat hari ulang tahun Partai Golkar menjadi “primadona”.

Nama I Nengah Tamba sebagai politisi Partai Demokrat Sudah tidak asing lagi, sempat menjadi anggota DPRD Provinsi dapil Jembrana.

Begitu juga dengan I Ketut Widastra yang pernah menjadi anggota DPRD Jembrana. Pada pemilihan legislatif April 2019 lalu, keduanya gagal masuk menjadi anggota dewan Bali.

Akan tetapi, pada Pilkada 2020 mendatang, keduanya digadang-gadang akan dipaketkan untuk menjadi calon bupati dan wakil bupati Jembrana yang akan diusung Partai Golkar, Gerindra, Demokrat dan Nasdem.

Jika bisa mengajak PKB, PPP, dan partai Hanura serta partai lain yang tidak memiliki kursi di DPRD Jembrana, maka akan menjadi koalisi besar mengeroyok calon dari PDIP.

Hanya tersisa tiga partai yang belum memastikan untuk berkoalisi. Di antaranya, Partai Hanura, PPP dan PKB.

Walaupun tiga partai ini berkoalisi, tetap tidak bisa mengusung calon karena hanya ada 4 kursi di DPRD Jembrana, artinya kurang 20 persen.

Karena itu, pilihannya adalah berkoalisi dengan koalisi partai yang terbentuk atau dengan PDIP untuk menambah kekuatan di legislatif menggaet pemilih dari masing-masing partai politik.

Dua partai seperti PKB dan PPP, menjadi partai yang “seksi” untuk dilirik semua partai pengusung. Karena kedua partai ini, meski hanya tiga kursi di DPRD Jembrana,

memiliki basis massa yang kuat karena keduanya merupakan partai yang lahir dari Nahdlatul Ulama, dimana sebagai mayoritas dari umat Islam di Jembrana.

PKS meski tidak memiliki kursi di DPRD Jembrana, tetapi memiliki masa simpatisan dan anggota partai yang aktif.

Dengan calon yang hanya dua pasang, posisi PDIP yang mengusung Kembang-Sugiasa, dimana Kembang merupakan calon petahana karena saat ini sebagai wakil bupati akan menghadapi pasang calon yang berat untuk dikalahkan.

Tidak sedikit yang memprediksi, jika head to head, maka siapapun yang menang, hanya menang tipis. Bahkan diprediksi, calon petahana tumbang.

Hal tersebut berkaca pada hasil Pilkada 2015, dimana PDIP mengusung I Putu Artha dan I Made Kembang Hartawan untuk periode keduanya,

hanya menang 65 persen dari lawannya Komang Sinatra dan I Gusti Agung Ketut Sudanayasa yang memperoleh 34 persen.

Perolehan suara ini dianggap tidak normal karena petahana melawan pasangan calon yang baru dan sebelumnya tidak diunggulkan, karena hanya diusung oleh PKB, Nasdem dan Hanura.

Sedangkan Artha-Kembang, diusung PDIP dan didukung Partai Demokrat. Pengalaman PDIP pada Pilkada 2015, Pilgub Bali, Pilpres dan Pileg harus menjadi pelajaran agar mampu memenangkan Pilkada 2020 mendatang.

Pilkada Jembrana merupakan peluang besar bagi siapa saja yang dipilih dan dipercaya masyarakat.

Pemilihan yang akan dilaksanakan 23 September 2020, hanya untuk menentukan satu pemenang untuk menjadi pemimpin yang melayani Jembrana lima tahun kedepan. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/