25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 3:22 AM WIB

Caleg Terpilih Sebut Kasus Penyiraman Air Panas Penuh Kejanggalan

GIANYAR – Calon anggota DPRD Gianyar terpilih, Alit “Rama” Sutarya terusik dituding sebagai suami siri dari terduga pelaku penyiraman air panas, Desak Wiratningsih.

Politisi PDIP itu mengaku dirugikan dan menjadi korban pencemaran nama baik. Dia pun membantah jadi suami Desak Wiratningsih. Dia menyebut Wiratningsih adalah keponakannya.

Selain hubungan persaudaraan, hubungan kekerabatan antara Desak dengan Alit Rama kian erat ketika ada masalah utang mobil Jazz.

“Bugek ini pebisnis sukses, jualan online dan baju. Dia nikah sama orang Jawa, namanya Muslik, yang ngaku sukses juga,” papar Alit Rama.

Kenyataannya, kata Alit Rama, Muslik masih ngontrak rumah di Denpasar.  Selain ngaku orang kaya, Muslik ini juga sering mencatut nama Desak Wiratningsih hingga persoalan utang selalu dialamatkan ke Desak ini.

“Setelah pisah, ternyata mobil Jazz punya Bugek ini digadaikan sama Muslik ke orang. Pas mau menebus, Bugek dipersulit sampai bilang saudara anak Laskar,” jelas pentolan ormas Gianyar itu.

Dari sana, Desak sering minta tolong ke Alit Rama untuk urusan utang piutang. “Karena banyak debt kolektor dari Laskar, makanya dia sering minta tolong ke saya,” jelasnya.

Karena terus diganggu oleh mantan suaminya dengan kedatangan penagih utang, maka Desak membeli rumah di Gang Barat Stadion Dipta, Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh.

Mengenai kasus penyiraman air panas terhadap ART, Alit Rama pun menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian.

Bahkan, saat olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di rumah Desa, Alit Rama sendiri hadir. “Saya sempat ditanyai. Mereka yang di rumah itu bilang memang saya om-nya. Bukan siapa-siapa,” bebernya.

Lantaran Alit Sutarya sudah mundur sebagai pengacara akan dilantik sebagai anggota DPRD Gianyar Dapil 1 Kecamatan Gianyar, maka dia pun meminta tolong temannya untuk mendampingi Desak.

Terkait kasus itu, Alit Rama mengaku menemui beberapa kejanggalan. Kejanggalan pertama, sejak kedua ART, yakni korban Eka Febriyanti bersama saudara tirinya, Santi ini bekerja di rumah Desak.

“Baru sebulan kerja, ada dari Yayasan Jember bertanya katanya ada penyekapan di rumah itu. Saya sendiri sudah jelaskan,” ujarnya.

Kejanggalan kedua, ketika gaji 7 bulan tidak dibayarkan, Yayasan dari Jember tadi justru tidak mempertanyakan.

“Kabar penyekapan saja mereka langsung datang. Ini tidak dapat gaji sampai 7 bulan, mestinya harus ditanyakan masif juga. Ini nyatanya tidak,” jelasnya.

Kedua, korban Eka Febriyanti dan Santi merupakan saudara tiri yang punya dendam. “Kalau memang bermusuhan, kanapa Eka mau kerja satu rumah sama Santi?,” ujarnya.

Yang ketiga, korban Eka ini ditugaskan menjaga toko baju di Jalan Buruan, bahkan dipercaya membawa sepeda gayung bolak-balik rumah Desak ke toko yang jaraknya tidak terlalu jauh.

“Kalau mau kabur, atau gaji tidak dibayar kan tinggal ambil saja uang di toko dan ambil bajunya,” jelasnya.

Keempat, saat kejadian penyiraman, Desak Wiratningsih sedang berada di luar. Pada jam penyiraman air keras itu, Desak sedang berada di toko ban.

“Bu Gek mau mencocokkan tanggal dan jam itu dengan toko ban. Dia sedang berada di luar,” jelasnya lagi.

Kelima, kasus itu disebut dilakukan oleh satpam, saudara tirinya, Santi dan Desak. “Dia (Desak) baru tahu masalah itu tadi malam, pas dibawa ke Polda.

Orang dia ada di luar rumah. Setiap minggu dia sering ajak pembantunya jalan biar tidak stres,” bebernya.

Keenam, polisi menyita kompor, panci dan dispenser. “Yang disita itu kompor di lantai bawah, panci dan dispenser di lantai atas.

Malam itu memang pembantunya disuruh air panas dari dispenser. Kalau memang air panas dispenser, seberapa parah sih?,” jelasnya.

Alit Rama juga bingung dengan alur cerita korban yang kabur dari rumah Desak. “Katanya sempat minta bantuan polisi di pos polisi.

Kalau memang dia terluka, kan mestinya lapor polisi. Atau polisinya nanya dulu. Kok isi ke Nusa Dua?” tandasnya.

Alit Rama juga merasa bingung dengan luka di punggungnya. “Apakah itu luka baru atau luka lama. Sepengetahuan saya, Eka itu punya sakit korengan.

Harus dicek juga foto itu dijepret kapan dan dimana? Masuk akal nggak, itu luka baru sudah bisa mengelupas?” tanyanya.

Menurut Alit Rama, idealnya dalam kondisi terluka semestinya Eka berobat di klinik atau rumah sakit terdekat. Namun pengakuan Eka, malah naik angkot dan memeriksakan luka di Kuta Selatan.

Soal gunting, Alit Rama mengaku lucu. “Dia itu pengusaha, jualan online. Masak masalah gunting hilang?,” jelasnya.

Sebagai pengacara, Alit Rama melihat ada kejanggalan yang begitu mendalam. “Maaf saya bukannya diskriminasi. Seorang pembantu, tamat SD, bisa membawa pengacara lalu melapor.

Kebanyakan orang intelektual saja kalau kena kasus, paling hanya melapor dulu. Pengacara belakangan,” paparnya.

Dia pun melihat seperti ada yang sudah terencana dalam kasus ini.  “Ini diperkirakan ada otak intelektualnya.

Kecurigaan kami ke mantan suaminya,” ujarnya. Dia menduga ada unsur ingin merebut putri kembar Desak Wiratningsih. 

GIANYAR – Calon anggota DPRD Gianyar terpilih, Alit “Rama” Sutarya terusik dituding sebagai suami siri dari terduga pelaku penyiraman air panas, Desak Wiratningsih.

Politisi PDIP itu mengaku dirugikan dan menjadi korban pencemaran nama baik. Dia pun membantah jadi suami Desak Wiratningsih. Dia menyebut Wiratningsih adalah keponakannya.

Selain hubungan persaudaraan, hubungan kekerabatan antara Desak dengan Alit Rama kian erat ketika ada masalah utang mobil Jazz.

“Bugek ini pebisnis sukses, jualan online dan baju. Dia nikah sama orang Jawa, namanya Muslik, yang ngaku sukses juga,” papar Alit Rama.

Kenyataannya, kata Alit Rama, Muslik masih ngontrak rumah di Denpasar.  Selain ngaku orang kaya, Muslik ini juga sering mencatut nama Desak Wiratningsih hingga persoalan utang selalu dialamatkan ke Desak ini.

“Setelah pisah, ternyata mobil Jazz punya Bugek ini digadaikan sama Muslik ke orang. Pas mau menebus, Bugek dipersulit sampai bilang saudara anak Laskar,” jelas pentolan ormas Gianyar itu.

Dari sana, Desak sering minta tolong ke Alit Rama untuk urusan utang piutang. “Karena banyak debt kolektor dari Laskar, makanya dia sering minta tolong ke saya,” jelasnya.

Karena terus diganggu oleh mantan suaminya dengan kedatangan penagih utang, maka Desak membeli rumah di Gang Barat Stadion Dipta, Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh.

Mengenai kasus penyiraman air panas terhadap ART, Alit Rama pun menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian.

Bahkan, saat olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di rumah Desa, Alit Rama sendiri hadir. “Saya sempat ditanyai. Mereka yang di rumah itu bilang memang saya om-nya. Bukan siapa-siapa,” bebernya.

Lantaran Alit Sutarya sudah mundur sebagai pengacara akan dilantik sebagai anggota DPRD Gianyar Dapil 1 Kecamatan Gianyar, maka dia pun meminta tolong temannya untuk mendampingi Desak.

Terkait kasus itu, Alit Rama mengaku menemui beberapa kejanggalan. Kejanggalan pertama, sejak kedua ART, yakni korban Eka Febriyanti bersama saudara tirinya, Santi ini bekerja di rumah Desak.

“Baru sebulan kerja, ada dari Yayasan Jember bertanya katanya ada penyekapan di rumah itu. Saya sendiri sudah jelaskan,” ujarnya.

Kejanggalan kedua, ketika gaji 7 bulan tidak dibayarkan, Yayasan dari Jember tadi justru tidak mempertanyakan.

“Kabar penyekapan saja mereka langsung datang. Ini tidak dapat gaji sampai 7 bulan, mestinya harus ditanyakan masif juga. Ini nyatanya tidak,” jelasnya.

Kedua, korban Eka Febriyanti dan Santi merupakan saudara tiri yang punya dendam. “Kalau memang bermusuhan, kanapa Eka mau kerja satu rumah sama Santi?,” ujarnya.

Yang ketiga, korban Eka ini ditugaskan menjaga toko baju di Jalan Buruan, bahkan dipercaya membawa sepeda gayung bolak-balik rumah Desak ke toko yang jaraknya tidak terlalu jauh.

“Kalau mau kabur, atau gaji tidak dibayar kan tinggal ambil saja uang di toko dan ambil bajunya,” jelasnya.

Keempat, saat kejadian penyiraman, Desak Wiratningsih sedang berada di luar. Pada jam penyiraman air keras itu, Desak sedang berada di toko ban.

“Bu Gek mau mencocokkan tanggal dan jam itu dengan toko ban. Dia sedang berada di luar,” jelasnya lagi.

Kelima, kasus itu disebut dilakukan oleh satpam, saudara tirinya, Santi dan Desak. “Dia (Desak) baru tahu masalah itu tadi malam, pas dibawa ke Polda.

Orang dia ada di luar rumah. Setiap minggu dia sering ajak pembantunya jalan biar tidak stres,” bebernya.

Keenam, polisi menyita kompor, panci dan dispenser. “Yang disita itu kompor di lantai bawah, panci dan dispenser di lantai atas.

Malam itu memang pembantunya disuruh air panas dari dispenser. Kalau memang air panas dispenser, seberapa parah sih?,” jelasnya.

Alit Rama juga bingung dengan alur cerita korban yang kabur dari rumah Desak. “Katanya sempat minta bantuan polisi di pos polisi.

Kalau memang dia terluka, kan mestinya lapor polisi. Atau polisinya nanya dulu. Kok isi ke Nusa Dua?” tandasnya.

Alit Rama juga merasa bingung dengan luka di punggungnya. “Apakah itu luka baru atau luka lama. Sepengetahuan saya, Eka itu punya sakit korengan.

Harus dicek juga foto itu dijepret kapan dan dimana? Masuk akal nggak, itu luka baru sudah bisa mengelupas?” tanyanya.

Menurut Alit Rama, idealnya dalam kondisi terluka semestinya Eka berobat di klinik atau rumah sakit terdekat. Namun pengakuan Eka, malah naik angkot dan memeriksakan luka di Kuta Selatan.

Soal gunting, Alit Rama mengaku lucu. “Dia itu pengusaha, jualan online. Masak masalah gunting hilang?,” jelasnya.

Sebagai pengacara, Alit Rama melihat ada kejanggalan yang begitu mendalam. “Maaf saya bukannya diskriminasi. Seorang pembantu, tamat SD, bisa membawa pengacara lalu melapor.

Kebanyakan orang intelektual saja kalau kena kasus, paling hanya melapor dulu. Pengacara belakangan,” paparnya.

Dia pun melihat seperti ada yang sudah terencana dalam kasus ini.  “Ini diperkirakan ada otak intelektualnya.

Kecurigaan kami ke mantan suaminya,” ujarnya. Dia menduga ada unsur ingin merebut putri kembar Desak Wiratningsih. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/