29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:50 AM WIB

AJI Denpasar Sesalkan Pemberian Grasi Bagi Otak Pembunuh AA Prabangsa

DENPASAR-Keputusan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi bagi terpidana seumur hidup kasus pembunuhan wartawan Jawa Pos Radar Bali Anak Agung Gde Bagus Narendra Prabangsa, I Nengah Susrama terus menuai banyak kecaman.

 

Tak hanya dari mantan kuasa hukum AA  Prabangsa, I Made Suardana, namun atas pemberian grasi bagi pembunuh asa-sapaan mendiang AA Gde Bagus Narendra Prabangsa terhadap adik kandung dari mantan Bupati Bangli I Nengah Arnawa juga menuai kecaman dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar.

 

Seperti disampaikan Ketua AJI Denpasar Nandhang R.Astika. Didampingi Kepala Divisi Advokasi AJI Denpasar Miftachul Huda, Nandang menegaskan jika pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun penjara bagi suami dari Hening Puspitarini ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers. 

 

“Karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat,”tegas Nandang, Selasa (22/1). 

 

Untuk itu, lanjut Nandang,  AJI Denpasar sangat menyayangkan dan menyesalkan pemberian grasi tersebut.

 

Selain itu, masih terkait pemberian grasi oleh Presiden Jokowi terhadap otak pembunuhan berencana redaktur Jawa Pos Radar Bali, itu Nandang juga menilai jika pemberian grasi bagi Susrama adalah  langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.

 

Menurutnya, pengungkapan kasus pembunuhan wartawan di Bali tahun 2010 silam itu menjadi bagian dari tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. 

 

“Ini karena sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.”kata Nandang

 

Karena itu, lanjutnya, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadilan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap.

 

“Apalagi AJI Denpasar bersama sejumlah advokat, dan aktivis yang dari awal ikut mengawal Polda Bali tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam,”terangnya. 

 

Menurut Nandang, butuh waktu berbulan-bulan dengan energi yang berlebih hingga kasus ini dapat diungkap oleh Polda Bali ketika itu.

DENPASAR-Keputusan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi bagi terpidana seumur hidup kasus pembunuhan wartawan Jawa Pos Radar Bali Anak Agung Gde Bagus Narendra Prabangsa, I Nengah Susrama terus menuai banyak kecaman.

 

Tak hanya dari mantan kuasa hukum AA  Prabangsa, I Made Suardana, namun atas pemberian grasi bagi pembunuh asa-sapaan mendiang AA Gde Bagus Narendra Prabangsa terhadap adik kandung dari mantan Bupati Bangli I Nengah Arnawa juga menuai kecaman dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar.

 

Seperti disampaikan Ketua AJI Denpasar Nandhang R.Astika. Didampingi Kepala Divisi Advokasi AJI Denpasar Miftachul Huda, Nandang menegaskan jika pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun penjara bagi suami dari Hening Puspitarini ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers. 

 

“Karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat,”tegas Nandang, Selasa (22/1). 

 

Untuk itu, lanjut Nandang,  AJI Denpasar sangat menyayangkan dan menyesalkan pemberian grasi tersebut.

 

Selain itu, masih terkait pemberian grasi oleh Presiden Jokowi terhadap otak pembunuhan berencana redaktur Jawa Pos Radar Bali, itu Nandang juga menilai jika pemberian grasi bagi Susrama adalah  langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.

 

Menurutnya, pengungkapan kasus pembunuhan wartawan di Bali tahun 2010 silam itu menjadi bagian dari tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. 

 

“Ini karena sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.”kata Nandang

 

Karena itu, lanjutnya, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadilan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap.

 

“Apalagi AJI Denpasar bersama sejumlah advokat, dan aktivis yang dari awal ikut mengawal Polda Bali tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam,”terangnya. 

 

Menurut Nandang, butuh waktu berbulan-bulan dengan energi yang berlebih hingga kasus ini dapat diungkap oleh Polda Bali ketika itu.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/