28.5 C
Jakarta
12 April 2024, 11:29 AM WIB

Mimih! Keroyok Tetangga Hingga Tewas, Bapak Anak Hanya Divonis Setahun

DENPASAR – Putusan super miring kembali dijatuhkan majelis hakim PN Denpasar.

Kali ini, vonis miring diberikan bagi dua terdakwa kasus pengeroyokan I Made Rai Arta dan I Kadek Yoga Adi Antara.

Pada sidang dengan Majelis IGN Partha Bargawa, dua terdakwa yang masih berstatus bapak dan anak ini, hanya diganjar dengan hukuman pidana selama 1 tahun dan 6 bulan (1,5 tahun).

Padahal sesuai amar putusan, hakim menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 351 Ayat (3) juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP disebutkan, ancaman maksimal pelaku penganiayaan yang menyebabkan kematian yakni tujuh tahun penjara.

Atas putusan yang lebih ringan 1,5 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nyoman Triarta Kurniawan yang sebelumnya menuntut kedua terdakwa dengan hukuman selama 3 tahun penjara, kedua terdakwa menyatakan menerima. Sedangkan JPU masih menyatakan pikir-pikir. “Kami konsultasi dengan pimpinan dulu,” ujar Triarta.

Terkait ringannya putusan hakim, Triarta menyebut dalam fakta persidangan perbuatan kedua terdakwa tak terbukti melakukan pengeroyokan. Sebab, kedua terdakwa datang tidak berbarengan. “Selain itu, keluarga korban dengan terdakwa sudah damai. Mereka (terdakwa) juga sempat menolong dengan memanggil ambulans dan petugas kesehatan,” tuturnya.

Kasus kematian Winarta sendiri tidak langsung diketahui keluarganya. Korban meninggal dikira serangan jantung dan sakit asam urat. Setelah jenazah korban dikubur, pihak kerabat mencurigai jika kematiannya tak wajar dilihat dari kondisi tubuh mengalami memar. Pihak keluarga akhirnya melaporkan hal itu ke Polsek Mengwi.

Ceritanya, pada 10 Oktober tahun lalu di pinggir Jalan Raya Banjar Pempatan, Desa Munggu, Mengwi, Badung, pukul 16.00 terdakwa Arta melihat korban sedang melintas di Jalan Banjar Pempatan menuju Banjar Gambang, Desa Munggu mengendarai sepeda motor mengangkut gabah.

Korban masuk ke dalam gang di Banjar Pempatan menaruh gabah. Sementara Rai Arta menunggu korban di depan gang di pinggir jalan. Kemudian Arta memberhentikan korban. Selanjutnya Arta menagih uang yang dipinjam korban. Namun korban mengaku belum bisa kembalikan uang yang dipinjamnya.

Cekcok mulut pun terjadi. Karena kesal, Rai Arta menampar pipi korban. Selanjutnya memukul dada korban dengan tangan kanan. Karena ada warga yang kebetulan melintas, Rai Arta sempat berhenti memukul korban agar tidak diketahui sedang menganiaya.

Setelah warga pergi, datanglah terdakwa Yoga Adi Antara. Yoga ikut memukul pipi kanan korban. Bahkan, Yoga juga menendang perut dan pipi korban. Nahas, ketika ditendang itu Korban terjatuh hingga kepalanya membentur aspal. Seketika badan korban gemetar dan pingsan.

Melihat hal itu, Arta mencoba membangunkan korban. Rupanya Adi masih emosi dan kembali menendang korban dalam kondisi tak sadarkan diri. Arta yang panik memanggil teman yang diajak Adi (saksi) datang ke TKP. Saksi tak ikut turun karena takut. Mereka bertiga mengangkat korban agar ditaruh di lantai depan warung di dekat TKP.

Mengetahui korban tak sadarkan diri, kedua terdakwa semakin panik dan mencari ambulans. Sekitar 20 menit kemudian datang ambulans dan petugas medis melakukan pengecekan terhadap kondisi korban. Petugas medis, mencoba memberikan pertolongan tapi tak tertolong.

Sementara hasil visum di RS Sanglah menerangkan bahwa, penyebab kematian korban adalah adanya pendarahan dalam rongga kepala yang diakibatkan terkena benda tumpul.

Pembunuhan itu terkuak setelah Tim Opsnal Reskrim Polsek Mengwi menemukan kejanggalan. Polisi memutusukan membongkar makam warga Banjar Pondok Mekar, Tangguntiti, Selemadeg, Tabanan itu, kemudian jenazah diotopsi. Hasilnya terdapat luka sebagai tanda-tanda kekerasan di tubuh korban akibat penganiayaan.

DENPASAR – Putusan super miring kembali dijatuhkan majelis hakim PN Denpasar.

Kali ini, vonis miring diberikan bagi dua terdakwa kasus pengeroyokan I Made Rai Arta dan I Kadek Yoga Adi Antara.

Pada sidang dengan Majelis IGN Partha Bargawa, dua terdakwa yang masih berstatus bapak dan anak ini, hanya diganjar dengan hukuman pidana selama 1 tahun dan 6 bulan (1,5 tahun).

Padahal sesuai amar putusan, hakim menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 351 Ayat (3) juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP disebutkan, ancaman maksimal pelaku penganiayaan yang menyebabkan kematian yakni tujuh tahun penjara.

Atas putusan yang lebih ringan 1,5 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nyoman Triarta Kurniawan yang sebelumnya menuntut kedua terdakwa dengan hukuman selama 3 tahun penjara, kedua terdakwa menyatakan menerima. Sedangkan JPU masih menyatakan pikir-pikir. “Kami konsultasi dengan pimpinan dulu,” ujar Triarta.

Terkait ringannya putusan hakim, Triarta menyebut dalam fakta persidangan perbuatan kedua terdakwa tak terbukti melakukan pengeroyokan. Sebab, kedua terdakwa datang tidak berbarengan. “Selain itu, keluarga korban dengan terdakwa sudah damai. Mereka (terdakwa) juga sempat menolong dengan memanggil ambulans dan petugas kesehatan,” tuturnya.

Kasus kematian Winarta sendiri tidak langsung diketahui keluarganya. Korban meninggal dikira serangan jantung dan sakit asam urat. Setelah jenazah korban dikubur, pihak kerabat mencurigai jika kematiannya tak wajar dilihat dari kondisi tubuh mengalami memar. Pihak keluarga akhirnya melaporkan hal itu ke Polsek Mengwi.

Ceritanya, pada 10 Oktober tahun lalu di pinggir Jalan Raya Banjar Pempatan, Desa Munggu, Mengwi, Badung, pukul 16.00 terdakwa Arta melihat korban sedang melintas di Jalan Banjar Pempatan menuju Banjar Gambang, Desa Munggu mengendarai sepeda motor mengangkut gabah.

Korban masuk ke dalam gang di Banjar Pempatan menaruh gabah. Sementara Rai Arta menunggu korban di depan gang di pinggir jalan. Kemudian Arta memberhentikan korban. Selanjutnya Arta menagih uang yang dipinjam korban. Namun korban mengaku belum bisa kembalikan uang yang dipinjamnya.

Cekcok mulut pun terjadi. Karena kesal, Rai Arta menampar pipi korban. Selanjutnya memukul dada korban dengan tangan kanan. Karena ada warga yang kebetulan melintas, Rai Arta sempat berhenti memukul korban agar tidak diketahui sedang menganiaya.

Setelah warga pergi, datanglah terdakwa Yoga Adi Antara. Yoga ikut memukul pipi kanan korban. Bahkan, Yoga juga menendang perut dan pipi korban. Nahas, ketika ditendang itu Korban terjatuh hingga kepalanya membentur aspal. Seketika badan korban gemetar dan pingsan.

Melihat hal itu, Arta mencoba membangunkan korban. Rupanya Adi masih emosi dan kembali menendang korban dalam kondisi tak sadarkan diri. Arta yang panik memanggil teman yang diajak Adi (saksi) datang ke TKP. Saksi tak ikut turun karena takut. Mereka bertiga mengangkat korban agar ditaruh di lantai depan warung di dekat TKP.

Mengetahui korban tak sadarkan diri, kedua terdakwa semakin panik dan mencari ambulans. Sekitar 20 menit kemudian datang ambulans dan petugas medis melakukan pengecekan terhadap kondisi korban. Petugas medis, mencoba memberikan pertolongan tapi tak tertolong.

Sementara hasil visum di RS Sanglah menerangkan bahwa, penyebab kematian korban adalah adanya pendarahan dalam rongga kepala yang diakibatkan terkena benda tumpul.

Pembunuhan itu terkuak setelah Tim Opsnal Reskrim Polsek Mengwi menemukan kejanggalan. Polisi memutusukan membongkar makam warga Banjar Pondok Mekar, Tangguntiti, Selemadeg, Tabanan itu, kemudian jenazah diotopsi. Hasilnya terdapat luka sebagai tanda-tanda kekerasan di tubuh korban akibat penganiayaan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/