31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 11:52 AM WIB

Utang Bengkak Jadi Rp 9 Miliar, Dua Saudara Menangi Banding

DENPASAR– I Nyoman Sutara, 44, dan I Made Wirawan, 48, dua saudara yang terjebak utang Rp 2 miliar membengkak menjadi Rp 9 miliar untuk sementara bisa bernapas lega. Pasalnya, Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar mengabulkan kontra memori bading yang mereka ajukan.

 

“Putusan banding PT Denpasar ini memperkuat putusan PN Denpasar. Kami benar-benar merasa mendapat keadilan. Klien kami yang rakyat biasa dan orang kecil bisa mendapatkan haknya kembali,” ujar Reydi Nobel, pengacara yang mendampingi Sutara dan Wirawan, Senin  (28/2).

 

Majelis hakim PT Denpasar yang diketuai Gede Ngurah Arthanaya mengetuk palu pada 27 Januari lalu. Ada tiga poin dalam putusan banding PT Denpasar. Pertama, majelis hakim menerima permohonan banding dari pembanding I (semula tergugat I), dan pembanding II (semula tergugat II).

 

“Paling penting adalah poin dua, PT Denpasar menguatkan putusan PN Denpasar yang dimohonkan banding,” beber Reydi.

 

Sementara poin ketiga hakim menghukum pembanding I dan II membayar biaya perkara Rp 150 ribu. Pembanding I dalam kasus ini adalh Anna L, perempuan wiraswasta asal Jakarta. Sedangkan pembanding II adalah Surjadi, seorang notaris asal Jakarta.

 

“Saudari Anna L (pembanding I) setelah kalah di PN Denpasar mengajukan banding ke PT Denpasar. Karena mereka banding, kami lawan dengan mengajukan kontra memori banding,” tandasnya.

 

Meski menang, Sutara dan Wirawan tetap belum mengambil haknya berupa sertifikat tanah. Sebab, perkara ini masih berpeluang lanjut ke tingkat kasasi. Kendati demikian, Reydi menyatakan siap melanjutkan perlawanan hingga kasasi.

 

“Dari awal secara materi posisi klien kami benar, Mereka memperjuangkan haknya. Jadi, sampai manapun kami akan lawan,” tukas pengacara hobi olah raga menembak itu.

 

Dalam sidang putusan rekonfusi sebelumnya, hakim PN Denpasar menghukum Sutara dan Wirawan membayar utangnya sejumlah Rp 2 miliar kepada tergugat Anna L. Utang yang harus dibayar tersebut sesuai perjanjian awal. Namun, dalam perjalanan utang membengkak menjadi Rp 9 miliar.

 

Selain itu, hakim juga membatalkan akta pengakuan utang Nomor 6 tertanggal 6 April 2021. Pembatalan juga berlaku untuk akta kesepakatan bersama nomor 7, akta pengikatan jual beli nomor 08, akta kuasa untuk menjual nomor 9, dan akta perjanjian pengosongan nomor 10.

 

“Majelis hakim juga meminta tergugat mengembalikan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 1533 di Kelurahan Seminyak, Kuta, Badung. Selama ini sertifikat tersebut menjadi agunan dan dipegang tergugat,” imbuh Reydi.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, penggugat I Made Wirawan mengajukan gugatan ke PN Denpasar lantaran utangnya membengkak dari Rp 2 miliar menjadi Rp 9 miliar.

 

Wirawan meminjam uang Rp 2 miliar untuk usaha pada 6 Januari 2021. Dari pinjaman Rp 2 miliar itu Wirawan hanya menerima Rp 1,4 miliar. Ini karena dipotong biaya adiministrasi.

 

Namun, karena situasi perekonomian di Bali tak kunjung membaik akibat pandemi, Wirawan tak bisa melunasi utang saat jatuh tempo pada April 2021. Karena belum bisa membayar utang, Wirawan meminta kelonggaran waktu.

 

Menurut Reydi, waktu itu tidak ada jawaban dari pemberi utang. Malah pelapor ditekan dan diancam mendatangani surat pernyataan utang menjadi Rp 9 miliar.

 

Wirawan yang merasa tertekan berusaha mencari pinjaman lain untuk menutupi utang Rp 2 miliar. Dikatakan Reydi, pembayaran utang Rp 2 miliar ditolak oleh Anna L.

 

DENPASAR– I Nyoman Sutara, 44, dan I Made Wirawan, 48, dua saudara yang terjebak utang Rp 2 miliar membengkak menjadi Rp 9 miliar untuk sementara bisa bernapas lega. Pasalnya, Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar mengabulkan kontra memori bading yang mereka ajukan.

 

“Putusan banding PT Denpasar ini memperkuat putusan PN Denpasar. Kami benar-benar merasa mendapat keadilan. Klien kami yang rakyat biasa dan orang kecil bisa mendapatkan haknya kembali,” ujar Reydi Nobel, pengacara yang mendampingi Sutara dan Wirawan, Senin  (28/2).

 

Majelis hakim PT Denpasar yang diketuai Gede Ngurah Arthanaya mengetuk palu pada 27 Januari lalu. Ada tiga poin dalam putusan banding PT Denpasar. Pertama, majelis hakim menerima permohonan banding dari pembanding I (semula tergugat I), dan pembanding II (semula tergugat II).

 

“Paling penting adalah poin dua, PT Denpasar menguatkan putusan PN Denpasar yang dimohonkan banding,” beber Reydi.

 

Sementara poin ketiga hakim menghukum pembanding I dan II membayar biaya perkara Rp 150 ribu. Pembanding I dalam kasus ini adalh Anna L, perempuan wiraswasta asal Jakarta. Sedangkan pembanding II adalah Surjadi, seorang notaris asal Jakarta.

 

“Saudari Anna L (pembanding I) setelah kalah di PN Denpasar mengajukan banding ke PT Denpasar. Karena mereka banding, kami lawan dengan mengajukan kontra memori banding,” tandasnya.

 

Meski menang, Sutara dan Wirawan tetap belum mengambil haknya berupa sertifikat tanah. Sebab, perkara ini masih berpeluang lanjut ke tingkat kasasi. Kendati demikian, Reydi menyatakan siap melanjutkan perlawanan hingga kasasi.

 

“Dari awal secara materi posisi klien kami benar, Mereka memperjuangkan haknya. Jadi, sampai manapun kami akan lawan,” tukas pengacara hobi olah raga menembak itu.

 

Dalam sidang putusan rekonfusi sebelumnya, hakim PN Denpasar menghukum Sutara dan Wirawan membayar utangnya sejumlah Rp 2 miliar kepada tergugat Anna L. Utang yang harus dibayar tersebut sesuai perjanjian awal. Namun, dalam perjalanan utang membengkak menjadi Rp 9 miliar.

 

Selain itu, hakim juga membatalkan akta pengakuan utang Nomor 6 tertanggal 6 April 2021. Pembatalan juga berlaku untuk akta kesepakatan bersama nomor 7, akta pengikatan jual beli nomor 08, akta kuasa untuk menjual nomor 9, dan akta perjanjian pengosongan nomor 10.

 

“Majelis hakim juga meminta tergugat mengembalikan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 1533 di Kelurahan Seminyak, Kuta, Badung. Selama ini sertifikat tersebut menjadi agunan dan dipegang tergugat,” imbuh Reydi.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, penggugat I Made Wirawan mengajukan gugatan ke PN Denpasar lantaran utangnya membengkak dari Rp 2 miliar menjadi Rp 9 miliar.

 

Wirawan meminjam uang Rp 2 miliar untuk usaha pada 6 Januari 2021. Dari pinjaman Rp 2 miliar itu Wirawan hanya menerima Rp 1,4 miliar. Ini karena dipotong biaya adiministrasi.

 

Namun, karena situasi perekonomian di Bali tak kunjung membaik akibat pandemi, Wirawan tak bisa melunasi utang saat jatuh tempo pada April 2021. Karena belum bisa membayar utang, Wirawan meminta kelonggaran waktu.

 

Menurut Reydi, waktu itu tidak ada jawaban dari pemberi utang. Malah pelapor ditekan dan diancam mendatangani surat pernyataan utang menjadi Rp 9 miliar.

 

Wirawan yang merasa tertekan berusaha mencari pinjaman lain untuk menutupi utang Rp 2 miliar. Dikatakan Reydi, pembayaran utang Rp 2 miliar ditolak oleh Anna L.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/