34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 14:13 PM WIB

Terima Vonis 3 Tahun Bui, Mataram Ngaku Legawa dan Ogah Banding

DENPASAR– Meski sempat syok berat saat divonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, terdakwa I Gusti Ngurah Bagus Mataram, 58, akhirnya bisa menerima putusan hakim. Mataram dihukum 3 tahun penjara.

 

Kepala Dinas Kebudayaan (nonaktif) Kota Denpasar yang juga terdakwa kasus korupsi aci-aci/sesajen itu memutuskan tidak mengajukan banding. “Setelah kami bicara dengan terdakwa, akhirnya terdakwa legawa dengan putusan hakim,” ujar I Komang Sutrisna, pengacara Mataram saat dihubungi Senin (28/2).

 

Menurut Komang, alasan terdakwa tidak banding karena putusan hakim dinilai sudah sesuai pledoi atau nota pembelaan yang diajukan. Dalam pledoinya Komang menyebut yang dilanggar terdakwa adalah Pasal 3 UU Tipikor tentang penyalahgunaan wewenang. Terdakwa tidak melanggar Pasal 2 UU yang sama tentang konspirasi mengorupsi uang negara.

 

“Terdakwa menyadari kesalahannya dalam membuat kebijakan menyebabkan kerugian negara,” tukas pengacara yang juga mantan wartawan itu.

 

Komang juga menilai putusan hakim sudah sangat komprehensif. Hal itu bisa dilihat dari pembayaran uang ganti rugi yang dijatuhkan kepada terdakwa. Dalam fakta persidangan terungkap, dari kerugian Rp 1,022 miliar, terdakwa sempat menikmati Rp 155 juta.

 

“Uang Rp 155 juta itulah yang dibebankan pada terdakwa. Kami melihat putusan ini sudah adil dan sesuai fakta persidangan,” tukas Komang.

 

Ditanya terdakwa baru menitipkan uang Rp 125 juta, Komang menyebut masih menunggu putusan berkekuatan hukum tetap. Sampai saat ini perkara belum inkrah lantaran jaksa belum menyatakan sikapnya terhadap putusan hakim.

 

Sementara itu, Kasi Intel Kejari Denpasar I Putu Eka Suyantha yang dikonfirmasi terpisah belum bisa memberikan kepastian. “Kepastian (banding atau tidak) akan kami sampaikan besok (hari ini, Red),” kata Suyantha.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Gede Putra Astawa tak sependapat dengan tuntutan yang diajukan JPU Kejari Denpasar. Hakim menyatakan terdakwa Mataram melanggar Pasal 3 UU Tipikor.

 

Perbedaan Pasal 2 dan Pasal 3 ada pada orientasi dan modus operandi. Dalam Pasal 2 terdakwa melakukan korupsi dengan cara konspirasi atau bersama-sama pihak lain. Sedangkan dalam Pasal 3 menitikberatkan pada penyalahgunaan wewenang oleh terdakwa.

 

Selama masa persidangan, hakim melihat perbuatan Mataram terbukti menyalahgunakan wewenang, bukan bersekongkol untuk memperkaya diri sendiri. Hal itu didukung dengan pengembalian kerugian keuangan negara. Akibat perbedaan pandangan pasal yang diterapkan, hakim Astawa dkk mengurangi hukuman satu tahun dari tuntutan JPU.

 

Hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Hukuman denda ini juga lebih rendag dibandingkan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. 

 

Yang menarik adalah majelis hakim meminta JPU agar memeriksa pihak-pihak lain yang ikut menikmati uang korupsi dana aci-aci/sesajen untuk desa dan keluarah se-Denpasar, sehingga negara dirugikan sebesar Rp 1.022.258.750.

 

 

DENPASAR– Meski sempat syok berat saat divonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, terdakwa I Gusti Ngurah Bagus Mataram, 58, akhirnya bisa menerima putusan hakim. Mataram dihukum 3 tahun penjara.

 

Kepala Dinas Kebudayaan (nonaktif) Kota Denpasar yang juga terdakwa kasus korupsi aci-aci/sesajen itu memutuskan tidak mengajukan banding. “Setelah kami bicara dengan terdakwa, akhirnya terdakwa legawa dengan putusan hakim,” ujar I Komang Sutrisna, pengacara Mataram saat dihubungi Senin (28/2).

 

Menurut Komang, alasan terdakwa tidak banding karena putusan hakim dinilai sudah sesuai pledoi atau nota pembelaan yang diajukan. Dalam pledoinya Komang menyebut yang dilanggar terdakwa adalah Pasal 3 UU Tipikor tentang penyalahgunaan wewenang. Terdakwa tidak melanggar Pasal 2 UU yang sama tentang konspirasi mengorupsi uang negara.

 

“Terdakwa menyadari kesalahannya dalam membuat kebijakan menyebabkan kerugian negara,” tukas pengacara yang juga mantan wartawan itu.

 

Komang juga menilai putusan hakim sudah sangat komprehensif. Hal itu bisa dilihat dari pembayaran uang ganti rugi yang dijatuhkan kepada terdakwa. Dalam fakta persidangan terungkap, dari kerugian Rp 1,022 miliar, terdakwa sempat menikmati Rp 155 juta.

 

“Uang Rp 155 juta itulah yang dibebankan pada terdakwa. Kami melihat putusan ini sudah adil dan sesuai fakta persidangan,” tukas Komang.

 

Ditanya terdakwa baru menitipkan uang Rp 125 juta, Komang menyebut masih menunggu putusan berkekuatan hukum tetap. Sampai saat ini perkara belum inkrah lantaran jaksa belum menyatakan sikapnya terhadap putusan hakim.

 

Sementara itu, Kasi Intel Kejari Denpasar I Putu Eka Suyantha yang dikonfirmasi terpisah belum bisa memberikan kepastian. “Kepastian (banding atau tidak) akan kami sampaikan besok (hari ini, Red),” kata Suyantha.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Gede Putra Astawa tak sependapat dengan tuntutan yang diajukan JPU Kejari Denpasar. Hakim menyatakan terdakwa Mataram melanggar Pasal 3 UU Tipikor.

 

Perbedaan Pasal 2 dan Pasal 3 ada pada orientasi dan modus operandi. Dalam Pasal 2 terdakwa melakukan korupsi dengan cara konspirasi atau bersama-sama pihak lain. Sedangkan dalam Pasal 3 menitikberatkan pada penyalahgunaan wewenang oleh terdakwa.

 

Selama masa persidangan, hakim melihat perbuatan Mataram terbukti menyalahgunakan wewenang, bukan bersekongkol untuk memperkaya diri sendiri. Hal itu didukung dengan pengembalian kerugian keuangan negara. Akibat perbedaan pandangan pasal yang diterapkan, hakim Astawa dkk mengurangi hukuman satu tahun dari tuntutan JPU.

 

Hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Hukuman denda ini juga lebih rendag dibandingkan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. 

 

Yang menarik adalah majelis hakim meminta JPU agar memeriksa pihak-pihak lain yang ikut menikmati uang korupsi dana aci-aci/sesajen untuk desa dan keluarah se-Denpasar, sehingga negara dirugikan sebesar Rp 1.022.258.750.

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/