29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:21 AM WIB

Tim Ahli Dewan Asal Comot, DPRD Baru Usulkan Pendidikan Minimal S2

DENPASAR – Kinerja DPRD Bali selama ini memang dibantu oleh sejumlah tim ahli. Tim ahli yang di DPRD Bali berjumlah 23 orang.

Dewan  mengkritik keras terhadap kinerja tim ahli di DPRD Bali selama ini. Puncaknya saat pembahasan kode etik dan tata beracara Badan Kehormatan terpaksa ditunda hingga Jumat (13/9) mendatang. 

Draft yang disodorkan tim ahli dinilai masih belum siap. Bukannya memakai kode etik tahun 2010 dan 2014 sebagai referensi, tim ahli justru mengadopsi kode etik dari hasil kunjungan kerja ke Jawa Barat.

Kekesalan anggota dewan semakin memuncak saat tim ahli menyatakan tidak tahu terkait apa yang menjadi tugasnya.

Pimpinan Rapat Pembahasan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD Bali, IGA Diah Werdhi Srikandi  menyatakan memang dari beberapa pasal itu simpel yang dibuat tapi tidak lengkap.

Kemudian ada aturan yang tidak update, “Referensinya juga melihat dari daerah lain. Padahal, kita punya kode etik 2010 dan 2014,” ujarnya. 

Diah Werdhi sendiri telah mengkritik kinerja tim ahli saat rapat pembahasan awal peraturan tata tertib (tatib) serta kode etik dan tata beracara di Ruang Rapat Gabungan, Gedung Dewan, Selasa (10/9) lalu.

Dikatakan bila saat ini DPRD Bali memiliki 23 orang tim ahli. Namun mereka kerap bekerja secara bergerombol.

Padahal, di dalam tatib telah diatur bahwa di masing-masing alat kelengkapan dewan (AKD) maksimal ada 3 orang tim ahli.

Anggota dewan incumbent ini pun mengusulkan agar tim ahli disesuaikan dengan bidang-bidang yang menjadi kebutuhan AKD sehingga tugasnya jelas dan tidak ada kesan ‘titipan’.

“Kita juga ingin supaya perda inisiatif dari dewan itu biar berkualitas dikaji dulu oleh tim ahli. Itu akan kita perbaiki manajemennya.

Jadi, masing-masing komisi maksimal 3, kemudian fraksi juga begitu. Nama-namanya siapa, agar kita sebagai anggota lebih mudah untuk diskusi,” jelasnya.

Lantaran kerja bergerombol, Diah Werdhi mengaku tidak tahu apa saja latar belakang 23 tim ahli di DPRD Bali.

Diskusi pun akhirnya dilakukan dengan tim ahli yang dikenal saja. Belum lagi, tim ahli juga kerap luput memasukkan sejumlah usulan dewan dalam materi rapat paripurna.

Hal inipun banyak menuai protes dewan sehingga mereka akan dievaluasi. Mengingat, tim ahli yang bertugas pada periode dewan sebelumnya ternyata masih terus berlanjut di periode sekarang.

“Jujur, kita memang sangat membutuhkan tim ahli dalam penyelesaian perda. Tapi perlu orang-orang yang berkualitas.

Ada teman yang menyarankan minimal S-2, karena tim ahli memang harus lebih ahli dari anggota dewan.

Apalagi anggota dewan juga banyak yang sudah S-2 bahkan S-3, jadi jangan sampai tim ahli ada di bawah kita,” papar Politisi PDIP, asal Jembrana ini.

Pihaknya melakukan komparasi jauh-jauh ke Jogja, DKI Jakarta, dan akhirnya memakai referensi dari DPRD Jawa Barat.

“Buang-buang uang itu kesana-sini, jangan sampai mubazir,” ujar Anggota Fraksi PDIP, I Made Supartha.

Ketika dicecar oleh dewan, Supartha menyayangkan tim ahli justru menjawab tidak tahu apa tugasnya.

Kalau memang tidak siap dan tidak mampu, Politisi asal Tabanan ini pun meminta agar tim ahli mundur saja.

Tim ahli juga mestinya malu saat menyodorkan materi yang begitu dangkal dan bahkan bisa menjebak dewan.

Seperti dalam rancangan kode etik, tim ahli tidak mencantumkan teknis konsultasi dengan eksekutif. Kemudian, soal pengganti antar waktu dan penyidikan.

Padahal, semuanya sudah ada dalam kode etik 2010. “Kode etik ini mengatur mekanisme kerja dewan dari dalam agar tahu diri-lah.

Kalau ini tidak kita pahami, nanti rentan melanggar hukum, melanggar peraturan perundang-undangan,” jelasnya.

Menurut Supartha, tim ahli mestinya tidak asal comot atau hanya berbekal kemampuan akademis saja. Namun harus melalui proses fit and propher test yang akuntabel dan transparan, serta sesuai dengan kebutuhan dewan. 

DENPASAR – Kinerja DPRD Bali selama ini memang dibantu oleh sejumlah tim ahli. Tim ahli yang di DPRD Bali berjumlah 23 orang.

Dewan  mengkritik keras terhadap kinerja tim ahli di DPRD Bali selama ini. Puncaknya saat pembahasan kode etik dan tata beracara Badan Kehormatan terpaksa ditunda hingga Jumat (13/9) mendatang. 

Draft yang disodorkan tim ahli dinilai masih belum siap. Bukannya memakai kode etik tahun 2010 dan 2014 sebagai referensi, tim ahli justru mengadopsi kode etik dari hasil kunjungan kerja ke Jawa Barat.

Kekesalan anggota dewan semakin memuncak saat tim ahli menyatakan tidak tahu terkait apa yang menjadi tugasnya.

Pimpinan Rapat Pembahasan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD Bali, IGA Diah Werdhi Srikandi  menyatakan memang dari beberapa pasal itu simpel yang dibuat tapi tidak lengkap.

Kemudian ada aturan yang tidak update, “Referensinya juga melihat dari daerah lain. Padahal, kita punya kode etik 2010 dan 2014,” ujarnya. 

Diah Werdhi sendiri telah mengkritik kinerja tim ahli saat rapat pembahasan awal peraturan tata tertib (tatib) serta kode etik dan tata beracara di Ruang Rapat Gabungan, Gedung Dewan, Selasa (10/9) lalu.

Dikatakan bila saat ini DPRD Bali memiliki 23 orang tim ahli. Namun mereka kerap bekerja secara bergerombol.

Padahal, di dalam tatib telah diatur bahwa di masing-masing alat kelengkapan dewan (AKD) maksimal ada 3 orang tim ahli.

Anggota dewan incumbent ini pun mengusulkan agar tim ahli disesuaikan dengan bidang-bidang yang menjadi kebutuhan AKD sehingga tugasnya jelas dan tidak ada kesan ‘titipan’.

“Kita juga ingin supaya perda inisiatif dari dewan itu biar berkualitas dikaji dulu oleh tim ahli. Itu akan kita perbaiki manajemennya.

Jadi, masing-masing komisi maksimal 3, kemudian fraksi juga begitu. Nama-namanya siapa, agar kita sebagai anggota lebih mudah untuk diskusi,” jelasnya.

Lantaran kerja bergerombol, Diah Werdhi mengaku tidak tahu apa saja latar belakang 23 tim ahli di DPRD Bali.

Diskusi pun akhirnya dilakukan dengan tim ahli yang dikenal saja. Belum lagi, tim ahli juga kerap luput memasukkan sejumlah usulan dewan dalam materi rapat paripurna.

Hal inipun banyak menuai protes dewan sehingga mereka akan dievaluasi. Mengingat, tim ahli yang bertugas pada periode dewan sebelumnya ternyata masih terus berlanjut di periode sekarang.

“Jujur, kita memang sangat membutuhkan tim ahli dalam penyelesaian perda. Tapi perlu orang-orang yang berkualitas.

Ada teman yang menyarankan minimal S-2, karena tim ahli memang harus lebih ahli dari anggota dewan.

Apalagi anggota dewan juga banyak yang sudah S-2 bahkan S-3, jadi jangan sampai tim ahli ada di bawah kita,” papar Politisi PDIP, asal Jembrana ini.

Pihaknya melakukan komparasi jauh-jauh ke Jogja, DKI Jakarta, dan akhirnya memakai referensi dari DPRD Jawa Barat.

“Buang-buang uang itu kesana-sini, jangan sampai mubazir,” ujar Anggota Fraksi PDIP, I Made Supartha.

Ketika dicecar oleh dewan, Supartha menyayangkan tim ahli justru menjawab tidak tahu apa tugasnya.

Kalau memang tidak siap dan tidak mampu, Politisi asal Tabanan ini pun meminta agar tim ahli mundur saja.

Tim ahli juga mestinya malu saat menyodorkan materi yang begitu dangkal dan bahkan bisa menjebak dewan.

Seperti dalam rancangan kode etik, tim ahli tidak mencantumkan teknis konsultasi dengan eksekutif. Kemudian, soal pengganti antar waktu dan penyidikan.

Padahal, semuanya sudah ada dalam kode etik 2010. “Kode etik ini mengatur mekanisme kerja dewan dari dalam agar tahu diri-lah.

Kalau ini tidak kita pahami, nanti rentan melanggar hukum, melanggar peraturan perundang-undangan,” jelasnya.

Menurut Supartha, tim ahli mestinya tidak asal comot atau hanya berbekal kemampuan akademis saja. Namun harus melalui proses fit and propher test yang akuntabel dan transparan, serta sesuai dengan kebutuhan dewan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/