NEGARA – Peluang munculnya gugatan sengketa hasil Pilkada Jembarana ke Mahkamah Konstitusi (MK), tampaknya, sangat kecil.
Karena kedua pasangan calon sudah menerima hasil rekapitulasi suara yang telah ditetapkan KPU Jembrana, Rabu (16/12) kemarin.
Namun, kedua saksi pasangan calon memberikan catatan mengenai tahapan Pilkada Jembrana yang berjalan 9 Desember lalu.
Saksi pasangan calon dari pasangan calon nomor urut satu I Wayan Ariana mengatakan, hasil rekapitulasi suara Pilkada Jembrana diterima.
Namun dengan catatan, pihaknya menyoroti mengenai jumlah daftar pemilih tetap (DPT) dan tambahan surat suara 2,5 persen agar kedepannya lebih baik lagi karena beberapa TPS kekurangan surat suara.
Selain itu, pada proses Pilkada banyak hoax atau berita bohong beredar, terutama melalui media sosial yang bisa menjadi pemicu konflik di masyarakat Jembrana yang heterogen.
“Mudah mudahan kedepannya tidak ada hoax agar tidak ada konflik,” kata pria yang juga penghubung pasangan calon I Made Kembang Hartawan dan I Ketut Sugiasa.
Saksi pasangan calon nomor urut dua I Nyoman Birawan juga menyampaikan menerima hasil rekapitulasi Pilkada Jembrana.
Pihaknya juga memberikan catatan mengenai proses rekapitulasi berjenjang hasil pemungutan dan penghitungan suara agar dilakukan koreksi dan perbaikan di setiap tingkatan agar tidak ada kesalahan lagi.
“Kami mewakili calon nomor urut dua I Nengah Tamba – I Gede Ngurah Patriana Krisna berterima kasih pada partisipasinya dan memohon maaf jika ada kesalahan selama proses kampanye hingga tahapan Pilkada selesai,” terangnya.
Senada disampaikan ketua Bawaslu Jembrana Pande Made Ady Mulyawan yang secara umum menerima hasil rekepitulasi pemungutan suara Pilkada Jembrana.
Menurutnya, permasalahan yang terjadi selama Pilkada Jembrana sebenarnya masalah klasik yang terulang.
Di antaranya, masih banyak pemilih yang belum tercatat dalam DPT, kekurangan surat suara saat pencoblosan, TPS tidak sesuai standart, pelaksaan protokol kesehatan yang masih dilanggar terutama saat awal pencoblosan ada kerumuman.
“Meskipun dinamika politik sangat tinggi, Pilkada Jembrana sangat teduh,” tandasnya. Meski kedua pasangan calon melalui saksinya sudah menerima penetapan rekapitulasi, tidak menutup kemungkinan masih ada upaya sengketa hasil pemilihan ke MK.
Karena masih ada waktu tiga hari sejak penetapan hasil rekapitulasi ditetapkan untuk mengajukan sengketa.
Di sisi lain, dari segi syarat untuk mengajukan ke MK dengan selisih lebih dari 2 persen tidak bisa diterima oleh MK.
Dalam Peraturan MK (PMK) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota,
kabupaten dengan jumlah penduduk 250 ribu hingga 500 ribu jiwa bisa diajukan jika ada selisih perbedaan total suara sah sebanyak 1,5 persen.
Sedangkan Jembrana jumlah penduduknya diatas 300 ribu jiwa, sehingga dari syarat minimal selisih suara sudah tidak terpenuhi karena selisih suara sekitar 4 persen.
Ketua KPU Jembrana I Gede Tangkas Sudiantara mengatakan, hasil rekapitulasi suara yang ditetapkan sudah diterima oleh masing-masing pasangan calon.
Sehingga, hasil rekepitulasi tersebut akan dijadikan dasar untuk penetapan calon terpilih. Penetapan calon terpilih dilakukan setelah tanggal 18 Januari 2021 atau lima hari setelah MK mengeluarkan buku registrasi perkara konstitusi (BRPK).
Berdasarkan rekapitulasi tingkat kabupaten, partisipasi pemilih Pilkada Jembrana 2020 lebih tinggi dibandingkan Pilkada Jembrana 2015.
Pada tahun 2015, dari jumlah DPT 225.902 pemilih, pemilih yang tidak hadir atau golput mencapai 84.905 pemilih atau 37 persen.
Sedangkan Pilkada Jembrana 2020 dari total DPT 236.746 pemilih, pengguna hak pilih 185.334 atau 78 persen, golput sebesar 22 persen.