27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:45 AM WIB

Redam Paham Komunis Hingga Khilafah, RUU BPIP Relevan Segera Disahkan

DENPASAR – Paham komunisme, liberalisme, dan khilafah mengancam eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara.

Karena itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dinilai sangat urgen untuk segera disahkan menjadi Undang-undang.

Hal ini terungkap dalam Diskusi Online yang diselenggarakan Yayasan Amin Balo, Singaraja Bali  dengan tajuk tema, “Menakar Urgensi RUU BPIP Sebagai Landasan Hukum” yang digelar via aplikasi zoom meeting Selasa (25/8).

Diskusi online ini menghadirkan para pembicara yang memang pakar dan kapabel dalam membahas bagaimana membumikan Pancasila khususnya di kalangan generasi muda saat ini.

Yakni, Akademisi Universitas Udayanya  yang juga mantan hakim Mahkamah Konstitusi Dr.I Dewa Gede Palaguna, Ketua Umum  Asosiaasi FKUB Nasional Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet,

dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Pendidikan Ganesha yang juga Ketua Umum DPD Gerakan Pembumian Pancasila Provinsi Bali, Prof.Dr.Sukadi,M.Pd.M.Ed .

Dialog online ini di pandu  mantan Ketua KPU Bali, AA Gede Oka Wisnumurti.  Dr.Palaguna yang diberi kesempatan pertama memaparkan pokok-pokok pikiran menyatakan,

RUU BPIP hadir sangat bersifat urgen untuk mengatur teknis  dalam menjalankan fungsinya membumikan Pancasila di tanah air.

“RUU BPIP urgen dan diperlukan bangsa Indonesia dalam membumikan Pancasila sebagai ideologi,” paparnya .

Hakim MK yang menangani sengketa Pilpres 2019 lalu ini juga menegaskan hadirnya RUU BPIP tidak untuk menafsirkan Ideologi Pancasila itu sendiri.

Tetapi lebih pada posisi BPIP dalam melaksanakan fungsinya. “Banyak yang salah dipahami selama ini, RUU ini ditakutkan menjadikan tafsir tunggal Pancasila, tidak seperti itu, RUU ini untuk mengatur BPIP, badannya, bukan Ideologi Pancasila,” tegasnya.

Untuk itulah kata dia, mumpung belum disahkan menjadi UU, maka ada waktu untuk membedah naskah akademik dari RUU ini agar hasilnya tidak cacat.

Prof.Sukadi yang diberi kesempatan berikutnya, menekankan harus ada batasan yang jelas dalam RUU tersebut tentang fungsi BPIP.

“Nantinya jika memang disahkan sebagai UU maka batasan dari fungsi atau kewenangan BPIP harus jelas, harus ada batasnya, jangan sampai menjadi tafsir tunggal,” ungkapnya.

Menurut Guru Besar Undiksha ini, UU BPIP itu diperlukan dalam konteks membumikan kembali Pancasila, apalagi saat ini gerakan radikal masih masuk dalam berbagai lini.

“Memang ini penting untuk bagaimana menangkal gerakan radikal yang sudah masuk ke kampus, lembaga politik dan lainnya,” tukasnya.

RUUBPIP lanjutnya, merupakan badan pembinaan, pendidikan dan latihan pemberi rekomendasi. “Bukan mengarahkan, menilai kinerja, apalagi mengadili kebijakan lembaga-lembaga atau badan negara lainnya. 

Sementara itu, pada sesi terakhir Ida Panglingsir Putra Sukahet menerangkan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, diperlukan ideologi pemersatu yang disepakati oleh semua pihak.

“Kita ini paling majemuk, dari Sabang sampai Merauke tidak mungkin kita bersatu dengan satu Budaya atau satu agama saja, maka Pancasila ini merupakan titik temu bagi kita,” ungkapnya. 

Sebab itulah pihaknya sepakat Pancasila ini harus dibumikan untuk menangkal gerakan yang berbeda haluan dengan dasar negara.

Dalam dialog online ini juga dibagikan doorprize verupa buku karya Dr. Dewa Palguna berjudul, Welfare State vs Globalisasi.  (rba)

DENPASAR – Paham komunisme, liberalisme, dan khilafah mengancam eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara.

Karena itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dinilai sangat urgen untuk segera disahkan menjadi Undang-undang.

Hal ini terungkap dalam Diskusi Online yang diselenggarakan Yayasan Amin Balo, Singaraja Bali  dengan tajuk tema, “Menakar Urgensi RUU BPIP Sebagai Landasan Hukum” yang digelar via aplikasi zoom meeting Selasa (25/8).

Diskusi online ini menghadirkan para pembicara yang memang pakar dan kapabel dalam membahas bagaimana membumikan Pancasila khususnya di kalangan generasi muda saat ini.

Yakni, Akademisi Universitas Udayanya  yang juga mantan hakim Mahkamah Konstitusi Dr.I Dewa Gede Palaguna, Ketua Umum  Asosiaasi FKUB Nasional Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet,

dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Pendidikan Ganesha yang juga Ketua Umum DPD Gerakan Pembumian Pancasila Provinsi Bali, Prof.Dr.Sukadi,M.Pd.M.Ed .

Dialog online ini di pandu  mantan Ketua KPU Bali, AA Gede Oka Wisnumurti.  Dr.Palaguna yang diberi kesempatan pertama memaparkan pokok-pokok pikiran menyatakan,

RUU BPIP hadir sangat bersifat urgen untuk mengatur teknis  dalam menjalankan fungsinya membumikan Pancasila di tanah air.

“RUU BPIP urgen dan diperlukan bangsa Indonesia dalam membumikan Pancasila sebagai ideologi,” paparnya .

Hakim MK yang menangani sengketa Pilpres 2019 lalu ini juga menegaskan hadirnya RUU BPIP tidak untuk menafsirkan Ideologi Pancasila itu sendiri.

Tetapi lebih pada posisi BPIP dalam melaksanakan fungsinya. “Banyak yang salah dipahami selama ini, RUU ini ditakutkan menjadikan tafsir tunggal Pancasila, tidak seperti itu, RUU ini untuk mengatur BPIP, badannya, bukan Ideologi Pancasila,” tegasnya.

Untuk itulah kata dia, mumpung belum disahkan menjadi UU, maka ada waktu untuk membedah naskah akademik dari RUU ini agar hasilnya tidak cacat.

Prof.Sukadi yang diberi kesempatan berikutnya, menekankan harus ada batasan yang jelas dalam RUU tersebut tentang fungsi BPIP.

“Nantinya jika memang disahkan sebagai UU maka batasan dari fungsi atau kewenangan BPIP harus jelas, harus ada batasnya, jangan sampai menjadi tafsir tunggal,” ungkapnya.

Menurut Guru Besar Undiksha ini, UU BPIP itu diperlukan dalam konteks membumikan kembali Pancasila, apalagi saat ini gerakan radikal masih masuk dalam berbagai lini.

“Memang ini penting untuk bagaimana menangkal gerakan radikal yang sudah masuk ke kampus, lembaga politik dan lainnya,” tukasnya.

RUUBPIP lanjutnya, merupakan badan pembinaan, pendidikan dan latihan pemberi rekomendasi. “Bukan mengarahkan, menilai kinerja, apalagi mengadili kebijakan lembaga-lembaga atau badan negara lainnya. 

Sementara itu, pada sesi terakhir Ida Panglingsir Putra Sukahet menerangkan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, diperlukan ideologi pemersatu yang disepakati oleh semua pihak.

“Kita ini paling majemuk, dari Sabang sampai Merauke tidak mungkin kita bersatu dengan satu Budaya atau satu agama saja, maka Pancasila ini merupakan titik temu bagi kita,” ungkapnya. 

Sebab itulah pihaknya sepakat Pancasila ini harus dibumikan untuk menangkal gerakan yang berbeda haluan dengan dasar negara.

Dalam dialog online ini juga dibagikan doorprize verupa buku karya Dr. Dewa Palguna berjudul, Welfare State vs Globalisasi.  (rba)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/