27.8 C
Jakarta
22 November 2024, 22:07 PM WIB

Made Bayak Kritik Dewa-Dewa Baru Lewat Kanvas di Amerika

DENPASAR – Pelukis asal Gianyar, Made Bayak berkesempatan melakukan pameran tunggal di Amerika Serikat yang akan resmi dibuka 25 Maret hingga 28 April mendatang.

Rencana pameran ini sebenarnya sudah dirancang selama dua tahun, sejak awal tahun 2016 melalui berbagai proses akurasi, mulai dari interview karya dan aktivitasnya sebagai seniman.

Kurator dan penulis dalam pameran ini adalah Peter Brosius, Alden DiCamilio dan Sarah Hitchner. Ada sekitar 15 karya dengan berbagai ukuran yang akan dipajang selama pameran berlangsung.

Ukuran karya terbesar adalah 2×3 meter dengan judul Senja Kala Bali Dwipa yang bercerita tentang cikal bakal pariwisata Bali.

Dimulai dengan datangnya kapal Belanda KPM yang membawa orang-orang yang ingin melihat surga terakhir, kemudian ada cerita bagaimana

pembunuhan massal yang menghilangkan 80.000 jiwa manusia Bali dan tak pernah tercatat dalam sejarah resmi yang bisa dipelajari.

“Saya juga memajang sebuah karya instalasi, tentang cosmology Bali yang berkaitan erat dengan berbagai peristiwa di Bali.

Kabarnya pernah dipakai referensi untuk membuang potongan tubuh korban pembantaian massal  sesuai arah mata angin,

juga sempat digunakan sebagai tema perjuangan dan event besar menolak rencana busuk reklamasi Teluk Benoa,” ujarnya.

Judul pameran tunggal tersebut bertajuk old Gods, new Gods in Bali. Kata-kata tersebut kata Bayak bisa diartikan bebas.

Menurutnya, Tuhan lama dan baru di Bali merupakan gagasan yang membingkai pameran tunggal ini yang mempunyai pengertian bahwa berbicara Bali tidak akan pernah habis.

“Pulau kecil ini sudah sangat terkenal di mana-mana, bahkan saat memasuki imigrasi di Amerika ketika saya ditanya, asal, saya jawab Indonesia, dan ketika ditanya lebih detail saya bilang dari Bali, suasana lebih cair,” tuturnya.

Tidak bisa dipungkiri juga Bali terkenal dan menjadi tujuan wisata dunia adalah sebuah kenyataan dan anugerah yang luar biasa.

Alam yang konturnya berbukit, gunung dan danau, wilayah pedesaan dipenuhi sawah berpetak-petak, sungai-sungai mengalir seperti ular, pantai dengan pemandangan yang indah nan eksotis.

Namun di balik keindahan yang diakui pria yang juga sebagai gitaris di band Geekssmile ini menuturkan ada wacana lain yang ternyata sangat miris.

“Seiring dengan semua gambaran pariwisata eksotis  Bali, ada Tuhan “baru” menyeruak di antara Tuhan “lama” yang menjadi warisan leluhur di Bali, ada sejarah kelam (pembunuhan massal) yang sampai saat ini masih tersembunyi,” cetusnya.

Dia menambahkan, ada Dewa-dewa baru berwujud dolar dan investasi yang cenderung rakus dalam pariwisata masal dengan mengabaikan semua aspek manusia, lingkungan dan Tuhan di Bali.

“Ada Dewa konsumerisme menjangkiti kita, adalah seberapa banyak barang baru yang kita punya, itu menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang,” paparnya.

Pameran ini, kata dia, terselenggara atas kerjasama dengan salah satu dosen salah satu Universitas di Atlanta, Amerika, yakni University of Georgia (UGA) khususnya dari Departemen Anthropology.

Untuk pameran karya-karya seninya tersebut akan berlangsung di sebuah galeri bernama athens institute for contemporary art (ATHICA).

Karya-karya yang dipilih oleh kurator dan penulis tersebut merupakan keseluruhan tema dan gagasan yang menjadi ketertarikan

Bayak sebagai seniman, terhadap tema-tema seperti lingkungan, pariwisata massal di Bali, kekerasan, kemanusiaan dan hak asasi manusia.

“Selain itu ada juga keterlibatan seni dan kesenian pada perjuangan Bali tolak reklamasi, pameran ini juga akan menyentuh

karya-karya musik bersama band saya Geekssmile,” tandas Bayak yang karya-karyanya banyak mengangkat isu plasticology ini. 

DENPASAR – Pelukis asal Gianyar, Made Bayak berkesempatan melakukan pameran tunggal di Amerika Serikat yang akan resmi dibuka 25 Maret hingga 28 April mendatang.

Rencana pameran ini sebenarnya sudah dirancang selama dua tahun, sejak awal tahun 2016 melalui berbagai proses akurasi, mulai dari interview karya dan aktivitasnya sebagai seniman.

Kurator dan penulis dalam pameran ini adalah Peter Brosius, Alden DiCamilio dan Sarah Hitchner. Ada sekitar 15 karya dengan berbagai ukuran yang akan dipajang selama pameran berlangsung.

Ukuran karya terbesar adalah 2×3 meter dengan judul Senja Kala Bali Dwipa yang bercerita tentang cikal bakal pariwisata Bali.

Dimulai dengan datangnya kapal Belanda KPM yang membawa orang-orang yang ingin melihat surga terakhir, kemudian ada cerita bagaimana

pembunuhan massal yang menghilangkan 80.000 jiwa manusia Bali dan tak pernah tercatat dalam sejarah resmi yang bisa dipelajari.

“Saya juga memajang sebuah karya instalasi, tentang cosmology Bali yang berkaitan erat dengan berbagai peristiwa di Bali.

Kabarnya pernah dipakai referensi untuk membuang potongan tubuh korban pembantaian massal  sesuai arah mata angin,

juga sempat digunakan sebagai tema perjuangan dan event besar menolak rencana busuk reklamasi Teluk Benoa,” ujarnya.

Judul pameran tunggal tersebut bertajuk old Gods, new Gods in Bali. Kata-kata tersebut kata Bayak bisa diartikan bebas.

Menurutnya, Tuhan lama dan baru di Bali merupakan gagasan yang membingkai pameran tunggal ini yang mempunyai pengertian bahwa berbicara Bali tidak akan pernah habis.

“Pulau kecil ini sudah sangat terkenal di mana-mana, bahkan saat memasuki imigrasi di Amerika ketika saya ditanya, asal, saya jawab Indonesia, dan ketika ditanya lebih detail saya bilang dari Bali, suasana lebih cair,” tuturnya.

Tidak bisa dipungkiri juga Bali terkenal dan menjadi tujuan wisata dunia adalah sebuah kenyataan dan anugerah yang luar biasa.

Alam yang konturnya berbukit, gunung dan danau, wilayah pedesaan dipenuhi sawah berpetak-petak, sungai-sungai mengalir seperti ular, pantai dengan pemandangan yang indah nan eksotis.

Namun di balik keindahan yang diakui pria yang juga sebagai gitaris di band Geekssmile ini menuturkan ada wacana lain yang ternyata sangat miris.

“Seiring dengan semua gambaran pariwisata eksotis  Bali, ada Tuhan “baru” menyeruak di antara Tuhan “lama” yang menjadi warisan leluhur di Bali, ada sejarah kelam (pembunuhan massal) yang sampai saat ini masih tersembunyi,” cetusnya.

Dia menambahkan, ada Dewa-dewa baru berwujud dolar dan investasi yang cenderung rakus dalam pariwisata masal dengan mengabaikan semua aspek manusia, lingkungan dan Tuhan di Bali.

“Ada Dewa konsumerisme menjangkiti kita, adalah seberapa banyak barang baru yang kita punya, itu menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang,” paparnya.

Pameran ini, kata dia, terselenggara atas kerjasama dengan salah satu dosen salah satu Universitas di Atlanta, Amerika, yakni University of Georgia (UGA) khususnya dari Departemen Anthropology.

Untuk pameran karya-karya seninya tersebut akan berlangsung di sebuah galeri bernama athens institute for contemporary art (ATHICA).

Karya-karya yang dipilih oleh kurator dan penulis tersebut merupakan keseluruhan tema dan gagasan yang menjadi ketertarikan

Bayak sebagai seniman, terhadap tema-tema seperti lingkungan, pariwisata massal di Bali, kekerasan, kemanusiaan dan hak asasi manusia.

“Selain itu ada juga keterlibatan seni dan kesenian pada perjuangan Bali tolak reklamasi, pameran ini juga akan menyentuh

karya-karya musik bersama band saya Geekssmile,” tandas Bayak yang karya-karyanya banyak mengangkat isu plasticology ini. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/