25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 6:30 AM WIB

Dihantam Covid-19, Pekerja Wisata Tuntut Pengusaha Pariwisata Jujur

DENPASAR – Lumpuhnya denyut nadi utama perekonomian Provinsi Bali akibat pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) berimbas pada beragam sektor.

Pengusaha dan pekerja pariwisata menjadi dua komponen yang paling terdampak. Situasi tersebut diprediksi akan berlarut-larut meskipun “kran” masuknya wisatawan dibuka dalam waktu dekat.

Pasalnya, recovery alias pemulihan akan berlangsung lama mengingat tak hanya Indonesia yang “dihantam” virus corona.

“Pekerja pariwisata tidak ada yang menerima upah penuh. Ada yang menerima 70%, 50%, 40%, 20%, 10% dari upah total. Ada juga yang cuti tanpa gaji.

Kalau ditanya sampai kapan pengusaha perhotelan bisa bertahan, mereka akan memaksakan diri bilang masih kuat. Pengusaha dominan tidak mau jujur sama pekerja.

Kita tidak tahu cash flow (laporan keuangan, red) mereka,” ucap Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP-Par SPSI) Provinsi Bali, Putu Satyawira Marhaendra.

Para pekerja pariwisata, ungkap Satyawira, ingin pengusaha jujur. Pekerja paham dan sadar bisnis yang tidak menghasilkan uang pasti butuh biayanya besar.

Bila pengusaha jujur, ungkapnya, pekerja akan bisa membantu. Semata-mata karena pekerja sayang pada perusahaan tempatnya bekerja.

“Saya garansi tidak ada anggota SP Par-SPSI Bali yang ingin menghancurkan perusahaannya sendiri. Karena hidup mati para pekerja bergantung perusahaan tempat mereka bekerja,” ungkapnya.

Jujur yang seperti apa? Satyawira menjawab bila pengusaha pariwisata sudah tidak mampu, bilang saja tidak mampu.

Namun, jangan sampai bilang tidak mampu, tapi melakukan renovasi atau membangun di lokasi lain. Fakta tersebut, terangnya terjadi di Bali.

Kepada Radarbali.id, Satyawira menyebut sejauh ini pengusaha tidak ada yang berani mem-PHK para pekerja pariwisata, khususnya yang berlindung di bawah organisasi SP Par-SPSI Bali.

Pasalnya, biaya pesangon pekerja relatif tinggi. Pilihan yang banyak dilakukan pengusaha adalah memberi pekerja cuti tanpa bayaran.

“Karena kalau dirumahkan harus digaji. Pekerja yang tergabung dalam serikat pekerja bisa menuntut kalau di-PHK tanpa pesangon,” tegas Satyawira. 

DENPASAR – Lumpuhnya denyut nadi utama perekonomian Provinsi Bali akibat pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) berimbas pada beragam sektor.

Pengusaha dan pekerja pariwisata menjadi dua komponen yang paling terdampak. Situasi tersebut diprediksi akan berlarut-larut meskipun “kran” masuknya wisatawan dibuka dalam waktu dekat.

Pasalnya, recovery alias pemulihan akan berlangsung lama mengingat tak hanya Indonesia yang “dihantam” virus corona.

“Pekerja pariwisata tidak ada yang menerima upah penuh. Ada yang menerima 70%, 50%, 40%, 20%, 10% dari upah total. Ada juga yang cuti tanpa gaji.

Kalau ditanya sampai kapan pengusaha perhotelan bisa bertahan, mereka akan memaksakan diri bilang masih kuat. Pengusaha dominan tidak mau jujur sama pekerja.

Kita tidak tahu cash flow (laporan keuangan, red) mereka,” ucap Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP-Par SPSI) Provinsi Bali, Putu Satyawira Marhaendra.

Para pekerja pariwisata, ungkap Satyawira, ingin pengusaha jujur. Pekerja paham dan sadar bisnis yang tidak menghasilkan uang pasti butuh biayanya besar.

Bila pengusaha jujur, ungkapnya, pekerja akan bisa membantu. Semata-mata karena pekerja sayang pada perusahaan tempatnya bekerja.

“Saya garansi tidak ada anggota SP Par-SPSI Bali yang ingin menghancurkan perusahaannya sendiri. Karena hidup mati para pekerja bergantung perusahaan tempat mereka bekerja,” ungkapnya.

Jujur yang seperti apa? Satyawira menjawab bila pengusaha pariwisata sudah tidak mampu, bilang saja tidak mampu.

Namun, jangan sampai bilang tidak mampu, tapi melakukan renovasi atau membangun di lokasi lain. Fakta tersebut, terangnya terjadi di Bali.

Kepada Radarbali.id, Satyawira menyebut sejauh ini pengusaha tidak ada yang berani mem-PHK para pekerja pariwisata, khususnya yang berlindung di bawah organisasi SP Par-SPSI Bali.

Pasalnya, biaya pesangon pekerja relatif tinggi. Pilihan yang banyak dilakukan pengusaha adalah memberi pekerja cuti tanpa bayaran.

“Karena kalau dirumahkan harus digaji. Pekerja yang tergabung dalam serikat pekerja bisa menuntut kalau di-PHK tanpa pesangon,” tegas Satyawira. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/