32.8 C
Jakarta
21 November 2024, 16:16 PM WIB

Produksi Garam Tradisional Kembali Memikat Wisman, Destinasi Nusa Penida Menggeliat

DENPASAR – Wisatawan mancanegara tampak ramai pelesiran di Kabupaten Klungkung seiring dengan menurunnya kasus Covid-19. Tidak hanya Kecamatan Nusa Penida, wisman juga tampak berlibur ke objek wisata lainnya di Klungkung. Meski memang tidak sebanding dengan kunjungan wisatawan ke Nusa Penida yang mencapai lebih dari 1.000 kunjungan per harinya.

Adapun tempat penggaraman di Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan menjadi salah satu tujuan wisman saat berlibur di Kabupaten Klungkung. Proses pembuatan garam yang dilakukan secara tradisional menjadi daya tarik wisman untuk berkunjung.

Seperti kemarin (21/9), tampak sejumlah wisatawan asal Prancis mengunjungi tempat penggaraman milik Putri, salah seorang petani garam di Desa Pesinggahan. Kedatangan wisman yang seluruhnya wanita itu pun disambut Putri dengan menunjukkan proses pembuatan garam mulai awal hingga akhir. Yang kemudian berakhir dengan dibelinya garam tradisional buatan Putri seharga Rp 10 ribu per bungkus kecil.

Putri menuturkan, wisman mulai kembali berkunjung ke tempat penggaramannya pada akhir tahun 2021. Kegembiraan sangat dirasakan wanita berusia 55 tahun tersebut. Sebab sejak awal pandemi Covid-19, tempat penggaramannya tanpa kunjungan wisman. “Pada saat itu (awal pandemi), tidak ada yang berani berwisata,” terangnya.

Meski kunjungan wisman saat ini, dirasakannya masih jauh dari kondisi sebelum Covid-19. Setidaknya rata-rata minimal ada tiga wisman yang berkunjung ke tempat penggaramannya. Wisatawan Eropa masih mendominasi kunjungan untuk saat ini. Sementara wisatawan asal Jepang yang dulu cukup ramai berkunjung, belum dilihatnya lagi. “Kalau pun ada wisatawan Jepang yang berkunjung, itu memang sudah tinggal di Bali sebelum Covid-19,” ujarnya.

Tidak hanya melihat produksi garam secara tradisional, wisman yang berkunjung juga kerap membeli garam buatan Putri. Wanita yang telah memproduksi garam sejak anak-anak itu mengaku mendapat omzet Rp 150 ribu per hari dari menjual garam. “Tapi, kadang tidak dapat jualan sama sekali. Tidak menentu. Kalau pemandunya mengerti, saya dibantu biar bisa dapat untung lebih,” katanya.

Selain sebagai cendera mata, garam produksinya juga dibeli oleh warga sekitar, baik untuk kebutuhan memasak, maupun Spa. Bila untuk wisman dia memasang harga garam Rp 25 ribu – Rp 30 ribu per kilogram. Untuk warga sekitar, garam tradisional itu dijual dengan harga Rp 15 ribu per kilogram. “Ada juga ukuran kecil, saya jual Rp 10 ribu per bungkus. Semoga kondisi pariwisata terus membaik,” tandasnya. (dewa ayu pitri arisanti/rid)

DENPASAR – Wisatawan mancanegara tampak ramai pelesiran di Kabupaten Klungkung seiring dengan menurunnya kasus Covid-19. Tidak hanya Kecamatan Nusa Penida, wisman juga tampak berlibur ke objek wisata lainnya di Klungkung. Meski memang tidak sebanding dengan kunjungan wisatawan ke Nusa Penida yang mencapai lebih dari 1.000 kunjungan per harinya.

Adapun tempat penggaraman di Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan menjadi salah satu tujuan wisman saat berlibur di Kabupaten Klungkung. Proses pembuatan garam yang dilakukan secara tradisional menjadi daya tarik wisman untuk berkunjung.

Seperti kemarin (21/9), tampak sejumlah wisatawan asal Prancis mengunjungi tempat penggaraman milik Putri, salah seorang petani garam di Desa Pesinggahan. Kedatangan wisman yang seluruhnya wanita itu pun disambut Putri dengan menunjukkan proses pembuatan garam mulai awal hingga akhir. Yang kemudian berakhir dengan dibelinya garam tradisional buatan Putri seharga Rp 10 ribu per bungkus kecil.

Putri menuturkan, wisman mulai kembali berkunjung ke tempat penggaramannya pada akhir tahun 2021. Kegembiraan sangat dirasakan wanita berusia 55 tahun tersebut. Sebab sejak awal pandemi Covid-19, tempat penggaramannya tanpa kunjungan wisman. “Pada saat itu (awal pandemi), tidak ada yang berani berwisata,” terangnya.

Meski kunjungan wisman saat ini, dirasakannya masih jauh dari kondisi sebelum Covid-19. Setidaknya rata-rata minimal ada tiga wisman yang berkunjung ke tempat penggaramannya. Wisatawan Eropa masih mendominasi kunjungan untuk saat ini. Sementara wisatawan asal Jepang yang dulu cukup ramai berkunjung, belum dilihatnya lagi. “Kalau pun ada wisatawan Jepang yang berkunjung, itu memang sudah tinggal di Bali sebelum Covid-19,” ujarnya.

Tidak hanya melihat produksi garam secara tradisional, wisman yang berkunjung juga kerap membeli garam buatan Putri. Wanita yang telah memproduksi garam sejak anak-anak itu mengaku mendapat omzet Rp 150 ribu per hari dari menjual garam. “Tapi, kadang tidak dapat jualan sama sekali. Tidak menentu. Kalau pemandunya mengerti, saya dibantu biar bisa dapat untung lebih,” katanya.

Selain sebagai cendera mata, garam produksinya juga dibeli oleh warga sekitar, baik untuk kebutuhan memasak, maupun Spa. Bila untuk wisman dia memasang harga garam Rp 25 ribu – Rp 30 ribu per kilogram. Untuk warga sekitar, garam tradisional itu dijual dengan harga Rp 15 ribu per kilogram. “Ada juga ukuran kecil, saya jual Rp 10 ribu per bungkus. Semoga kondisi pariwisata terus membaik,” tandasnya. (dewa ayu pitri arisanti/rid)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/