DENPASAR – Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Provinsi Bali tengah menyiapkan rencangan peraturan gubernur (Ranpergub) tentang Tata Kelola Pariwisata Bali.
Regulasi ini diharapkan mampu meredam perang tarif antarhotel atau akomodasi wisata yang sering terjadi.
“Kami ingin menghindari banting-bantingan harga seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Itu (perang harga) bisa merusak pariwisata kita,” ujar Kadisparda Bali Astawa.
Mantan Kepala Bappeda itu menambahkan, pihaknya setuju dengan masukan beberapa asosiasi pariwisata untuk menetapkan standar harga minimum atau tarif batas bawah akomodasi pariwisata.
Terutama saat low season. Ke depan, standar harga minimum ini seperti penetapan UMP/UMR yang bisa ditinjau setiap tahun. Peninjauan harga itu akan menjadi standar harga apakah masih layak atau perlu direvisi.
Untuk mempermudah penetapan tarif tersebut, Astawa mengaku setuju dengan usulan dari kelompok ahli serta asosiasi untuk tidak memasukkan angka tersebut ke dalam Rapergub.
Angka standar minimum itu akan dimasukkan dalam klausul kesepakatan bersama. Sebab, jika dimasukkan ke dalam Pergub akan sulit untuk diubah.
“Karena setiap tahun bisa berubah, jadi tidak usah dimasukkan ke Rapergub,” tegasnya. Lebih lanjut dijelaskan, yang perlu diatur dalam kesepakatan bersama adalah tarif batas bawah.
Ini untuk menghindari perang tarif saat low season. Yang sering terjadi masalah yaitu, ketika low sesason kamar banyak tamu sedikit.
Nah, sambil meningkatkan tingkat kunjungan tamu yang datang, Pemprov mengimbau menyetop penambahan kamar.
Tapi, kewenangan perizinan sepenuhnya di kabupaten/kota. Pemprov tidak memiliki kewenangan dalam perizinan. “Kami imbau setop dulu menambah kamar, kalau tamu datang lebih banyak silakan bangun lagi,” tukasnya.
Pihaknya juga berusaha memutar otak untuk menaikkan kunjungan wisatawan terlebih dahulu melalui program-program pariwista yang juga sejalan dengan visi gubernur.
Sehingga ketersediaan akomodasi tercukupi, bahkan ke depan tidak menutup kemungkinan perlunya menambah jumlah akomodasi.