31.6 C
Jakarta
25 November 2024, 18:08 PM WIB

Festival Rurung Peliatan, Kembalikan Keakraban Budaya Masyarakat Desa

GIANYAR – Festival Rurung Peliatan 2018 kembali digelar di Rurung Banjar Teges Kawan Yangloni, Peliatan, Ubud, Gianyar.

Festival digelar selama tiga hari mulai Jumat (21/12) lalu hingga Minggu (23/12). Festival ini sejatinya untuk mengembalikan keakraban budaya masyarakat pedesaan.

I Wayan Sudiarsa selaku Ketua Panitia menerangkan, digelarnya festival ini sejatinya istilah Rurung sangat akrab bagi telinga masyarakat Bali, terlebih bagi masyarakat petani dan pedagang makanan tradisional Bali.

Masyarakat petani menjadikan Rurung sebagai tempat bersua dan bercengkerama hal ihwal mengenai situasi sosial masyarakat Bali dan tentunya seputar pertanian dan lingkungan.

Festival Rurung Peliatan yang kedua ini tema sentral  yakni Lelaku Tani yang bermakna sebagai lelakon dalam kehidupan yang berbicara tentang fungsi diri dalam kelahiran.

Lelaku merupakan lakon atau peranan, Tani merupakan bentuk lain dari fungsi diri dalam kehidupan.  Namun dalam penyelenggaraan festival selama tiga hari memiliki tema yang berbeda-beda dalam setiap harinya. 

Hari pertama bertema “Malam Tradisi” yang mengandung makna penyelaman masa lampau, hari kedua bertema “Malam Modern” yang berbicara kondisi kekinian, dan yang terakhir hari ketiga bertema “Malam Kontemporer” yang memiliki visi masa depan.

“Tiga hari pelaksanaan dengan tema yang berbeda, mengacu pada kehidupan atau sudut pandang masyarakat Bali yang selalu beranjak dari masa lampau untuk berbenah

pada masa sekarang, yang kemudian dari pemahaman masa lampau, melakukan hal-hal yang visioner untuk masa depan.

Jadi harapanya, dalam era global ini, masa lalu tetap menjadi peranan yang penting dalam menyongsong masa depan,” jelas I Wayan Sudiarsa.

Pria yang akrab dipanggil Pacet mengungkapkan,  Festival Rurung Peliatan bertujuan untuk menghadirkan kembali nuansa dan suasana Rurung.

Selain itu, melalui Festival Rurung Peliatan juga berkeinginan untuk membangkitkan fungsi Rurung secara umum.

Berharap melalui Festival Rurung Peliatan lahir gagasan cemerlang dalam balutan ketradisian untuk mejawab tantangan global pada era kekinian.

Dengan kata lain, dalam ketradisian, tidak melulu kita berbicara masa lampau, namun lebih kepada menggagas guna melahirkan ide baru tanpa mengesampingkan apalagi me marjinal kan tradisi.

“Banyak hal yang lahir dari obrolan kecil di Rurung. Tidak jarang melahirkan gagasan-gagasan cemerlang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, begitu seteategisnya Durung,” terang Pacet.

GIANYAR – Festival Rurung Peliatan 2018 kembali digelar di Rurung Banjar Teges Kawan Yangloni, Peliatan, Ubud, Gianyar.

Festival digelar selama tiga hari mulai Jumat (21/12) lalu hingga Minggu (23/12). Festival ini sejatinya untuk mengembalikan keakraban budaya masyarakat pedesaan.

I Wayan Sudiarsa selaku Ketua Panitia menerangkan, digelarnya festival ini sejatinya istilah Rurung sangat akrab bagi telinga masyarakat Bali, terlebih bagi masyarakat petani dan pedagang makanan tradisional Bali.

Masyarakat petani menjadikan Rurung sebagai tempat bersua dan bercengkerama hal ihwal mengenai situasi sosial masyarakat Bali dan tentunya seputar pertanian dan lingkungan.

Festival Rurung Peliatan yang kedua ini tema sentral  yakni Lelaku Tani yang bermakna sebagai lelakon dalam kehidupan yang berbicara tentang fungsi diri dalam kelahiran.

Lelaku merupakan lakon atau peranan, Tani merupakan bentuk lain dari fungsi diri dalam kehidupan.  Namun dalam penyelenggaraan festival selama tiga hari memiliki tema yang berbeda-beda dalam setiap harinya. 

Hari pertama bertema “Malam Tradisi” yang mengandung makna penyelaman masa lampau, hari kedua bertema “Malam Modern” yang berbicara kondisi kekinian, dan yang terakhir hari ketiga bertema “Malam Kontemporer” yang memiliki visi masa depan.

“Tiga hari pelaksanaan dengan tema yang berbeda, mengacu pada kehidupan atau sudut pandang masyarakat Bali yang selalu beranjak dari masa lampau untuk berbenah

pada masa sekarang, yang kemudian dari pemahaman masa lampau, melakukan hal-hal yang visioner untuk masa depan.

Jadi harapanya, dalam era global ini, masa lalu tetap menjadi peranan yang penting dalam menyongsong masa depan,” jelas I Wayan Sudiarsa.

Pria yang akrab dipanggil Pacet mengungkapkan,  Festival Rurung Peliatan bertujuan untuk menghadirkan kembali nuansa dan suasana Rurung.

Selain itu, melalui Festival Rurung Peliatan juga berkeinginan untuk membangkitkan fungsi Rurung secara umum.

Berharap melalui Festival Rurung Peliatan lahir gagasan cemerlang dalam balutan ketradisian untuk mejawab tantangan global pada era kekinian.

Dengan kata lain, dalam ketradisian, tidak melulu kita berbicara masa lampau, namun lebih kepada menggagas guna melahirkan ide baru tanpa mengesampingkan apalagi me marjinal kan tradisi.

“Banyak hal yang lahir dari obrolan kecil di Rurung. Tidak jarang melahirkan gagasan-gagasan cemerlang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, begitu seteategisnya Durung,” terang Pacet.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/