25.6 C
Jakarta
23 November 2024, 4:32 AM WIB

Berdiri Sejak 1938, Cita Rasa Tak Pernah Berubah Sampai Generasi Kedua

Tabanan tak hanya dikenal dengan lumbung padinya saja. Selain kaya obyek wisata terkenal, Tabanan juga menyimpan banyak wisata kuliner yang tak kalah dari daerah lain di Bali.

Salah satunya adalah warung es Waneng. Selain terkenal, warung es sederhana yang terletak di kawasan Gerogak Gede, Delod Peken, Tabanan ini juga sangat legendaries di Tabanan. Seperti apa?

 JULIADI, Tabanan

Meski sekilas melihat bangunan warung es tampak sederhana, orang tak pernah menyangka jika warung es yang berlokasi tepat di pinggir Jalan Mawar, Gerogak Gede, Delod Peken, Tabanan ini punya banyak kenangan dan sejarah.

Terlebih bagi masyarakat asli Tabanan khususnya para generasi tua, warung es yang buka mulai pukul 10.00 pagi dan sudah ramai dikunjungi pembelinya itu tak asing bagi mereka.

Rombong esnya pun juga sederhana seperti rombongan es jaman dulu.

Jawa Pos Radar Bali yang penasaran, Selasa (30/4) mencoba bertandang ke warung berukuran sekitar 6 x 3 meter.

Saat tiba di warung seorang ibu dan anaknya terlihat sibuk menuangkan takaran es kedalam gelas kecil. Pada tembok warung tepajang foto-foto lama penjualan es waneng yang berjualan dengan berjalan kaki.

“Oh itu foto ayah saya saat berjualan es waneng keliling Tabanan,” kata Ni Nyoman Jumartini ramah.

Ni Nyoman Jumartini berjualan es waneng dibantu oleh anaknya Kadek Sastrawan. Sembari melayani pembeli sembari juga Jumartini bercerita tentang warung es waneng miiknya. Dirinya generasi kedua penerus usaha setelah kakeknya meninggal.

“Kalau pembeli datang dari masyarakat Tabanan bahkan sampai desa Kerambitan datang kembali,” ucap perempuan berusia 50 tahun.         

Ni Nyoman Jumartini menuturkan usaha es waneng ini bermula dari ayahnya Nengah Waneng yang berjualan sejak tahun 1938 silam.

Saat itu ayahnya berjualan hanya di satu tempat, melainkan menjajakan daganggannya dengan cara memikul dan jalan kaki ke seputaran wilayah Gerokgak Gede hingga ke wilayah Sakenan, areal Kota Tabanan.

“Dulunya, masih jalan setapak dan banyak persawahan tak seramai sekarang. Sehingga, masih bisa berjualan dengan jalan kaki,” ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, kata dia, usia ayahnya semakin tua hingga akhirnya dia mulai meneruskan sejak tahun 1998 lalu atau saat masa refomrasi. Sudah 21 tahun lamanya dia berjualan.

Menariknya es waneng milik Jumartini pembuatan dari bahan alamai tanpa ada pengawet dicampur bahan rempah-rempah.

Campuran dari santan kelapa, gula pasir, dan es parut. Kemudian ditambah dengan kemiri, warna dengan kunyit yang telah di parut dengan sedikit tambahan kayu manis sehingga menimbulkan cita rasa yang khas.

“Sudah 21 tahun saya meneruskan usaha bapak disini. Sampai sekarang rasa masih tetap seperti biasa,” ujar perempuan yang tinggal di wilayah Bongan, Tabanan.

Jumartini menambahkan warung sederhana es waneng buka setiap hari mulai pukul 10.00 – 17.00 sore. Dalam tujuh jam tersebut. Biasaya pembeli yang menyantap es waneng dicelupkan dengan roti tawar. Barulah kemudian disantapnya. Rasanya sungguh menggugah selera, nikmat dan segar.

“Satu gelasnya hanya dibanderol Rp 2.000. Dalam setiap harinya warung es waneng miliknya laku terjual 600 gelas atau sekitar 4 sampai 5 rombong es berukuran besar,”tukasnya.

Tabanan tak hanya dikenal dengan lumbung padinya saja. Selain kaya obyek wisata terkenal, Tabanan juga menyimpan banyak wisata kuliner yang tak kalah dari daerah lain di Bali.

Salah satunya adalah warung es Waneng. Selain terkenal, warung es sederhana yang terletak di kawasan Gerogak Gede, Delod Peken, Tabanan ini juga sangat legendaries di Tabanan. Seperti apa?

 JULIADI, Tabanan

Meski sekilas melihat bangunan warung es tampak sederhana, orang tak pernah menyangka jika warung es yang berlokasi tepat di pinggir Jalan Mawar, Gerogak Gede, Delod Peken, Tabanan ini punya banyak kenangan dan sejarah.

Terlebih bagi masyarakat asli Tabanan khususnya para generasi tua, warung es yang buka mulai pukul 10.00 pagi dan sudah ramai dikunjungi pembelinya itu tak asing bagi mereka.

Rombong esnya pun juga sederhana seperti rombongan es jaman dulu.

Jawa Pos Radar Bali yang penasaran, Selasa (30/4) mencoba bertandang ke warung berukuran sekitar 6 x 3 meter.

Saat tiba di warung seorang ibu dan anaknya terlihat sibuk menuangkan takaran es kedalam gelas kecil. Pada tembok warung tepajang foto-foto lama penjualan es waneng yang berjualan dengan berjalan kaki.

“Oh itu foto ayah saya saat berjualan es waneng keliling Tabanan,” kata Ni Nyoman Jumartini ramah.

Ni Nyoman Jumartini berjualan es waneng dibantu oleh anaknya Kadek Sastrawan. Sembari melayani pembeli sembari juga Jumartini bercerita tentang warung es waneng miiknya. Dirinya generasi kedua penerus usaha setelah kakeknya meninggal.

“Kalau pembeli datang dari masyarakat Tabanan bahkan sampai desa Kerambitan datang kembali,” ucap perempuan berusia 50 tahun.         

Ni Nyoman Jumartini menuturkan usaha es waneng ini bermula dari ayahnya Nengah Waneng yang berjualan sejak tahun 1938 silam.

Saat itu ayahnya berjualan hanya di satu tempat, melainkan menjajakan daganggannya dengan cara memikul dan jalan kaki ke seputaran wilayah Gerokgak Gede hingga ke wilayah Sakenan, areal Kota Tabanan.

“Dulunya, masih jalan setapak dan banyak persawahan tak seramai sekarang. Sehingga, masih bisa berjualan dengan jalan kaki,” ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, kata dia, usia ayahnya semakin tua hingga akhirnya dia mulai meneruskan sejak tahun 1998 lalu atau saat masa refomrasi. Sudah 21 tahun lamanya dia berjualan.

Menariknya es waneng milik Jumartini pembuatan dari bahan alamai tanpa ada pengawet dicampur bahan rempah-rempah.

Campuran dari santan kelapa, gula pasir, dan es parut. Kemudian ditambah dengan kemiri, warna dengan kunyit yang telah di parut dengan sedikit tambahan kayu manis sehingga menimbulkan cita rasa yang khas.

“Sudah 21 tahun saya meneruskan usaha bapak disini. Sampai sekarang rasa masih tetap seperti biasa,” ujar perempuan yang tinggal di wilayah Bongan, Tabanan.

Jumartini menambahkan warung sederhana es waneng buka setiap hari mulai pukul 10.00 – 17.00 sore. Dalam tujuh jam tersebut. Biasaya pembeli yang menyantap es waneng dicelupkan dengan roti tawar. Barulah kemudian disantapnya. Rasanya sungguh menggugah selera, nikmat dan segar.

“Satu gelasnya hanya dibanderol Rp 2.000. Dalam setiap harinya warung es waneng miliknya laku terjual 600 gelas atau sekitar 4 sampai 5 rombong es berukuran besar,”tukasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/