34 C
Jakarta
14 September 2024, 12:51 PM WIB

Serba Kekurangan, Uang Kontrakan Tanah Habis, Kini Kerja Serabutan

Dua janda yang tinggal satu pekarangan rumah, di Banjar Juga, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Ni Ketut Sulasih, 48, dan Ni Wayan Moglok, hidup dalam keterbatasan meski tinggal di desa kaya di Bali.

Para suami mereka telah meninggal dunia. Kini mereka bertahap dengan bekerja serabutan untuk menyambung hidup dan membiayai anak mereka.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

PEKARANGAAN rumah yang dihuni dua janda, Ni Ketut Sulasih dan Ni Wayan Moglok, kondisinya cukup memprihatinkan.

Di atas pekarangan rumah mereka, terdapat bale Bali lengkap. Namun itu merupakan bangunan kuno peninggalan suami mereka.

Tampak pula bangunan dapur nyaris roboh. Sebagian atapnya tampak berlubang. Mereka berdua tidak bisa berbuat banyak.

Itu karena suami mereka yang dulu menjadi tulang punggung, meninggal dunia. Ni Ketut Sulasih sudah berusaha bekerja mendapatkan penghasilan.

“Kerja serabutan yang menghasilkan uang saya lakukan, mengerjakan kerajinan, bertani ke sawah,” ujar Ni Ketut Sulasih.

Memang hasilnya tidak begitu banyak. Setidaknya itu hasil kerja itu bisa menyambung hidupnya. Seorang diri, dia juga membesarkan putranya, Wayan Bayu.

“Uang hasil kerja saya untuk makan sehari-hari dan biayai anak kuliah sampai D1 saja,” jelas Sulasih.

Kini, putranya sudah bekerja di salah satu hotel di bilangan Desa Mas. “Sekarang baru training. Mudah-mudahan bisa jadi karyawan tetap,” bebernya.

Putranya yang bekerja di hotel itu, diharapkan bisa membangkitkan ekonomi keluarganya. Suaminya, meninggal dunia pada 2013 lalu akibat tetanus.

Suaminya sempat terkena cangkul. Meski telah mendapat perawatan, namun nyawanya tak tertolong. “Waktu itu sempat dirawat 10 hari. Tapi virus terlanjut menyebar,” jelasnya.

Sementara itu, kematian suami Ni Wayan Moglok, yakni Wayan Sudara terjadi tahun 2009 silam karena menderita sakit sesak nafas.

Sama seperti iparnya, dia berusaha mencari pekerjaan serabutan. Moglok punya dua anak. Satu anaknya memiliki keterbelakangan mental, dan satu anaknya lagi menjadi buruh bangunan.

Diakui, Moglok memperoleh peninggalan tanah dari suaminnya. Tanah itu sudah dikontrakkan oleh orang lain.

“Tapi, uang kontrakannya sudah habis. Sudah dipakai perbaiki sanggah (pura keluarga, red) sama biaya ngaben (upacara kremasi, red),” tukasnya.

Kehidupan dua janda yang merana itu pun mendapat perhatian dari Dinas Sosial (Disos) dan Perbekel Desa Mas.

Plt Kepala Disos Kabupaten Gianyar, I Made Watha, menyatakan dua janda ini terdaftar sebagai warga miskin.

Pemerintah telah memberikan beragam upaya. Yakni program bedah rumah Bali Mandara tahun 2014, program rehab rumah dari bantuan pusat tahun 2013.

Kemudian mendapat program jambanisasi melalui program PNPM Mandiri. Serta dan GN-OTA untuk pendidikan anak semata wayang Ni Ketut Sulasih, yakni I Wayan Bayu, 19.

“Perhatian pemerintah sudah luar biasa. Tapi saat ini kondisi dapurnya memang tidak layak, hanya saja tidak ada program bedah dapur,” ujarnya.

Sehingga Disos bersama Perbekel akan dorong pembangunan ini secara swadaya. “Kan tidak besar ini biayanya,” bebernya.

Watha juga berharap, putranya bisa menjadi tumpuan keluarga mereka. “Anaknya sudah lulus D1 pariwisata. Mudahan bisa menjadi tumpuan keluarga di masa depan,” pintanya.

Perbekel Desa Mas I Wayan Gede Darma Yuda, mengatakan warganya ini diperlakukan sama dengan KK miskin lain se Desa Mas.

“Ibu ini sering ke kantor desa. Apa yang dibutuhkan, selalu kami berusaha bantu. Dijalan pun ketemu simpati,” tambahnya 

Hanya saja, pihaknya tidak memungkinkan memberikan perhatian khusus.  Mengingat warga miskin di Desa Mas jumlahnya sekitar 156 KK.

Terlebih, dua janda ini memiliki aset dua bidang tanah di utara rumahnya. “Kami akan bantu agar bisa disertifikatkan sehingga punya hak yang jelas,” terangnya. (*)

Dua janda yang tinggal satu pekarangan rumah, di Banjar Juga, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Ni Ketut Sulasih, 48, dan Ni Wayan Moglok, hidup dalam keterbatasan meski tinggal di desa kaya di Bali.

Para suami mereka telah meninggal dunia. Kini mereka bertahap dengan bekerja serabutan untuk menyambung hidup dan membiayai anak mereka.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

PEKARANGAAN rumah yang dihuni dua janda, Ni Ketut Sulasih dan Ni Wayan Moglok, kondisinya cukup memprihatinkan.

Di atas pekarangan rumah mereka, terdapat bale Bali lengkap. Namun itu merupakan bangunan kuno peninggalan suami mereka.

Tampak pula bangunan dapur nyaris roboh. Sebagian atapnya tampak berlubang. Mereka berdua tidak bisa berbuat banyak.

Itu karena suami mereka yang dulu menjadi tulang punggung, meninggal dunia. Ni Ketut Sulasih sudah berusaha bekerja mendapatkan penghasilan.

“Kerja serabutan yang menghasilkan uang saya lakukan, mengerjakan kerajinan, bertani ke sawah,” ujar Ni Ketut Sulasih.

Memang hasilnya tidak begitu banyak. Setidaknya itu hasil kerja itu bisa menyambung hidupnya. Seorang diri, dia juga membesarkan putranya, Wayan Bayu.

“Uang hasil kerja saya untuk makan sehari-hari dan biayai anak kuliah sampai D1 saja,” jelas Sulasih.

Kini, putranya sudah bekerja di salah satu hotel di bilangan Desa Mas. “Sekarang baru training. Mudah-mudahan bisa jadi karyawan tetap,” bebernya.

Putranya yang bekerja di hotel itu, diharapkan bisa membangkitkan ekonomi keluarganya. Suaminya, meninggal dunia pada 2013 lalu akibat tetanus.

Suaminya sempat terkena cangkul. Meski telah mendapat perawatan, namun nyawanya tak tertolong. “Waktu itu sempat dirawat 10 hari. Tapi virus terlanjut menyebar,” jelasnya.

Sementara itu, kematian suami Ni Wayan Moglok, yakni Wayan Sudara terjadi tahun 2009 silam karena menderita sakit sesak nafas.

Sama seperti iparnya, dia berusaha mencari pekerjaan serabutan. Moglok punya dua anak. Satu anaknya memiliki keterbelakangan mental, dan satu anaknya lagi menjadi buruh bangunan.

Diakui, Moglok memperoleh peninggalan tanah dari suaminnya. Tanah itu sudah dikontrakkan oleh orang lain.

“Tapi, uang kontrakannya sudah habis. Sudah dipakai perbaiki sanggah (pura keluarga, red) sama biaya ngaben (upacara kremasi, red),” tukasnya.

Kehidupan dua janda yang merana itu pun mendapat perhatian dari Dinas Sosial (Disos) dan Perbekel Desa Mas.

Plt Kepala Disos Kabupaten Gianyar, I Made Watha, menyatakan dua janda ini terdaftar sebagai warga miskin.

Pemerintah telah memberikan beragam upaya. Yakni program bedah rumah Bali Mandara tahun 2014, program rehab rumah dari bantuan pusat tahun 2013.

Kemudian mendapat program jambanisasi melalui program PNPM Mandiri. Serta dan GN-OTA untuk pendidikan anak semata wayang Ni Ketut Sulasih, yakni I Wayan Bayu, 19.

“Perhatian pemerintah sudah luar biasa. Tapi saat ini kondisi dapurnya memang tidak layak, hanya saja tidak ada program bedah dapur,” ujarnya.

Sehingga Disos bersama Perbekel akan dorong pembangunan ini secara swadaya. “Kan tidak besar ini biayanya,” bebernya.

Watha juga berharap, putranya bisa menjadi tumpuan keluarga mereka. “Anaknya sudah lulus D1 pariwisata. Mudahan bisa menjadi tumpuan keluarga di masa depan,” pintanya.

Perbekel Desa Mas I Wayan Gede Darma Yuda, mengatakan warganya ini diperlakukan sama dengan KK miskin lain se Desa Mas.

“Ibu ini sering ke kantor desa. Apa yang dibutuhkan, selalu kami berusaha bantu. Dijalan pun ketemu simpati,” tambahnya 

Hanya saja, pihaknya tidak memungkinkan memberikan perhatian khusus.  Mengingat warga miskin di Desa Mas jumlahnya sekitar 156 KK.

Terlebih, dua janda ini memiliki aset dua bidang tanah di utara rumahnya. “Kami akan bantu agar bisa disertifikatkan sehingga punya hak yang jelas,” terangnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/