33.3 C
Jakarta
25 November 2024, 13:09 PM WIB

Terancam Tertular Covid-19, Rudia: Ada Kewajiban Hukum Kami Mengawasi

DENPASAR – Maju kena mundur kena terkait perhelatan Pilkada Serentak, 9 Desember 2020 mendatang menjadi hal dilematis yang dihadapi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali.

Tetap di hari itu, maju, atau mundur alias ditunda hingga 2021 memiliki risiko masing-masing.

Koordinator Divisi Hukum, Humas, dan Datin Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali I Ketut Rudia mengatakan ada 2 tantangan nyata yang dihadapi pengawas saat ini mengawal pilkada di tengah pandemi Covid-19.

Ungkapnya, mau tidak mau, suka tidak suka, corona adalah musuh yang tidak kelihatan. Virus corona menjadi ancaman ketika pengawasan dilakukan.

Oleh karena itu, jajaran Bawaslu tentu harus menyiapkan diri melalui penyediaan alat pelindung diri (APD), menjalankan protokol kesehatan yang ketat, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).

“Mau tidak mau, suka tidak suka, Perpu sudah keluar dan PKPU lanjutan tahapan juga sudah keluar. Ada kewajiban hukum bagi kami untuk mengawasi, meski dengan ancaman tertular.

Namun demikian, jika pilkada diundur, konsekuensinya nyata ada di depan mata,” tandas mantan wartawan itu.

Pertama, dana pilkada yang sekarang sudah ada di rekening pengawas dan sebagian sudah terpakai akan ditarik oleh Pemda, kecuali Mendagri mengeluarkan instruksi dana tidak boleh ditarik.

Konsekuensi kedua adalah akan ada pelaksana tugas (plt) di 6 kabupaten/kota di-Bali. Rudia menyebut di Indonesia akan ada 270 plt gubernur, bupati, dan walikota.

“Dari sisi kewenangan apakah sama dengan pimpinan yang definitif? Tentu harus dijabarkan kewenangannya,” tandas Rudia.

“Untuk mengajukan kembali anggaran pilkada di tahun 2021 akan sangat berat, mengingat daerah dananya sudah terkuras

untuk penanganan corona. Kondisi ekonomi lesu tentu berakibat pada daerah,” tutup komisioner berambut lurus itu. 

DENPASAR – Maju kena mundur kena terkait perhelatan Pilkada Serentak, 9 Desember 2020 mendatang menjadi hal dilematis yang dihadapi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali.

Tetap di hari itu, maju, atau mundur alias ditunda hingga 2021 memiliki risiko masing-masing.

Koordinator Divisi Hukum, Humas, dan Datin Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali I Ketut Rudia mengatakan ada 2 tantangan nyata yang dihadapi pengawas saat ini mengawal pilkada di tengah pandemi Covid-19.

Ungkapnya, mau tidak mau, suka tidak suka, corona adalah musuh yang tidak kelihatan. Virus corona menjadi ancaman ketika pengawasan dilakukan.

Oleh karena itu, jajaran Bawaslu tentu harus menyiapkan diri melalui penyediaan alat pelindung diri (APD), menjalankan protokol kesehatan yang ketat, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).

“Mau tidak mau, suka tidak suka, Perpu sudah keluar dan PKPU lanjutan tahapan juga sudah keluar. Ada kewajiban hukum bagi kami untuk mengawasi, meski dengan ancaman tertular.

Namun demikian, jika pilkada diundur, konsekuensinya nyata ada di depan mata,” tandas mantan wartawan itu.

Pertama, dana pilkada yang sekarang sudah ada di rekening pengawas dan sebagian sudah terpakai akan ditarik oleh Pemda, kecuali Mendagri mengeluarkan instruksi dana tidak boleh ditarik.

Konsekuensi kedua adalah akan ada pelaksana tugas (plt) di 6 kabupaten/kota di-Bali. Rudia menyebut di Indonesia akan ada 270 plt gubernur, bupati, dan walikota.

“Dari sisi kewenangan apakah sama dengan pimpinan yang definitif? Tentu harus dijabarkan kewenangannya,” tandas Rudia.

“Untuk mengajukan kembali anggaran pilkada di tahun 2021 akan sangat berat, mengingat daerah dananya sudah terkuras

untuk penanganan corona. Kondisi ekonomi lesu tentu berakibat pada daerah,” tutup komisioner berambut lurus itu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/