28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:28 AM WIB

Bukan Solusi, Wacana Pengungsi Diikutkan Program Transmigrasi Ditolak

AMLAPURA – Tak ada angin tak ada hujan, muncul wacana para pengungsi Gunung Agung diikutkan program transmigrasi oleh pemerintah.

Hal ini untuk menjamin masa depan mereka lantaran kini masih terkena dampak erupsi Gunung Agung. Namun, wacana itu langsung mendapat resistensi.

Ketua Pasebaya Gunung Agung, I Gede Pawana mengatakan tidak sependapat kalau pengungsi Gunung Agung ditransmigrasikan. Terutama bagi warga yang bermukim di radius 6 kilometer.

Pawana yang juga Perbekel Duda Timur ini mengakui bahwa upaya memberangkatkan warga sekitar lereng Gunung Agung untuk transmigrasi bukan merupakan solusi.

“Kalaupun itu harus dilakukan itu adalah solusi terakhir,” imbuhnya. Menurutnya, warga di radius tersebut sebaiknya direlokasi di Bali.

Di antaranya adalah dengan ditempatkan di tanah tanah negara yang ada di Karangasem atau Bali seperti di Manggis. Pawana menyatakan bahwa masih ada solusi lain.

Pernyataan Pawana ini menanggapi adanya warga Dusun Sogra, Sebudi, Karangasem,  yang berada di radius 6 kilometer bersedia ikut transmigrasi. Bahkan sekarang ini sudah ada 10 KK yang mendaftarkan diri.

Pawana mengatakan, bicara daerah rawan tidak hanya Dusun Sogra saja yang rawan. Hampir 28 desa di lereng Gunung Agung juga rawan.

Jadi, menurutnya tidak efektif dan bijak kalau menyarankan mereka bertransmigrasi. “Jangan sampai ada kesan pengungsi malah ditransmigrasikan,” jelasnya.

Yang terpenting menurut Pawana adalah mendidik masyarakat sekitar lereng Gunung Agung untuk mengurangi dampak bahaya.

Seperti halnya dengan warga di lereng Gunung Merapi, Jogjakarta,  warga tetap bermukim di sekitar lereng gunung.

Namun mereka dibekali pengetahuan tentang kondisi Gunung Api sehingga mereka tidak panik. Bersahabat dengan alam, dekat dengan kawasan bencana kalau paham bisa mengurangi risiko.

Pawana sepakat bahwa untuk radius bahaya yang memang harus dikosongkan bisa dengan memindahkan atau melakukan relokasi ke satu wilayah.

Bahkan mereka juga tetap berkumpul dengan satu banjar seperti bedol desa. 

AMLAPURA – Tak ada angin tak ada hujan, muncul wacana para pengungsi Gunung Agung diikutkan program transmigrasi oleh pemerintah.

Hal ini untuk menjamin masa depan mereka lantaran kini masih terkena dampak erupsi Gunung Agung. Namun, wacana itu langsung mendapat resistensi.

Ketua Pasebaya Gunung Agung, I Gede Pawana mengatakan tidak sependapat kalau pengungsi Gunung Agung ditransmigrasikan. Terutama bagi warga yang bermukim di radius 6 kilometer.

Pawana yang juga Perbekel Duda Timur ini mengakui bahwa upaya memberangkatkan warga sekitar lereng Gunung Agung untuk transmigrasi bukan merupakan solusi.

“Kalaupun itu harus dilakukan itu adalah solusi terakhir,” imbuhnya. Menurutnya, warga di radius tersebut sebaiknya direlokasi di Bali.

Di antaranya adalah dengan ditempatkan di tanah tanah negara yang ada di Karangasem atau Bali seperti di Manggis. Pawana menyatakan bahwa masih ada solusi lain.

Pernyataan Pawana ini menanggapi adanya warga Dusun Sogra, Sebudi, Karangasem,  yang berada di radius 6 kilometer bersedia ikut transmigrasi. Bahkan sekarang ini sudah ada 10 KK yang mendaftarkan diri.

Pawana mengatakan, bicara daerah rawan tidak hanya Dusun Sogra saja yang rawan. Hampir 28 desa di lereng Gunung Agung juga rawan.

Jadi, menurutnya tidak efektif dan bijak kalau menyarankan mereka bertransmigrasi. “Jangan sampai ada kesan pengungsi malah ditransmigrasikan,” jelasnya.

Yang terpenting menurut Pawana adalah mendidik masyarakat sekitar lereng Gunung Agung untuk mengurangi dampak bahaya.

Seperti halnya dengan warga di lereng Gunung Merapi, Jogjakarta,  warga tetap bermukim di sekitar lereng gunung.

Namun mereka dibekali pengetahuan tentang kondisi Gunung Api sehingga mereka tidak panik. Bersahabat dengan alam, dekat dengan kawasan bencana kalau paham bisa mengurangi risiko.

Pawana sepakat bahwa untuk radius bahaya yang memang harus dikosongkan bisa dengan memindahkan atau melakukan relokasi ke satu wilayah.

Bahkan mereka juga tetap berkumpul dengan satu banjar seperti bedol desa. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/