26.9 C
Jakarta
26 April 2024, 0:35 AM WIB

Duh, AWK Minta Bendesa Adat Bugbug Sepekang Warga Pelapor Kasus Adat

AMLAPURA – Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa alias AWK, anggota DPD RI Dapil Bali peraih 742.781 suara kembali menuai kontroversi.

Bukannya menyelesaikan masalah, kehadiran AWK ke Desa Bugbug, Karangasem, Kamis, (30/1) kemarin justru memicu polemik makin panas. 

Khususnya terkait pelaporan krama Desa Adat Bugbug, Karangasem terhadap oknum Ketua Badan Pengembang Pariwisata Desa Adat Bugbug (BP2DAB) ke Polda Bali. 

Kasus dengan pelapor I Gede Ngurah itu diketahui telah dilimpahkan ke Polres Karangasem.

Menurut informasi, AWK hadir merespons surat keluhan yang disampaikan oknum Ketua BP2DAB yang juga atas pengarahan dari kelian Desa Adat Bugbug, Karangasem. 

AWK diyakini bisa menyelesaikan dugaan kasus pidana tersebut. Selain dilaporkan ke Polda Bali atas dugaan penggelapan uang milik BP2DAB, 

oknum Ketua BP2DAB yang juga merangkap jabatan jadi Ketua Paruman Nayaka Desa Adat Bugbug, Karangsem juga dilaporkan oleh I Nengah Yasa Adi Susanto,

krama Banjar Adat Dharmalaksana, Desa Adat Bugbug, Karangasem ke Paruman Kertadesa atas dugaan pelanggaran 

Awig-Awig (peraturan adat, red) Desa Adat Bugbug, Karangasem serta dugaan pelanggaran Pararem BP2DAB Desa Adat Bugbug, Karangasem.

Pertemuan digagas oleh AWK melalui Perbekel Desa Bugbug, Karangasem dengan surat undangan oleh AWK kepada Perbekel Desa Bugbug, 

Karangasem Nomor: 01102019/037-B65/DPD-MPR RI/Bali/I/2020 perihal Rapat Dengar Pendapat Anggota Komisi I Bidang Hukum DPD RI B.65 terkait 

aspirasi masyarakat tentang laporan terhadap Pimpinan Badan Pengembang Pariwisata Desa Adat Bugbug ke Polda Bali mengenai dugaan tindak pidana penipuan. 

Merujuk pada surat-surat tersebut Perbekel Bugbug, Karangasem Drs. I Gede Suteja langsung bersurat kepada seluruh pihak yang diminta untuk dihadirkan oleh AWK. 

Antara lain Bupati Karangasem, Forkompinda Karangasem, Camat Karangasem, anggota DPRD Bali I Nyoman Purwa Arsana serta perwakilan dari Polres Karangasem.

 I Nengah Yasa Adi Susanto yang juga diundang selaku pelapor menyatakan keprihatinannya karena kasus yang sedang berproses baik di Kertadesa Bugbug 

maupun di Polda Bali dan telah dilimpahkan ke Polres Karangasem justru mau diselesaikan oleh seorang anggota DPD RI. 

Menurut Adi, ini cara-cara yang kurang etis ketika oknum melakukan suatu dugaan pelanggaran baik awig-awig atau pararem maupun dugaan pelanggaran pidana justru 

mau meminta anggota DPD RI untuk menyelesaikannya. Tugas DPD RI itu sesuai dengan UU 17 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan UU 13 Tahun 2019 

tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD bahwa fungsi, wewenang, tugas dan hak serta kewajiban anggota DPD RI adalah tertuang di pasal 248 sampai Pasal 258 dan tidak 

ada satu pasal pun yang membolehkan bahwa anggota DPD menyimpulkan dan membuat rekomendasi seseorang bersalah. 

Pada saat pertemuan tersebut, jelas Adi, nada bicara AWK sangat arogan dan tidak mau leluasa memberikan orang untuk menjawab statemennya. 

Parahnya, mikrofon yang seharusnya dipakai oleh pembicara lain diambil paksa oleh ajudannya. 

Terang Adi, AWK benar-benar sangat arogan dan kesimpulan yang dia berikan di akhir sesi sangat provokatif dan mengadu domba. 

Dia justru seolah-olah menyuruh pihak terlapor melaporkan balik pelapor dan bahkan AWK menyuruh Klian Desa Adat Bugbug, I Wayan Mas Suyasa 

untuk memberikan sanksi kesepekang kepada krama yang mengungkapkan rahasia desa dan melaporkan kasus desa adat. 

Tindakan AWK yang arogan dan mau menang sendiri sangat melenceng dan melanggar etika seorang anggota DPD RI.

“Alih-alih menyelesaikan masalah justru dia memperkeruh masalah. AWK ini tidak punya kompetensi untuk menjadi seorang mediator 

karena dari nada bicaranya dia sudah menyimpulkan dan menghakimi siapa yang benar dan siapa yang salah,

padahal dia bukan hakim dan juga bukan Kerta Desa,“ tambah Adi yang juga Advokat di Kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners ini.

Adi Susanto yang juga Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia Bali menilai idealnya kasus pelaporan Ketua BP2DAB ke Paruman Kertadesa atas dugaan 

pelanggaran Awig-Awig (peraturan adat, red) Desa Adat Bugbug, Karangasem serta dugaan pelanggaran Pararem BP2DAB Desa Adat Bugbug, Karangasem cukup diselesaikan di internal Desa Adat Bugbug.

Sangat disayangkan justru Kelian Desa Adat Bugbug mengarahkan warganya untuk meminta AWK menyelesaikan kasus tersebut.

Terangnya, ada jenjang atau hierarki dari penyelesaian kasus adat. Bila tidak bisa diselesaikan oleh Kerta Desa maka sesusai dengan bunyi Perda 4 Tahun 2019 Tentang 

Desa Adat, Pasal 37  ayat (4)  yang menyatakanpara pihak dapat meminta penyelesaian kepada Majelis Desa Adat sesuai dengan tingkatannya. 

“Ini jelas sudah ada aturannya, tapi anehnya Kelian Desa Adat Bugbug, Karangasem justru meminta seorang anggota DPD RI yang tidak punya kompetensi selaku mediator untuk menyelesaikannya,” ungkap Adi.

Dikonfirmasi terpisah, I Gede Ngurah, salah seorang yang melaporkan oknum Ketua BP2DAB ke Polda Bali juga mengungkapkan 

kekecewaannya terhadap arogansi AWK saat melalukan mediasi di Wantilan Desa Adat Bugbug, Karangasem. 

Dirinya mengaku tak menyangka seorang tokoh populer bernama AWK sama sekali tidak punya kemampuan menyelesaikan masalah dan justru menambah masalah di desanya.

“Bagaimana AWK bisa menyimpulkan bahwa perbuatan oknum Ketua BP2DAB adalah perbuatan wanprestasi. Paham tidak dia apa itu perbuatan wanprestasi?,” tanyanya.

Tokoh Desa Adat Bugbug, Karangasem yang juga seorang advokat ini menjelaskan bahwa yang dimaksud wanprestasi 

adalah suatu perbuatan pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi oleh seseorang ketika dia membuat suatu perikatan. 

Kasus dimaksud bukan perikatan, tetapi adalah kasus dugaan pelanggaran Awig-awig dan Pararem BP2DAB Desa Adat Bugbug, 

Karangasem dan juga dugaan tindak pidana penggelapan uang milik BP2DAB yang diduga dilakukan oknum Ketua BP2DAB.

I Gede Ngurah menambahkan bahwa sikap yang ditunjukan oleh AWK tidak mencerminkan seorang wakil rakyat yang makan dan digaji dari uang pajak yang dibayarkan rakyat. 

Dia menilai AWK sangat arogan dan keluar dari etika dalam menyampaikan pendapat dan bahkan dia tidak memberikan ruang bagi orang untuk menyanggah pendapatnya. 

“Saya akan melakukan upaya hukum terhadap sikap arogansi dari seorang senator yang juga telah dilaporkan ke Polda Bali atas dugaan pelecehan terhadap 

Sulinggih dan dugaan pengakuan sebagai Raja Majapahit itu,” tegas pria yang getol menyuarakan perubahan untuk tempat kelahirannya itu. 

AMLAPURA – Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa alias AWK, anggota DPD RI Dapil Bali peraih 742.781 suara kembali menuai kontroversi.

Bukannya menyelesaikan masalah, kehadiran AWK ke Desa Bugbug, Karangasem, Kamis, (30/1) kemarin justru memicu polemik makin panas. 

Khususnya terkait pelaporan krama Desa Adat Bugbug, Karangasem terhadap oknum Ketua Badan Pengembang Pariwisata Desa Adat Bugbug (BP2DAB) ke Polda Bali. 

Kasus dengan pelapor I Gede Ngurah itu diketahui telah dilimpahkan ke Polres Karangasem.

Menurut informasi, AWK hadir merespons surat keluhan yang disampaikan oknum Ketua BP2DAB yang juga atas pengarahan dari kelian Desa Adat Bugbug, Karangasem. 

AWK diyakini bisa menyelesaikan dugaan kasus pidana tersebut. Selain dilaporkan ke Polda Bali atas dugaan penggelapan uang milik BP2DAB, 

oknum Ketua BP2DAB yang juga merangkap jabatan jadi Ketua Paruman Nayaka Desa Adat Bugbug, Karangsem juga dilaporkan oleh I Nengah Yasa Adi Susanto,

krama Banjar Adat Dharmalaksana, Desa Adat Bugbug, Karangasem ke Paruman Kertadesa atas dugaan pelanggaran 

Awig-Awig (peraturan adat, red) Desa Adat Bugbug, Karangasem serta dugaan pelanggaran Pararem BP2DAB Desa Adat Bugbug, Karangasem.

Pertemuan digagas oleh AWK melalui Perbekel Desa Bugbug, Karangasem dengan surat undangan oleh AWK kepada Perbekel Desa Bugbug, 

Karangasem Nomor: 01102019/037-B65/DPD-MPR RI/Bali/I/2020 perihal Rapat Dengar Pendapat Anggota Komisi I Bidang Hukum DPD RI B.65 terkait 

aspirasi masyarakat tentang laporan terhadap Pimpinan Badan Pengembang Pariwisata Desa Adat Bugbug ke Polda Bali mengenai dugaan tindak pidana penipuan. 

Merujuk pada surat-surat tersebut Perbekel Bugbug, Karangasem Drs. I Gede Suteja langsung bersurat kepada seluruh pihak yang diminta untuk dihadirkan oleh AWK. 

Antara lain Bupati Karangasem, Forkompinda Karangasem, Camat Karangasem, anggota DPRD Bali I Nyoman Purwa Arsana serta perwakilan dari Polres Karangasem.

 I Nengah Yasa Adi Susanto yang juga diundang selaku pelapor menyatakan keprihatinannya karena kasus yang sedang berproses baik di Kertadesa Bugbug 

maupun di Polda Bali dan telah dilimpahkan ke Polres Karangasem justru mau diselesaikan oleh seorang anggota DPD RI. 

Menurut Adi, ini cara-cara yang kurang etis ketika oknum melakukan suatu dugaan pelanggaran baik awig-awig atau pararem maupun dugaan pelanggaran pidana justru 

mau meminta anggota DPD RI untuk menyelesaikannya. Tugas DPD RI itu sesuai dengan UU 17 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan UU 13 Tahun 2019 

tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD bahwa fungsi, wewenang, tugas dan hak serta kewajiban anggota DPD RI adalah tertuang di pasal 248 sampai Pasal 258 dan tidak 

ada satu pasal pun yang membolehkan bahwa anggota DPD menyimpulkan dan membuat rekomendasi seseorang bersalah. 

Pada saat pertemuan tersebut, jelas Adi, nada bicara AWK sangat arogan dan tidak mau leluasa memberikan orang untuk menjawab statemennya. 

Parahnya, mikrofon yang seharusnya dipakai oleh pembicara lain diambil paksa oleh ajudannya. 

Terang Adi, AWK benar-benar sangat arogan dan kesimpulan yang dia berikan di akhir sesi sangat provokatif dan mengadu domba. 

Dia justru seolah-olah menyuruh pihak terlapor melaporkan balik pelapor dan bahkan AWK menyuruh Klian Desa Adat Bugbug, I Wayan Mas Suyasa 

untuk memberikan sanksi kesepekang kepada krama yang mengungkapkan rahasia desa dan melaporkan kasus desa adat. 

Tindakan AWK yang arogan dan mau menang sendiri sangat melenceng dan melanggar etika seorang anggota DPD RI.

“Alih-alih menyelesaikan masalah justru dia memperkeruh masalah. AWK ini tidak punya kompetensi untuk menjadi seorang mediator 

karena dari nada bicaranya dia sudah menyimpulkan dan menghakimi siapa yang benar dan siapa yang salah,

padahal dia bukan hakim dan juga bukan Kerta Desa,“ tambah Adi yang juga Advokat di Kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners ini.

Adi Susanto yang juga Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia Bali menilai idealnya kasus pelaporan Ketua BP2DAB ke Paruman Kertadesa atas dugaan 

pelanggaran Awig-Awig (peraturan adat, red) Desa Adat Bugbug, Karangasem serta dugaan pelanggaran Pararem BP2DAB Desa Adat Bugbug, Karangasem cukup diselesaikan di internal Desa Adat Bugbug.

Sangat disayangkan justru Kelian Desa Adat Bugbug mengarahkan warganya untuk meminta AWK menyelesaikan kasus tersebut.

Terangnya, ada jenjang atau hierarki dari penyelesaian kasus adat. Bila tidak bisa diselesaikan oleh Kerta Desa maka sesusai dengan bunyi Perda 4 Tahun 2019 Tentang 

Desa Adat, Pasal 37  ayat (4)  yang menyatakanpara pihak dapat meminta penyelesaian kepada Majelis Desa Adat sesuai dengan tingkatannya. 

“Ini jelas sudah ada aturannya, tapi anehnya Kelian Desa Adat Bugbug, Karangasem justru meminta seorang anggota DPD RI yang tidak punya kompetensi selaku mediator untuk menyelesaikannya,” ungkap Adi.

Dikonfirmasi terpisah, I Gede Ngurah, salah seorang yang melaporkan oknum Ketua BP2DAB ke Polda Bali juga mengungkapkan 

kekecewaannya terhadap arogansi AWK saat melalukan mediasi di Wantilan Desa Adat Bugbug, Karangasem. 

Dirinya mengaku tak menyangka seorang tokoh populer bernama AWK sama sekali tidak punya kemampuan menyelesaikan masalah dan justru menambah masalah di desanya.

“Bagaimana AWK bisa menyimpulkan bahwa perbuatan oknum Ketua BP2DAB adalah perbuatan wanprestasi. Paham tidak dia apa itu perbuatan wanprestasi?,” tanyanya.

Tokoh Desa Adat Bugbug, Karangasem yang juga seorang advokat ini menjelaskan bahwa yang dimaksud wanprestasi 

adalah suatu perbuatan pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi oleh seseorang ketika dia membuat suatu perikatan. 

Kasus dimaksud bukan perikatan, tetapi adalah kasus dugaan pelanggaran Awig-awig dan Pararem BP2DAB Desa Adat Bugbug, 

Karangasem dan juga dugaan tindak pidana penggelapan uang milik BP2DAB yang diduga dilakukan oknum Ketua BP2DAB.

I Gede Ngurah menambahkan bahwa sikap yang ditunjukan oleh AWK tidak mencerminkan seorang wakil rakyat yang makan dan digaji dari uang pajak yang dibayarkan rakyat. 

Dia menilai AWK sangat arogan dan keluar dari etika dalam menyampaikan pendapat dan bahkan dia tidak memberikan ruang bagi orang untuk menyanggah pendapatnya. 

“Saya akan melakukan upaya hukum terhadap sikap arogansi dari seorang senator yang juga telah dilaporkan ke Polda Bali atas dugaan pelecehan terhadap 

Sulinggih dan dugaan pengakuan sebagai Raja Majapahit itu,” tegas pria yang getol menyuarakan perubahan untuk tempat kelahirannya itu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/