DENPASAR – Kendati banyak mendapat kritikan, proyek perluasan Bandara Ngurah Rai dengan cara mereklamasi pantai bakal terus berlanjut. Saat ini PT Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai tengah gencar mengurus izin prinsip reklamasi.
Menanggapi hal itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Bali tegas meminta agar proyek reklamasi perluasan Bandara Ngurah Rai dihentikan.
Dewan Daerah Walhi Bali, Suriadi Darmoko menegaskan proyek reklamasi pengembangan seluas 537.000 meter persegi yang akan dilakukan oleh PT Angkasa Pura I itu tidak layak dilanjutkan.
“Yang kami tahu reklamasi untuk perluasan bandara itu tidak ada izinnya. Kami minta perluasan bandara dengan cara reklamasi tidak dilanjutkan,” tandas Suriadi.
Pria yang akrab disapa Moko ini sendiri terkejut mengetahui informasi jika sudah ada aktivitas fisik persiapan menyambut reklamasi di tepi pantai sisi barat bandara.
Menurut Moko, proyek reklamasi yang kabarnya dianggarkan Rp 2,2 triliun itu tidak layak dilanjutkan karena tidak memiliki izin apapun.
Hal itu terungkap saat pembahasan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dilakukan belum ini.
“Kami minta dihentikan karena melanggar hukum. Bahkan, membahas Amdal kalau tidak ada izin lokasi maka bisa dikatakan melanggar hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut dijelaskan, berdasar Perpres No 122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah mengatur
bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan.
Di dalam addendum analisis dampak lingkungan (Andal) tidak ditemukan dokumen izin lokasi yang telah dimiliki oleh pihak pemrakarsa sebagai syarat untuk pembahasan Amdal.
Karena itu, lanjut Moko, tidak berlebihan jika Walhi Bali meminta agar pembahasan rencana reklamasi di dalam addendum Andal ini harus dihentikan karena melanggar hukum.
Pihaknya juga menjelaskan, Izin lokasi dapat diberikan sepanjang berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K).
Pengaturan mengenai izin lokasi wajib berdasarkan RZWP-3-K ditentukan dalam Pasal 17 ayat (1) UU 1/2014 tentang Perubahan UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yaitu izin lokasi diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan wajib diatur dalam peraturan daerah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 ayat (5) UU 27/2007.
Fakta hukumnya sampai saat ini Provinsi Bali belum memiliki Perda RZWP-3-K. Atas dasar tersebut, izin lokasi untuk rencana reklamasi oleh Angkasa Pura I tidak bisa diterbitkan karena sampai saat ini Perdas RZWP-3-K belum ditetapkan.
Pemanfaatan wilayah perairan pesisir dengan cara reklamasi untuk pengembangan Bandara Ngurah Rai tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Baik peraturan perundang-undangan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan peraturan mengenai perijinan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
“Reklamasi Bandara Ngurah Rai juga berdampak buruk bagi lingkungan hidup. Reklamasi menyebabkan timbulnya kerugian budaya dan kerugian negara,” terangnya.
Kerugian budaya contohnya hilangnya Pura Cedok Waru, Pantai Segara, Kuta bahkan menyebabkan pura tersebut dipindah sampai tiga kali akibat pembangunan runway Ngurah Rai.
Kerugian negara contohnya Pemprov Bali mengeluarkan biaya untuk melakukan pembangunan pengaman pantai Bali Beach Conservation Project pada 2003-2007.
Atas dasar tersebut, ia menjelaskan agar Angkasa Pura I tidak mengulang kesalahan yang sama. “Jadi jangan memaksakan reklamasi
yang pada akhirnya justru akan merugikan banyak pihak baik secara ekonomi maupun lingkungan hidup” sentilnya.