25.8 C
Jakarta
26 April 2024, 9:30 AM WIB

Woow…2018 Baru Dua Bulan, Sudah Terjadi 513 Bencana

DENPASAR – Selama Januari 2018 hingga Februari 2018 telah terjadi 513 kejadian bencana di tanah air.

Dari 513 kejadian bencana tersebut terdiri dari puting beliung 182 kejadian, banjir 157, longsor 137, kebakaran hutan dan lahan 15,

kombinasi banjir dan tanah longsor 10, gelombang pasang dan abrasi 7, gempabumi merusak 3, dan erupsi gunung api 2 kali. 

“Dampak yang ditimbulkan oleh bencana selama kurun waktu 2 bulan tersebut adalah 72 jiwa meninggal dunia dan hilang,

116 jiwa luka-luka, dan lebih dari 393 ribu mengungsi dan menderita,” ujar Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sabtu (3/3) siang.

Sebanyak 12.104 rumah rusak meliputi 1.566 rumah rusak berat, 3.141 rumah rusak sedang dan 7.397 rumah rusak ringan.

Selain itu juga terdapat kerusakan 127 unit fasilitas pendidikan, 123 fasilitas peribadatan dan 13 fasilitas kesehatan. Diperkirakan kerugian dan kerusakan akibat bencana mencapai puluhan trilyun rupiah.

Dari korban 72 jiwa meninggal dan hilang, bencana longsor adalah jenis bencana yang banyak jumlah korbannya.

Tercatat 45 jiwa meninggal dunia dan hilang akibat longsor. Sedangkan banjir 18 jiwa, puting beliung 6 jiwa, banjir dan longsor 2 jiwa, dan gempa bumi 1 jiwa. 

Longsor menjadi bencana yang paling mematikan sejak tahun 2014 hingga sekarang. Sekitar 40,9 juta jiwa masyarakat Indonesia tinggal di daerah rawan longsor sedang hingga tinggi.

Mereka tinggal di pegunungan, perbukitan dan lereng-lereng yang curam dengan kemampuan mitigasinya masih minim.

Saat musim hujan seperti saat ini longsor marak terjadi. Sering longsornya kecil, namun karena di bawah terdapat rumah maka terjadi korban jiwa.

“Longsor penuh ketidakpastian. Sulit dideteksi dan diprediksi secara pasti kapan akan terjadi longsor,” jelas pejabat yang kini aktif menjalani pengobatan karena menderita kanker stadium empat itu.

Meski tanah sudah bergerak, merekah hingga lebar mencapai 50 centimeter dengan panjang ratusan meter, namun tidak segera terjadi longsor.

Masyarakat awalnya sudah mengungsi. Namun karena longsor tidak segera terjadi, bahkan hingga berbulan-bulan akhirnya masyarakat kembali ke rumah untuk bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Menurut dia, perlu upaya keras untuk memulihkan kembali kualitas lingkungan. “Untuk itu masyarakat agar terus waspada. Kenali lingkungan sekitarnya. Jangan lengah. Bencana dapat terjadi kapan saja,” pungkasnya.

DENPASAR – Selama Januari 2018 hingga Februari 2018 telah terjadi 513 kejadian bencana di tanah air.

Dari 513 kejadian bencana tersebut terdiri dari puting beliung 182 kejadian, banjir 157, longsor 137, kebakaran hutan dan lahan 15,

kombinasi banjir dan tanah longsor 10, gelombang pasang dan abrasi 7, gempabumi merusak 3, dan erupsi gunung api 2 kali. 

“Dampak yang ditimbulkan oleh bencana selama kurun waktu 2 bulan tersebut adalah 72 jiwa meninggal dunia dan hilang,

116 jiwa luka-luka, dan lebih dari 393 ribu mengungsi dan menderita,” ujar Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sabtu (3/3) siang.

Sebanyak 12.104 rumah rusak meliputi 1.566 rumah rusak berat, 3.141 rumah rusak sedang dan 7.397 rumah rusak ringan.

Selain itu juga terdapat kerusakan 127 unit fasilitas pendidikan, 123 fasilitas peribadatan dan 13 fasilitas kesehatan. Diperkirakan kerugian dan kerusakan akibat bencana mencapai puluhan trilyun rupiah.

Dari korban 72 jiwa meninggal dan hilang, bencana longsor adalah jenis bencana yang banyak jumlah korbannya.

Tercatat 45 jiwa meninggal dunia dan hilang akibat longsor. Sedangkan banjir 18 jiwa, puting beliung 6 jiwa, banjir dan longsor 2 jiwa, dan gempa bumi 1 jiwa. 

Longsor menjadi bencana yang paling mematikan sejak tahun 2014 hingga sekarang. Sekitar 40,9 juta jiwa masyarakat Indonesia tinggal di daerah rawan longsor sedang hingga tinggi.

Mereka tinggal di pegunungan, perbukitan dan lereng-lereng yang curam dengan kemampuan mitigasinya masih minim.

Saat musim hujan seperti saat ini longsor marak terjadi. Sering longsornya kecil, namun karena di bawah terdapat rumah maka terjadi korban jiwa.

“Longsor penuh ketidakpastian. Sulit dideteksi dan diprediksi secara pasti kapan akan terjadi longsor,” jelas pejabat yang kini aktif menjalani pengobatan karena menderita kanker stadium empat itu.

Meski tanah sudah bergerak, merekah hingga lebar mencapai 50 centimeter dengan panjang ratusan meter, namun tidak segera terjadi longsor.

Masyarakat awalnya sudah mengungsi. Namun karena longsor tidak segera terjadi, bahkan hingga berbulan-bulan akhirnya masyarakat kembali ke rumah untuk bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Menurut dia, perlu upaya keras untuk memulihkan kembali kualitas lingkungan. “Untuk itu masyarakat agar terus waspada. Kenali lingkungan sekitarnya. Jangan lengah. Bencana dapat terjadi kapan saja,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/