26.7 C
Jakarta
14 Desember 2024, 6:31 AM WIB

Subak Balangan Krisis Air, Warga Minta BWS Segera Turun Tangan

MANGUPURA – Tepat saat perayaan hari lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni lalu, DPC GMNI Denpasar Front Marhaenis (GMNI-FM) Denpasar yang berideologikan marhaenisme

turun ke Desa Adat Balangan, Mengwi, Badung memberikan sosialisasi mengenai Pancasila dan penerapan lima sila tersebut dalam kehidupan masyarakat di Balai Gong Pura Dugul, Banjar Balangan.

Acara yang diisi dengan  pembagian buku pidato lahirnya Pancasila itu dihadiri antara lain Bendesa Desa Adat Balangan,

Kelian Dinas Balangan Kangin, Pekaseh Subak Balangan, Pekaseh Subak Uma Tegal, dan warga masyarakat Desa Adat Balangan. 

Hal yang menjadi perbincangan dengan masyarakat adalah masalah krisis air di jalur irigasi Palian menuju jaringan sekunder Balangan masih menjadi sorotan utama masyarakat.

Terkait krisis air, Pekaseh Subak Balangan Matra Yasa, menyebut bahwa kelompok petani dibuat putus asa menunggu pemenuhan janji Balai Wilayah Sungai Bali  Penida  yang telah disepakati. 

“Kami tidak tahu sampai kapan akan dilakukan pembongkaran beton di Palian, padahal kesepakatan sudah dibuat, tapi selalu dibahas ulang lagi,

lalu mundur lagi, sampai sekarang seperti tidak ada informasi lagi, seolah masalahnya sudah selesai,” keluh Pekaseh Balangan Matra Yasa.

Di sisi lain, Bendesa Adat Desa Adat Balangan, Made Sumarta, menyatakan, permasalahan air ini menjadi bias dan seolah adanya  benturan masyarakat Desa Adat Balangan  dengan subak di Palian.

“Kami bersaudara dengan masyarakat Palian dan Subak Palian. Bagaimanapun Palian adalah hulu kami, dan kami adalah hilir.

Kami tidak mau berbenturan, BWS (Balai Wilayah Sungai, red) kami harap tidak membiarkan ini terus berlarut.

Kami selalu menyakini negara hadir demi pemerataan kesejahteraan masyarakat,” tutur Made Sumarta menyayangkan tarik ulur yang cenderung ditunjukkan oleh BWS Bali-Penida. 

Sementara itu, Kadek Widi Angga Hadinata, Selaku koordinator kegiatan mengatakan acara  yang dibentuk tersebut bertujuan membuka ruang-ruang komunikasi yang tersumbat yang ada dalam benak masyarakat,  tapi  tidak tersalurkan. 

“Ini kami sedang mencoba mendekatkan kembali, merekatkan kembali bagaimana demokrasi musyawarah-mufakat kita itu sebenarnya.

Membuka lagi lembaran tentang demokrasi yang diidamkan Bung Karno, yang tidak hanya semata-mata demokrasi politik tapi juga demokrasi ekonomi,” ujarnya.

“Melalui forum refleksi Pancasila ini, dibuka ruang untuk masyarakat bicara, terutama tentang penguatan nasionalisme hingga kesejahteraan sosial.

Forum ini jadi ruang buka-bukaan, menggali isi hati masyarakat yang merupakan inti dari kebangsaan Indonesia,” imbuh Angga, Ketua Bidang Kaderisasi DPC GMNI Denpasar.

Dalam kegiatan tersebut, mereka   berdiskusi dan mengeluarkan kegelisahan  satu sama lain mengenai apa yang terjadi hari ini. 

Salah satu masalah yang tak berujung yang terjadi di Desa Adat Balangan, Mengwi  adalah tidak ada tindak lanjut dari permasalahan air  di subak. 

Oleh karena itu,  akhir dari  acara peringatan Hari Lahir Pancasila tersebut bersepakat untuk menanyakan kembali untuk terakhir kali kepada BWS soal permasalahan ini.

“Kami akan meneruskan tuntutan ini kehadapan BWS Bali-Penida. Walaupun ini sudah kesekian kali, bahkan telah menjadi atensi Ombudsman.

Sesuai komitmen GMNI untuk pro Marhaen, wajib bagi kami menjadi penyambung lidah masyarakat kepada pemimpinnya.

Komunikasi rakyat dan pemimpin ini kadang terdistorsi, kami rasakan wajib untuk hadir sebagai penjembatan,” tegas Widi Angga.

Ditanyai mengenai esensi dari kegiatan refleksi Lahirnya Pancasila, Widi Angga menyatakan bahwa bergotong royong untuk pemecahan permasalahan di masyarakat adalah inti dari kebangsaan Indonesia.  

Angga – sapaan akrabnya mengatakan, tugas kemanusiaan  itu  tugas semua warga negara Indonesia, tugas budi nurani terhadap kemanusiaan. Diungkapkan  seperti das sollen-nya sebagai negara Semua untuk semua.  

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, DPC GMNI Denpasar  Front Marhaenis (FM) mengungkapkan adanya krisis air yang dialami   

Subak Balangan dan Subak Uma Tegal disebabkan adanya pemasangan beton di  saluran irigasi BPL.4, yang ada di Pama Palian, Baturiti, Tabanan.

Telah adanya kesepakatan pembongkaran beton. Kemudian, BWS sebagai instansi yang berwenang untuk melakukan normalisasi 30 hari terhitung sejak tanggal 1 April 2021.

Normalisasi dalam hal ini adalah mengembalikan fungsi BPL.4 di daerah irigasi Pama Palian, Tabanan  agar sesuai gambar awal skema irigasi.

Sayangnya, ternyata realisasi kesepakatan tersebut  belum dilaksanakan sampai saat ini. 

MANGUPURA – Tepat saat perayaan hari lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni lalu, DPC GMNI Denpasar Front Marhaenis (GMNI-FM) Denpasar yang berideologikan marhaenisme

turun ke Desa Adat Balangan, Mengwi, Badung memberikan sosialisasi mengenai Pancasila dan penerapan lima sila tersebut dalam kehidupan masyarakat di Balai Gong Pura Dugul, Banjar Balangan.

Acara yang diisi dengan  pembagian buku pidato lahirnya Pancasila itu dihadiri antara lain Bendesa Desa Adat Balangan,

Kelian Dinas Balangan Kangin, Pekaseh Subak Balangan, Pekaseh Subak Uma Tegal, dan warga masyarakat Desa Adat Balangan. 

Hal yang menjadi perbincangan dengan masyarakat adalah masalah krisis air di jalur irigasi Palian menuju jaringan sekunder Balangan masih menjadi sorotan utama masyarakat.

Terkait krisis air, Pekaseh Subak Balangan Matra Yasa, menyebut bahwa kelompok petani dibuat putus asa menunggu pemenuhan janji Balai Wilayah Sungai Bali  Penida  yang telah disepakati. 

“Kami tidak tahu sampai kapan akan dilakukan pembongkaran beton di Palian, padahal kesepakatan sudah dibuat, tapi selalu dibahas ulang lagi,

lalu mundur lagi, sampai sekarang seperti tidak ada informasi lagi, seolah masalahnya sudah selesai,” keluh Pekaseh Balangan Matra Yasa.

Di sisi lain, Bendesa Adat Desa Adat Balangan, Made Sumarta, menyatakan, permasalahan air ini menjadi bias dan seolah adanya  benturan masyarakat Desa Adat Balangan  dengan subak di Palian.

“Kami bersaudara dengan masyarakat Palian dan Subak Palian. Bagaimanapun Palian adalah hulu kami, dan kami adalah hilir.

Kami tidak mau berbenturan, BWS (Balai Wilayah Sungai, red) kami harap tidak membiarkan ini terus berlarut.

Kami selalu menyakini negara hadir demi pemerataan kesejahteraan masyarakat,” tutur Made Sumarta menyayangkan tarik ulur yang cenderung ditunjukkan oleh BWS Bali-Penida. 

Sementara itu, Kadek Widi Angga Hadinata, Selaku koordinator kegiatan mengatakan acara  yang dibentuk tersebut bertujuan membuka ruang-ruang komunikasi yang tersumbat yang ada dalam benak masyarakat,  tapi  tidak tersalurkan. 

“Ini kami sedang mencoba mendekatkan kembali, merekatkan kembali bagaimana demokrasi musyawarah-mufakat kita itu sebenarnya.

Membuka lagi lembaran tentang demokrasi yang diidamkan Bung Karno, yang tidak hanya semata-mata demokrasi politik tapi juga demokrasi ekonomi,” ujarnya.

“Melalui forum refleksi Pancasila ini, dibuka ruang untuk masyarakat bicara, terutama tentang penguatan nasionalisme hingga kesejahteraan sosial.

Forum ini jadi ruang buka-bukaan, menggali isi hati masyarakat yang merupakan inti dari kebangsaan Indonesia,” imbuh Angga, Ketua Bidang Kaderisasi DPC GMNI Denpasar.

Dalam kegiatan tersebut, mereka   berdiskusi dan mengeluarkan kegelisahan  satu sama lain mengenai apa yang terjadi hari ini. 

Salah satu masalah yang tak berujung yang terjadi di Desa Adat Balangan, Mengwi  adalah tidak ada tindak lanjut dari permasalahan air  di subak. 

Oleh karena itu,  akhir dari  acara peringatan Hari Lahir Pancasila tersebut bersepakat untuk menanyakan kembali untuk terakhir kali kepada BWS soal permasalahan ini.

“Kami akan meneruskan tuntutan ini kehadapan BWS Bali-Penida. Walaupun ini sudah kesekian kali, bahkan telah menjadi atensi Ombudsman.

Sesuai komitmen GMNI untuk pro Marhaen, wajib bagi kami menjadi penyambung lidah masyarakat kepada pemimpinnya.

Komunikasi rakyat dan pemimpin ini kadang terdistorsi, kami rasakan wajib untuk hadir sebagai penjembatan,” tegas Widi Angga.

Ditanyai mengenai esensi dari kegiatan refleksi Lahirnya Pancasila, Widi Angga menyatakan bahwa bergotong royong untuk pemecahan permasalahan di masyarakat adalah inti dari kebangsaan Indonesia.  

Angga – sapaan akrabnya mengatakan, tugas kemanusiaan  itu  tugas semua warga negara Indonesia, tugas budi nurani terhadap kemanusiaan. Diungkapkan  seperti das sollen-nya sebagai negara Semua untuk semua.  

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, DPC GMNI Denpasar  Front Marhaenis (FM) mengungkapkan adanya krisis air yang dialami   

Subak Balangan dan Subak Uma Tegal disebabkan adanya pemasangan beton di  saluran irigasi BPL.4, yang ada di Pama Palian, Baturiti, Tabanan.

Telah adanya kesepakatan pembongkaran beton. Kemudian, BWS sebagai instansi yang berwenang untuk melakukan normalisasi 30 hari terhitung sejak tanggal 1 April 2021.

Normalisasi dalam hal ini adalah mengembalikan fungsi BPL.4 di daerah irigasi Pama Palian, Tabanan  agar sesuai gambar awal skema irigasi.

Sayangnya, ternyata realisasi kesepakatan tersebut  belum dilaksanakan sampai saat ini. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/