DENPASAR-Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Petisi Rakyat Papua (PRP) menggelar aksi unjuk rasa di depan Konsulat Amerika, Renon, Denpasar, Jumat (3/6/2022).
Dalam aksi unjuk rasa itu, mereka menyatakan beberapa tuntutan. Sejumlah tuntutan itu juga tertuang dalam sejumlah poster yang mereka bawakan dalam aksi itu.
Martin Pigai selaku juru bicara aksi mengatakan, pasca pengesahan UU otonomi khusus (Otsus) jilid II yang tercantum dalam UU No.2 tahun 2021 tentang otonomi khusus, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia mengundang 9 Bupati yang berasal dari wilayah Pegunungan tengah Papua. Pertemuan yang direncanakan pada Jumat 14 Maret 2022, mengagendakan persiapan pemekaran Provinsi di Wilayah Papua khususnya Pegunungan Tengah.
“Kami menolak Otsus jilid II dan juga rencana pemekaran provinsi di tanah Papua,” katanya di sela aksi. Dijelaskannya, pembahasan tersebut didasarkan pasal 76 UU Ayat 3, No. 2 Tahun 2021 tentang otonomi khusus bagi provinsi Papua. Tuntutan pemekaran Provinsi, sebelumnya disampaikan oleh beberapa elit politik di Papua.
Keputusan sepihak kementerian dalam negeri bersama elit-elit politik praktis di Papua menimbulkan protes masyarakat, kemudian melakukan aksi demonstrasi damai sejak Maret – Mei 2022. Lanjut dia, sebagaimana dalam pernyataan sikap terkait aksi ini, bahwa dampak Otsus dan pemekaran wilayah adalah menjadi lahan baru bagi militer Indonesia, untuk menjaga kepentingan eksploitasi sumber daya alam di Papua.
Lanjutnya, hal itu dibuktikan, dimana pasca disahkan kebijakan otsus jilid II yang menurutnya tidak demokratis itu, dipaksakan pembangunan Polres di Dogiya, pembangunan Brimob di Yahukimo, dan beberapa wilayah lainnya. Pemekaran membuka lahan bisnis menengah untuk pemodal besar, bisnis minuman keras, judi dan prostitusi serta sembako.
Sementara di sisi lain, sektor pendidikan tidak mengalami peningkatan kualitas, justru peningkatan kuantitas sekolah milik swasta begitu pula sektor kesehatan. “Jumlah orang asli Papua yang kurang dari 4 juta akan terus tergusur demi kepentingan modal di tanah seluas 45 juta Hektare. Penggusuran tanah dan perampasan wilayah dengan dalil hak guna pakai terus terjadi di seluruh wilayah Papua,” tambahnya.
Sementara itu, aksi unjuk rasa itu dikawal ketat oleh aparat kepolisian Polresta Denpasar. Kasi Humas Polresta Denpasar, Iptu Ketut Sukadi menjelaskan, pengamanan unjuk rasa itu berlangsung humanis.
“Anggota melaksanakan tugas dengan penuh humanis karena ini pengamanan bersifat pelayanan dan jangan sampai ada arogansi yang dapat mengarah anarkisme,” ujarnya.
Pengamanan itu anggota juga dilarang keras membawa senjata api. “Pelaksanaan kegiatan pengamanan ini jangan sampai mengganggu kepentingan dan aktivitas masyarakat lainnya, artinya pengguna jalan dan aktivitas masyarakat lainnya agar tetap berjalan dengan aman dan lancar. Jadi kita tetap melaksanakan pelayanan pengamanan dengan humanis, tidak arogan dan hindari terjadinya gesekan,” pungkasnya. Aksi unjuk rasa itu pun berjalan lancar dan tertib.