31.2 C
Jakarta
27 April 2024, 10:19 AM WIB

Murni Soal Izin, Tepis Ada Isu SARA di Krematorium Dharma Yasa Tuka

MANGUPURA – Perwakilan warga Desa Adat Tuka memastikan tidak ada isu SARA (suku, adat, ras, dan agama) dalam kasus krematorium Maha Dharma Yasa Tuka-Dalung.

Kasus yang terjadi murni karena masalah perizinan. Pernyataan perwakilan warga ini untuk menanggapi statemen anggota DPD RI Arya Wedakarna alias AWK yang menggiring masalah tersebut ke SARA.

Sebelumnya, AWK menulis penolakan krematorium diinisiasi oleh sebagian krama adat dan sebagian umat Kristen/Katolik.

AWK juga menekankan bahwa umat Hindu adalah minoritas di Desa Tuka, Badung. Sembari menegaskan dukungan terhadap Bendesa Adat Desa Adat Tuka yang disebutnya

berjuang keras agar krematorium berdiri, AWK meminta umat non-Hindu untuk tidak masuk ke wilayah pitra yadnya karena rawan gesekan SARA.

AWK bahkan mengutip referensi Dr. Ni Kadek Surpi Aryadharma, M.Fil (dosen IHDN) yang menyebut 30.000 umat Hindu Bali pindah ke Kristen dalam kurun waktu tertentu.

“Kami tidak pernah menyebut agama. Krematorium ini murni bisnis. Kerjasama antara Yayasan Pesraman Maha Dharma Yasa dengan Desa Adat Tuka.

Pernyataan AWK yang seolah-olah telah terjadi kasus SARA dalam permasalahan krematorium di Tuka sangatlah keliru.

Kami sudah melakukan klarifikasi pada saat RDP (rapat dengar pendapat) di Kantor Bupati Badung. Bahwa yang berkeberatan dan tidak setuju adalah warga Banjar Dinas Tuka.

Tidak benar telah terjadi kasus SARA. Kami warga Tuka hidup rukun dan harmonis,” ucap salah satu perwakilan warga Tuka, Gusti Ngurah Darmadi, Selasa (4/8).

Pernyataan AWK bahwa dirinya memberikan solusi terkait polemik Krematorium Maha Dharma Yasa juga ditampik Ngurah Darmadi.

“Tidak benar. Kami mengikuti penyelesaian oleh Bupati Badung. Kami berterima kasih kepada Bapak Perbekel Dalung, Bapak Camat Kuta Utara, Bapak Kapolsek Kuta Utara,

Bapak Dinas Kebudayaan, Bapak Ketua DPRD Badung dan terlebih Bapak Bupati yang telah menindaklanjuti keresahan kami dengan dikeluarkannya surat kepada

Bendesa Adat Tuka dari Bupati Badung Nomor: 454/3592/ Disbud/Sekret pada tanggal 27 Juli 2020 yang ditandatangani Bapak Sekda I Wayan Adi Arnawa,” ungkapnya.

Ditambahkan Ngurah Darmadi keberadaan Krematorium Maha Dharma Yasa Tuka dalam proses berdirinya tidak sesuai dengan nilai-nilai Tri Hita Karana.

Ungkapnya, kebahagiaan tak mungkin akan tercapai dengan cara-cara pemaksaan kehendak sendiri tanpa mempedulikan lingkungan sekitar.

“Sebaliknya, cara-cara seperti ini akan melemahkan adat dan budaya Bali dan membuat desa kami menjadi leteh,” ungkapnya sembari menyebut

warga Tuka dan sekitarnya menjadi sangat resah dan terganggu dengan situasi pasca berdirinya Krematorium Maha Dharma Yasa.

“Kami bergandengan tangan dan berjuang bersama-sama untuk mengembalikan kehidupan kami yang harmonis, rukun dan damai.

Untuk itu kami telah menandatangani dan mengirimkan surat pernyataan keberatan warga kepada Bapak Bupati dan Bapak Ketua DPRD Badung,” sambungnya.

Diketahui, menindaklanjuti surat Bendesa Adat Tuka nomor 09/DAT/VII/2020 tanggal 20 Juli 2020 perihal permakluman pembukaan Krematorium Maha Yasa Tamn Prajapati

Desa Adat Tuka dan memperhatikan hasil rapat membahas kajian perzinan Krematorium Maha Yasa Taman Prajapati Desa Adat Tuka pada hari Kamis, 25 Juni 2020 di Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung terungkap sejumlah fakta.

Pertama, keberadaan Krematorium Maha Yasa Taman Prajapati Desa Adat Tuka belum memiliki kajian upaya pengelolaan lingkungan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai persyaratan suatu usaha yang bersifat ekonomi dapat dijalankan.

Kedua, Bendesa Adat Tuka agar mengupayakan agar terdapat kekompakan dan satu bahasa (sagilik saguluk) di antara seluruh krama dalam merencanakan program kerja dan kegiaran desa adat.

Termasuk penataan pelemahan desa adat. “Untuk menciptakan situasi yang kondusif di lingkungan Desa Adat Tuka, maka diharapkan kepada Bendesa Adat Tuka dan seluruh jajarannya

agar menunda pembukaan kembali kegiatan pada Krematorium Maha Yasa Taman Prajapati Desa Adat Tuka sampai dipenuhi kelengkapan

perizinan dan adanya kesepahaman atau mufakat seluruh krama Desa Adat Tuka. Mohon jangan dikait-kaitkan dengan agama,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ngurah Darmadi menilai surat dari Bupati Badung merupakan sebuah teguran bagi krama dan warga Tuka agar memenuhi ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku.

“Tentunya demi lestarinya adat dan budaya Bali dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Kami mengajak semua warga Tuka dan seluruh

masyarakat untuk tetap hidup berdampingan dengan rukun, damai, penuh persaudaraan, dan harmonis,” tuturnya.

MANGUPURA – Perwakilan warga Desa Adat Tuka memastikan tidak ada isu SARA (suku, adat, ras, dan agama) dalam kasus krematorium Maha Dharma Yasa Tuka-Dalung.

Kasus yang terjadi murni karena masalah perizinan. Pernyataan perwakilan warga ini untuk menanggapi statemen anggota DPD RI Arya Wedakarna alias AWK yang menggiring masalah tersebut ke SARA.

Sebelumnya, AWK menulis penolakan krematorium diinisiasi oleh sebagian krama adat dan sebagian umat Kristen/Katolik.

AWK juga menekankan bahwa umat Hindu adalah minoritas di Desa Tuka, Badung. Sembari menegaskan dukungan terhadap Bendesa Adat Desa Adat Tuka yang disebutnya

berjuang keras agar krematorium berdiri, AWK meminta umat non-Hindu untuk tidak masuk ke wilayah pitra yadnya karena rawan gesekan SARA.

AWK bahkan mengutip referensi Dr. Ni Kadek Surpi Aryadharma, M.Fil (dosen IHDN) yang menyebut 30.000 umat Hindu Bali pindah ke Kristen dalam kurun waktu tertentu.

“Kami tidak pernah menyebut agama. Krematorium ini murni bisnis. Kerjasama antara Yayasan Pesraman Maha Dharma Yasa dengan Desa Adat Tuka.

Pernyataan AWK yang seolah-olah telah terjadi kasus SARA dalam permasalahan krematorium di Tuka sangatlah keliru.

Kami sudah melakukan klarifikasi pada saat RDP (rapat dengar pendapat) di Kantor Bupati Badung. Bahwa yang berkeberatan dan tidak setuju adalah warga Banjar Dinas Tuka.

Tidak benar telah terjadi kasus SARA. Kami warga Tuka hidup rukun dan harmonis,” ucap salah satu perwakilan warga Tuka, Gusti Ngurah Darmadi, Selasa (4/8).

Pernyataan AWK bahwa dirinya memberikan solusi terkait polemik Krematorium Maha Dharma Yasa juga ditampik Ngurah Darmadi.

“Tidak benar. Kami mengikuti penyelesaian oleh Bupati Badung. Kami berterima kasih kepada Bapak Perbekel Dalung, Bapak Camat Kuta Utara, Bapak Kapolsek Kuta Utara,

Bapak Dinas Kebudayaan, Bapak Ketua DPRD Badung dan terlebih Bapak Bupati yang telah menindaklanjuti keresahan kami dengan dikeluarkannya surat kepada

Bendesa Adat Tuka dari Bupati Badung Nomor: 454/3592/ Disbud/Sekret pada tanggal 27 Juli 2020 yang ditandatangani Bapak Sekda I Wayan Adi Arnawa,” ungkapnya.

Ditambahkan Ngurah Darmadi keberadaan Krematorium Maha Dharma Yasa Tuka dalam proses berdirinya tidak sesuai dengan nilai-nilai Tri Hita Karana.

Ungkapnya, kebahagiaan tak mungkin akan tercapai dengan cara-cara pemaksaan kehendak sendiri tanpa mempedulikan lingkungan sekitar.

“Sebaliknya, cara-cara seperti ini akan melemahkan adat dan budaya Bali dan membuat desa kami menjadi leteh,” ungkapnya sembari menyebut

warga Tuka dan sekitarnya menjadi sangat resah dan terganggu dengan situasi pasca berdirinya Krematorium Maha Dharma Yasa.

“Kami bergandengan tangan dan berjuang bersama-sama untuk mengembalikan kehidupan kami yang harmonis, rukun dan damai.

Untuk itu kami telah menandatangani dan mengirimkan surat pernyataan keberatan warga kepada Bapak Bupati dan Bapak Ketua DPRD Badung,” sambungnya.

Diketahui, menindaklanjuti surat Bendesa Adat Tuka nomor 09/DAT/VII/2020 tanggal 20 Juli 2020 perihal permakluman pembukaan Krematorium Maha Yasa Tamn Prajapati

Desa Adat Tuka dan memperhatikan hasil rapat membahas kajian perzinan Krematorium Maha Yasa Taman Prajapati Desa Adat Tuka pada hari Kamis, 25 Juni 2020 di Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung terungkap sejumlah fakta.

Pertama, keberadaan Krematorium Maha Yasa Taman Prajapati Desa Adat Tuka belum memiliki kajian upaya pengelolaan lingkungan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai persyaratan suatu usaha yang bersifat ekonomi dapat dijalankan.

Kedua, Bendesa Adat Tuka agar mengupayakan agar terdapat kekompakan dan satu bahasa (sagilik saguluk) di antara seluruh krama dalam merencanakan program kerja dan kegiaran desa adat.

Termasuk penataan pelemahan desa adat. “Untuk menciptakan situasi yang kondusif di lingkungan Desa Adat Tuka, maka diharapkan kepada Bendesa Adat Tuka dan seluruh jajarannya

agar menunda pembukaan kembali kegiatan pada Krematorium Maha Yasa Taman Prajapati Desa Adat Tuka sampai dipenuhi kelengkapan

perizinan dan adanya kesepahaman atau mufakat seluruh krama Desa Adat Tuka. Mohon jangan dikait-kaitkan dengan agama,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ngurah Darmadi menilai surat dari Bupati Badung merupakan sebuah teguran bagi krama dan warga Tuka agar memenuhi ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku.

“Tentunya demi lestarinya adat dan budaya Bali dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Kami mengajak semua warga Tuka dan seluruh

masyarakat untuk tetap hidup berdampingan dengan rukun, damai, penuh persaudaraan, dan harmonis,” tuturnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/