30.8 C
Jakarta
12 September 2024, 11:33 AM WIB

Nyepi Tanpa Internet, Pasek Suardika: Tanda Logika Agama Overdosis

DENPASAR – Rencana PHDI Bali mengusulkan ke Kemenkominfo untuk memutus jaringan internet pas Hari Raya Nyepi 17 Maret mendatang, menuai respons luas dari masyarakat.

Banyak yang setuju, tapi banyak pula yang menentangnya. Tak sedikit di antaranya punya kapasitas untuk melakukan penolakan.

Anggota DPD RI Gede Pasek Suardika misalnya. Melalui akun facebook, Pasek Suardika mengaku kaget dengan rencana pemutusan internet pada hari raya Nyepi.

“Jujur saya kaget dengan logika overdosis pengelolaan para pemangku kepentingan beragama ketika aspek internet dijadikan dasar utk Catur Brata Penyepian sehingga harus dimatikan. 

Tafsir agama yang terlalu berlebihan untuk menunjukkan eksklusivitas agama justru akan mempurukkan agama itu sendiri,” kritik Pasek Suardika.

Menurutnya, kalau alasan adanya orang selfie di jalan, seharusnya urusan pecalang yang bertugas. Dia mengatakan, pada saat internet diputus, transaksi lintas negara terganggu.

Email-email akan tidak bisa terkirim untuk bookingan hotel dan itu berdampak pada pariwisata. Belum lagi komunikasi maupun transaksi elektronik lainnya. 
“Lagi pula di kitab suci mana yang menyatakan internet itu bagian yang dilarang? Tafsir overdosis seperti ini seakan limbah sosial dari serangkaian aksi overdosis yang banyak juga dilakukan oknum-oknum tertentu mengatasnamakan agama,” bebernya.

Dia juga mempertanyakan, jika kebijakan ini diterapkan, apakah hanya berlaku di Bali. Bagaimana dengan umat Hindu di luar Bali. Semisal dengan umat Hindu di Tengger, di Wagir Malang, Junggo Batu, Gunung Kidul, daerah daerah Trans Bali.

“Apakah ajaran mematikan internet itu hanya berlaku lokal? Karena mereka juga menjalankan Nyepi. Apakah keputusan PHDI Bali ini sudah si kron dengan PHDI Pusat..? Atau kreativitas sendiri saja? Apa boleh begitu membuat tafsir sendiri?,” kritiknya lagi. 

Karena belum ada kesamaan tafsir, dia menyarankan agar semua yang terkait urusan penyedia internet untuk tetap saja melayani masyarakat di “alam maya”.

Toh, PHDI Pusat juga sampai sekarang belum bersikap, termasuk kemungkinan mengeluarkan Bhisama soal ini.

“Hindu kini tidak hanya di Bali. Di beberapa desa di Jawa juga menjalankan tradisi yang sama dengan di Bali jalankan Catur Brata Penyepian. Itu sikap Saya, dan bagaimana sikap anda silakan? Akan saya hormati!” paparnya. 

DENPASAR – Rencana PHDI Bali mengusulkan ke Kemenkominfo untuk memutus jaringan internet pas Hari Raya Nyepi 17 Maret mendatang, menuai respons luas dari masyarakat.

Banyak yang setuju, tapi banyak pula yang menentangnya. Tak sedikit di antaranya punya kapasitas untuk melakukan penolakan.

Anggota DPD RI Gede Pasek Suardika misalnya. Melalui akun facebook, Pasek Suardika mengaku kaget dengan rencana pemutusan internet pada hari raya Nyepi.

“Jujur saya kaget dengan logika overdosis pengelolaan para pemangku kepentingan beragama ketika aspek internet dijadikan dasar utk Catur Brata Penyepian sehingga harus dimatikan. 

Tafsir agama yang terlalu berlebihan untuk menunjukkan eksklusivitas agama justru akan mempurukkan agama itu sendiri,” kritik Pasek Suardika.

Menurutnya, kalau alasan adanya orang selfie di jalan, seharusnya urusan pecalang yang bertugas. Dia mengatakan, pada saat internet diputus, transaksi lintas negara terganggu.

Email-email akan tidak bisa terkirim untuk bookingan hotel dan itu berdampak pada pariwisata. Belum lagi komunikasi maupun transaksi elektronik lainnya. 
“Lagi pula di kitab suci mana yang menyatakan internet itu bagian yang dilarang? Tafsir overdosis seperti ini seakan limbah sosial dari serangkaian aksi overdosis yang banyak juga dilakukan oknum-oknum tertentu mengatasnamakan agama,” bebernya.

Dia juga mempertanyakan, jika kebijakan ini diterapkan, apakah hanya berlaku di Bali. Bagaimana dengan umat Hindu di luar Bali. Semisal dengan umat Hindu di Tengger, di Wagir Malang, Junggo Batu, Gunung Kidul, daerah daerah Trans Bali.

“Apakah ajaran mematikan internet itu hanya berlaku lokal? Karena mereka juga menjalankan Nyepi. Apakah keputusan PHDI Bali ini sudah si kron dengan PHDI Pusat..? Atau kreativitas sendiri saja? Apa boleh begitu membuat tafsir sendiri?,” kritiknya lagi. 

Karena belum ada kesamaan tafsir, dia menyarankan agar semua yang terkait urusan penyedia internet untuk tetap saja melayani masyarakat di “alam maya”.

Toh, PHDI Pusat juga sampai sekarang belum bersikap, termasuk kemungkinan mengeluarkan Bhisama soal ini.

“Hindu kini tidak hanya di Bali. Di beberapa desa di Jawa juga menjalankan tradisi yang sama dengan di Bali jalankan Catur Brata Penyepian. Itu sikap Saya, dan bagaimana sikap anda silakan? Akan saya hormati!” paparnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/